Tidak Boleh Sembarangan Mengkafirkan Seseorang
Di antara akidah ahlussunnah waljama’ah adalah membedakan antara takfīr muṭlaq dan takfīr mu’ayyan.
Pertama: al-Takfīr al-Muṭlaq (التكفير المطلق), yaitu menjatuhkan vonis kekufuran kepada suatu keyakinan, ucapan, atau perbuatan yang merupakan pembatal keislaman, atau menjatuhkan vonis kafir kepada pelakunya secara umum tanpa menunjuk pada orang tertentu.
Contoh:
1. Menyembah berhala adalah kekufuran.
2. Membenci syariat Allah Ta’ala dan tuntunan Nabi-Nya ṣhallallāhu ‘alaihi wa sallam adalah kekufuran.
3. Barangsiapa yang meyakini bahwa salat itu tidak wajib atau zina itu tidak haram, maka dia kafir.
Kedua: al-Takfīr al-Mu’ayyan (التكفير المعين), yaitu menjatuhkan vonis kafir kepada seseorang tertentu karena dia telah melakukan suatu pembatal keislaman.
Contoh:
Si Fulan itu kafir.
Takfīr mu’ayyan tidak boleh diarahkan kepada seseorang kecuali jika telah terpenuhi syarat-syarat dan hilang penghalang-penghalang dari pengkafirannya. Oleh karena itu, yang hanya boleh melakukan takfīr mu’ayyan adalah para ulama’ besar atau mufti yang telah mengetahui apakah si Fulan yang melakukan pembatal keislaman tersebut telah terpenuhi syarat atau hilang penghalang dari kekafirannya.
Adapun tugas kita sebagai penuntut ilmu adalah mempelajari apa saja yang merupakan pembatal keislaman sehingga kita bisa menghindarinya dan memperingatkan orang lain darinya. Dengan kata lain, tugas kita adalah seputar takfīr muṭlaq, bukan takfīr mu’ayyan.
Rasulullah ṣhallallāhu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan kita agar tidak sembarangan mengkafirkan seseorang secara mu’ayyan.
Dari Ibn ‘Umar radhiyallāhu ‘anhumā, bahwa Nabi ṣhallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jika seseorang berkata kepada saudaranya, ‘Wahai kafir,’ maka tuduhan itu akan kembali kepada salah satunya.” (HR. Bukhari no. 6104 dan Muslim no. 60. Bukhari juga meriwayatkan hadis ini dari Abu Hurairah radhiyallāhu ‘anhu no. 6103)
Para ulama menjelaskan bahwa yang dimaksud “tuduhan itu akan kembali kepada salah satunya” bukan bermakna si penuding itu telah kafir dengan ucapannya. Akan tetapi, ini termasuk dalam bab memberikan ancaman yang keras kepada orang yang melakukan sebuah dosa yang besar di mata syariat.
Adapun jika Fulan tersebut telah tegas kekafirannya dalam dalil secara mu’ayyan, maka wajib bagi kita untuk meyakini kekafirannya.
Contoh: Fir’aun, Abu Jahl, Abu Lahb, Abu Thalib, dll.
Demikian pula orang-orang yang memang beragama selain Islam, maka wajib bagi kita untuk meyakini kekafiran mereka.
https://muslim.or.id/60926-tidak-boleh-sembarangan-mengkafirkan-seseorang.html
Keutamaan Sepuluh Hari Pertama Bulan Zulhijah
Di penghujung tahun hijriah ini, Allah mengaruniakan kita dengan waktu-waktu utama yang bisa kita maksimalkan untuk beribadah dan melakukan ketaatan kepada Allah Ta’ala. Waktu-waktu dan hari-hari yang akan datang tersebut adalah sepuluh hari pertama dari bulan Zulhijah, hari-hari terbaik dalam satu tahun yang kita miliki.
Silakan baca artikelnya lewat tautan berikut
https://muslim.or.id/94961-keutamaan-sepuluh-hari-pertama-bulan-dzulhijah.html
Ayo Dukung YPIA Academy
YPIA ACADEMY adalah divisi dakwah yang menghadirkan sarana belajar ilmu syar’i di tengah masyarakat, baik secara offline maupun online.
Di dalam YPIA Academy ada Ma'had Al Ilmy, Ma'had Umar bin Khathab, Ma'had YaaAbati, dan Kampus Tahfizh.
Mari dukung YPIA Academy dengan berdonasi melalui link berikut:
https://ypia.or.id/campaign/bantu-dakwah-ypia-academy/
https://ypia.or.id/campaign/bantu-dakwah-ypia-academy/
Jazakumullah khayran...
“Manusia binasa pada fudhuulul maal (harta yang melebihi kebutuhan) dan fudhuulul kalam.”
An-Nakhai rahimahullahu
Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, juz 1, hlm. 339
“Jauhilah fudhuulul kalam (pembicaraan yang melebihi keperluan). Cukup bagi seseorang berbicara, menyampaikan sesuai kebutuhannya.”
Ibnu Mas’ud radhiyallahu 'anhu
Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, juz. 1, hlm. 339
TEBAR KURBAN BERSAMA YPIA
🧩 Allah Ta'ala berfirman,
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan sembelihlah (kurban)” (Q.S. Al Kautsar: 2).
🎁 InsyaAllah YPIA akan melaksanakan penyembelihan dan penyaluran Domba kurban dengan rincian Domba Jantan:
1⃣ BESAR 35-40-an kg = Rp3,6 juta s.d. Rp4.1 juta
2⃣ LUMAYAN ±30 kg = Rp3.1 juta
3⃣ SEDANG ±25 kg = Rp2,6 juta
4⃣ BIASA ±20 kg = RRp2.1 juta
📍Tempat distribusi:
1. Daerah yang minim/tidak ada kurban
2. Daerah kristenisasi
3. Daerah binaan Assatidz YPIA
👉 Informasi lebih lanjut silakan hubungi: wa.me/628157639446 (sdr. Arif Wijaya)
BATAS PEMBAYARAN sampai Sabtu, 15 Juni 2024
✅ Biaya sudah termasuk Operasional Tebar Kurban
Semoga