Berdakwah, Tapi Tidak Mendakwahkan Tauhid
Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan ditanya, “Fadhilatus syaikh, bagaimana pandangan anda mengenai sebagian da’i yang tidak mendakwahkan tauhid. Namun mereka hanya mendakwahkan akhlak mulia dalam mayoritas ceramah dan khutbah mereka”.
Beliau menjawab:
“Dakwah yang demikian tidaklah bermanfaat sama sekali. Ini sebagaimana badan yang tidak ada kepalanya, maka ia menjadi mayit. Badan jika tidak ada kepalanya, maka bagian badan lainnya tidak bermanfaat. Dakwah yang tidak mendakwahkan tauhid, itu semisal dengan badan yang tidak ada kepalanya. Melelahkan namun tidak ada faidahnya.
Kalau ada orang yang baik akhlaknya, suka bersedekah, mengerjakan shalat, namun ia berbuat kesyirikan, tidak akan diterima semua amalannya. Karena yang membuat amalan menjadi sah adalah tauhid. Dan yang membatalkan amalan-amalan ialah syirik. Maka wajib kita memberikan perhatian pada dakwah tauhid ini.
Berdakwah tanpa dakwah tauhid, sama saja tidak berdakwah. Bahkan berdakwah tanpa dakwah tauhid, tidak adanya lebih baik daripada adanya. Karena ini memperdaya manusia, orang-orang mengira dakwah demikianlah yang benar.
Tidak ada Rasul yang tidak memulai dakwahnya dengan tauhid. Silakan anda perhatikan dakwah para Rasul, dari yang terdahulu hingga yang terakhir yaitu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, mereka demikian (mendakwahkan tauhid)”.
Selengkapnya: https://muslim.or.id/26222-berdakwah-tapi-tidak-mendakwahkan-tauhid.html
Silakan share...
Bagaimanakah cara melakukan puasa Asyura?
Puasa ‘Asyura ada tiga tingkatan[1] yang bisa dikerjakan;
Pertama: Berpuasa sebelum dan sesudahnya. Yaitu tanggal 9-10-11 Muharrom. Dan inilah yang paling sempurna.
Kedua: Berpuasa pada tanggal 9 dan 10, dan inilah yang paling banyak ditunjukkan dalam hadits.
Ketiga: Berpuasa pada tanggal 10 saja[2].
Adapun berpuasa hanya tanggal 9 saja tidak ada asalnya. Keliru dan kurang teliti dalam memahami hadits-hadits yang ada.[3]
Berkaitan dengan cara pertama, yaitu berpuasa tiga hari (9-10-11) para ulama melemahkan hadits Ibnu Abbas[4] yang menjadi sandarannya.[5] Namun demikian, pengamalannya tetap dibenarkan oleh para ulama[6], dengan alasan sebagai berikut[7];
Pertama: Sebagai kehati-hatian. Karena bulan Dzulhijjah bisa 29 atau 30 hari. Apabila tidak diketahui penetapan awal bulan dengan tepat, maka berpuasa pada tanggal 11-nya akan dapat memastikan bahwa seseorang mendapati puasa Tasu’a (tanggal 9) dan puasa ‘Asyura (tanggal 10).
Kedua: Dia akan mendapat pahala puasa tiga hari dalam sebulan, sehingga baginya pahala puasa sebulan penuh.[8]
Ketiga: Dia akan berpuasa tiga hari pada bulan Muharrom yang mana nabi telah mengatakan;
Puasa yang paling afdhol setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Alloh al-Muharrom.[9]
Keempat: Tercapai tujuan dalam menyelisihi orang Yahudi, tidak hanya puasa ‘Asyura, akan tetapi menyertakan hari lainnya juga[10]. Allohu A’lam.
Lanjut baca: https://muslim.or.id/23267-cara-melakukan-puasa-asyura.html
Ust. Syahrul Fatwa
🎙️ [ PENERIMAAN SANTRI BARU MA’HAD AL-‘ILMI YOGYAKARTA ]
* Tahun Ajaran 1446/1447 H – 2024/2025
* Program 1 tahun (2 semester)
* Kelas offline dan online
* Terbuka untuk umum
* Mahasiswa dan non mahasiswa
* Putra/putri (ikhwan/akhowat)
💡 Menimba ilmu syar’i sembari kuliah/bekerja, mengapa tidak?
Info selengkapnya:
https://mahadilmi.id/psb1446h/
Barakallahu fiikum
Di Antara Keutamaan Tauhid
Di antara keutamaan tauhid yang tidak bisa disamai oleh amal apapun adalah jika tauhid itu sempurna di dalam hati serta terwujud secara utuh dalam bentuk keikhlasan yang murni, maka ia akan mengubah amal yang sedikit menjadi besar nilainya, amal dan ucapannya pun menumbuhkan pahala yang berlipat ganda tanpa batasan dan perhitungan.
Silakan baca artikelnya lewat tautan berikut
https://muslim.or.id/95971-di-antara-keutamaan-tauhid.html
Menjadi Ayah Teladan
Siapa pun kita, sebagai seorang Ayah, tak ada kata terlambat untuk memulai dari awal. Menjadi seorang teladan dalam rumah tangga, menjadikan role model Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai tolok ukur sikap dalam menghadapi berbagai problematika kehidupan rumah tangga. Sehingga, ikhtiar kita untuk mempertanggungjawabkan ketakwaan keluarga kita kepada Allah Ta’ala telah maksimal kita tunaikan.
Silakan baca artikelnya lewat tautan berikut
https://muslim.or.id/95899-menjadi-ayah-teladan.html
Fikih Salat Ba’diyah Jumat
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
“Aku salat bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dua rakaat sebelum Zuhur, dua rakaat setelah Magrib, dua rakaat setelah Isya, dan dua rakaat setelah salat Jumat.” (Muttafaqun ‘alaihi. Bukhari no. 1172 dan Muslim no. 729)
Silakan baca penjelasannya di artikel berikut
https://muslim.or.id/96197-fikih-salat-badiyah-jumat.html
Fatwa Ulama: Jabat Tangan dan Berduaan dengan Saudara Ipar
Bersalaman dengan istri dari saudara kandung (baca: saudara ipar) haram atau halal? Dan bolehkah berdua-duaan dengannya? Apa hukumnya?
Jawaban Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts wal Ifta' :
Istri dari saudara kandung bukanlah termasuk mahram bagi saudara si suami. Maka tidak boleh berjabat tangan dengannya dan tidak boleh berdua-duaan dengannya. Yang menjadi dasar atas hal ini adalah hadis yang diriwayatkan oleh dua imam, yaitu Imam Ahmad dan Imam Al Bukhari dari sahabat ‘Uqbah bin Amir, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إياكم والدخول على النساء، فقال رجل من الأنصار: يا رسول الله: أفرأيت الحمو؟ قال: الحمو: الموت
“Jauhilah masuk ke rumah-rumah para wanita.” Maka seorang lelaki Anshar bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan ipar?” Beliau bersabda, “Ipar adalah maut.”
Makna dari الحمو di sini adalah saudara kandung suami.
Selengkapnya: https://muslim.or.id/21184-fatwa-ulama-jabat-tangan-dan-berduaan-dengan-saudara-ipar.html
Silakan share...
Keutamaan Menasihati Kaum Muslimin (Bag. 6)
Wajib bagi seseorang yang Allah berikan kepadanya rezeki berupa ilmu, untuk jujur dalam menasihati umat. Baik dalam bentuk kelompok atau individu. Menunjukkan kepada mereka jalan-jalan kebaikan sesuai dengan (ilmu) yang dia ketahui serta memperingatkan mereka dari jalan-jalan keburukan dan fitnah sesuai kapasitas yang diketahuinya.
Silakan baca artikelnya lewat tautan berikut
https://muslim.or.id/95966-keutamaan-menasihati-kaum-muslimin-bag-6.html
Memaknai Tahun Hijriyah Baru Bagi Seorang Muslim
Segala puji bagi Allah yang menjadikan malam dan siang silih berganti sebagai ‘ibrah (pelajaran) bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada suri tauladan kita, Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, hamba-Nya yang paling bersyukur, dan utusan-Nya yang mengajarkan bagaimana bersyukur dengan sebaik-baiknya kepada umatnya, amma ba’du.
“Di dalam berjalannya waktu, silih bergantinya hari dan berlalunya bulan dan tahun, terdapat pelajaran yang berharga bagi orang yang mau merenungkannya.
Tidak ada satu tahun pun berlalu dan tidak pula satu bulan pun menyingkir melainkan dia menutup lembaran-lembaran peristiwanya saat itu, pergi dan tidak kembali, jika baik amal insan pada masa tersebut, maka baik pula balasannya, namun jika buruk, penyesalanlah yang mengikutinya
Setiap masuk tahun baru (Hijriyyah), manusia menitipkan lembaran-lembaran tahun yang telah dilewatinya, sedangkan dihadapannya ada tahun baru yang menjelang
Bukanlah inti masalah ada pada kapan tahun baru usai dan menjelang, akan tetapi yang menjadi inti masalah adalah dengan apa kita dahulu mengisi tahun yang telah berlalu itu dan bagaimana kita akan hiasi tahun yang akan datang.
Dalam menyongsong tahun baru (Hijriyyah), seorang mukmin adalah sosok insan yang suka tafakkur (berpikir) dan tadzakkur (merenung)”
Tafakkur (berpikir) yang pertama, yaitu tafakkur hisab (intropeksi)
Dia memikirkan dan menghitung-hitung amalannya di tahun yang telah silam, lalu dia teringat (tadzakkur) akan dosa-dosanya, hingga hatinya menyesal, lisannya pun beristighfar memohon ampun kepada Rabbnya.
Tafakkur yang kedua, yaitu tafakkur isti’daad (persiapan)
Dia mempersiapkan ketaatan pada hari-harinya yang menjelang, sembari memohon pertolongan kepada Tuhannya,agar bisa mempersembahkan ibadah yang terindah kepada Sang Penciptanya, terdorong mengamalkan prinsip hidupnya yang terdapat dalam ayat,
{إياك نعبد وإياك نستعين }
“Hanya kepada-Mulah, kami beribadah dan hanya kepada-Mulah kami menyembah”.
Bukankah hidup ini hakikatnya adalah perjalanan?
Rasulullah Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كلّ الناسِ يغدو؛ فبائعٌ نَفسَه فمُعتِقها أو موبِقها
“Setiap hari, semua orang melanjutkan perjalanan hidupnya, keluar mempertaruhkan dirinya. Ada yang membebaskan dirinya dan ada pula yang mencelakakannya” (Hadits Riwayat Imam Muslim).
Lanjut baca: https://muslim.or.id/24096-memaknai-tahun-baru-bagi-seorang-muslim.html
Ust. Sa'id Abu Ukasyah
3 Hikmah Diselamatkannya Nabi Musa dari Kejaran Firaun pada Bulan Muharam
https://youtu.be/Npo-UosmuaI
“Takwa adalah engkau mengamalkan ketaatan kepada Allah berdasarkan cahaya dari Allah dengan mengharap pahala Allah dan menjauhi kemaksiatan-kemaksiatan kepada Allah berdasarkan cahaya dari Allah dengan perasaan takut dari azab Allah.”
Thalq bin Habib rahimahullah
Siyar A’lamin Nubala’, 4: 601
Datangnya Ujian dan Pertolongan dari Allah
Dalam kondisi ekonomi hari-hari ini, banyak yang sepakat bahwa kondisi ini memang tidak mudah. Dan bagi sebagian orang, kondisi akhir-akhir ini justru semakin memburuk dan tidak kunjung membaik. Dalam kondisi semacam ini, ada hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang hendaknya menjadi pegangan dalam hidup kita. Hadis yang hendaknya kita camkan dan perhatikan di tengah-tengah kondisi sulit, kondisi tidak normal, kondisi yang berat, atau kondisi yang penuh dengan ujian dan masalah.
Silakan baca artikelnya lewat tautan berikut
https://muslim.or.id/96037-datangnya-ujian-dan-petolongan-dari-allah.html
Fikih Memperbanyak Doa ketika Sujud
Berikut ini pembahasan-pembahasan ringan, namun menyeluruh (insyaAllah Ta’ala) tentang fikih memperbanyak doa ketika sujud.
Silakan baca artikelnya lewat tautan berikut
https://muslim.or.id/96202-fikih-memperbanyak-doa-ketika-sujud.html
“Tanda orang ikhlas itu adalah apabila diingatkan kesalahannya ia tidak merasa panas hatinya tidak juga ngeyel. Justru ia mengakui kesalahannya dan mendo’akannya, 'Semoga Allah merahmati orang yg mengingatkan kesalahanku.'”
Adz-Dzahabi rahimahullah
Siyar Adz-Dzahabi, 13/439
Biografi Thalhah bin Ubaidillah
Nama beliau adalah Thalhah bin Ubaidillah bin ‘Utsman bin ‘Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai bin Ghalib bin Fihr bin Malik.
Nasab Thalhah bin Ubaidillah bertemu dengan nasab Abu Bakar Ash Shiddiq di Taim bin Murrah dan bertemu dengan nasab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di Murrah bin Ka’ab.
Silakan baca artikelnya lewat tautan berikut
https://muslim.or.id/95969-biografi-thalhah-bin-ubaidillah.html
“Apabila seorang guru atau ustaz menyuruh untuk menjauhi seseorang atau menghajrnya atau semisalnya, hendaknya dilihat, bila orang tersebut telah melakukan dosa secara syariat maka ia diberi sanksi sebatas dosanya saja dan tidak boleh lebih. Dan bila ia tidak melakukan dosa secara syariat, maka tidak boleh memberinya sanksi hanya karena mengikuti keinginan guru”
Syekhul Islam ibnu Taimiyah
Majmu Fatawa, jilid 28
Nasihat ketika Konflik Rumah Tangga di Ujung Tanduk
Kehidupan rumah tangga memang tidak terlepas dari konflik, yang bisa jadi semakin membesar dan semakin sulit diurai. Suasana menjadi dingin, komunikasi semakin sulit, hingga kondisi tersebut menjadi di ujung tanduk, dan mulai berpikir ke arah perceraian. Lalu, bagaimana menyikapi hal ini?
Silakan baca artikelnya lewat tautan berikut
https://muslim.or.id/96129-nasihat-ketika-konflik-rumah-tangga-di-ujung-tanduk.html
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak mengangkat ilmu dengan sekali cabutan dari para hamba-Nya, akan tetapi Allah mengangkat ilmu dengan mewafatkan para ulama. Ketika tidak tersisa lagi seorang ulama pun, manusia merujuk kepada orang-orang bodoh. Mereka bertanya, maka mereka (orang-orang bodoh) itu berfatwa tanpa ilmu. mereka sesat dan menyesatkan.“ [HR. Bukhari]
“Siapa yang mendatangi penguasa dan ber-mudahanah (menjilat) maka ia pasti jatuh kepada fitnah. Adapun jika ia tidak ber-mudahanah, ia memberi nasihat dan menyuruh kepada yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar maka kedatangannya termasuk jihad yang paling utama”
Al Mudzhir
Tuhfatul Ahwadzi, 6/533
“Seyogyanya bagi seorang hamba agar berdoa dengan lafaz yang terdapat di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah karena hal tersebut tidak diragukan lagi keutamaannya dan kebaikannya. Dan doa-doa tersebut adalah shiratal mustaqim (jalan yang lurus). Ulama-ulama Islam dan imam-imam mereka berdoa dengan lafaz yang ada di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah dan berpaling dari lafaz doa yang bid’ah. Maka sepatutnya untuk meneladani hal tersebut”
Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah
Majmu’ Al Fatawa, 1/346-348
Fikih Transaksi Gadai (Bag. 4): Jenis-Jenis Gadai yang Diperbolehkan (2)
Apakah boleh menjadikan utang sebagai sesuatu yang digadaikan atas utang lainnya? Terkait boleh atau tidaknya menggadaikan utang, secara umum setidaknya ada dua pendapat.
Silakan baca penjelasannya di artikel berikut
https://muslim.or.id/96043-fikih-transaksi-gadai-bag-4-jenis-jenis-gadai-yang-diperbolehkan-2.html
“Barangsiapa yang mengklaim dirinya mencintai Allah, Akan tetapi ia tidak mengikuti Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam, maka ia telah berdusta”
Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah
Majmu’ Fatawa, 8/360
IPAR ITU MAUT!
Kita pernah mendengar hadis yang menyebutkan bahwa ipar itu maut. Apa yang dimaksud dengan hadis tersebut?
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِيَّاكُمْ وَالدُّخُولَ عَلَى النِّسَاءِ فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ . قَالَ الْحَمْوُ الْمَوْتُ
“Berhati-hatilah kalian masuk menemui wanita.” Lalu seorang laki-laki Anshar berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat Anda mengenai ipar?” Beliau menjawab, “Hamwu (ipar) adalah maut.” (HR. Bukhari no. 5232 dan Muslim no. 2172)
Apa yang dimaksud hamwu adalah maut?
Hamwu yang dimaksud dalam hadis tersebut bukan hanya ipar saja, namun setiap kerabat dekat istri yang bukan mahram. Yang masih mahram bagi suami dari keluarga istri adalah seperti ayah dan anaknya.
Al-Laits berkata bahwa al hamwu adalah ipar (saudara laki-laki dari suami) dan keluarga dekat suami.
Sehingga apa yang dikatakan oleh Al-Laits menunjukkan bahwa ipar itu bukan mahram bagi istri.
Yang dimaksud dengan “maut” di sini yaitu berhubungan dengan keluarga dekat istri yang bukan mahram perlu ekstra hati-hati dibanding dengan yang lain. Karena seringkali bertemu dengan mereka dan tidak ada yang bisa menyangka bahwa perbuatan yang mengantarkan pada zina atau zina yang keji itu sendiri bisa terjadi. Kita pun pernah mendapatkan berita-berita semacam itu.
Lanjut baca: https://muslim.or.id/21385-ipar-itu-maut.html
Ust. Muhammad Abduh Tuasikal
“Di antara hikmah Allah Ta’ala dalam keputusan-Nya memilih para raja, pemimpin, dan pelindung umat manusia adalah sama dengan amalan rakyatnya. Bahkan, perbuatan rakyat seakan-akan adalah cerminan dari pemimpin dan penguasa mereka. Jika rakyat lurus, maka akan lurus juga penguasa mereka. Jika rakyat adil, maka akan adil pula penguasa mereka. Namun, jika rakyat berbuat zalim, maka penguasa mereka akan ikut berbuat zalim.”
Ibnul Qayyim rahimahullah
Miftah Daaris Sa’adah, 2: 177-178
Ingin Safar? Lakukan 5 Hal Ini Agar Lebih Berkah
Berikut ini kami paparkan secara ringkas beberapa hal yang dapat kita lakukan sebelum dan saat safar, agar safar kita semakin berkah dan berpahala.
Silakan baca artikelnya lewat tautan berikut
https://muslim.or.id/95964-ingin-safar-lakukan-5-hal-ini-agar-lebih-berkah.html
Sebab-Sebab Rezeki yang Ada di Dalam Al-Qur’an
Kunci-kunci rezeki memiliki dua sebab, yaitu sebab kauni dan sebab syar’i. Sebab kauni, yaitu sebab-sebab yang berkaitan dengan hukum sebab-akibat, misal kunci rezeki pada sebab ini seperti berdagang, berkebun, dan bekerja. Adapun sebab syar’i, yaitu sebab yang ditentukan oleh syariat, mengapa sesuatu itu terjadi, meskipun itu bukan sebab yang kauni.
Berikut sebab syar’i dari sebab-sebab rezeki yang ada di dalam Al-Qur’an
https://muslim.or.id/95917-sebab-sebab-rezeki-yang-ada-di-dalam-al-quran.html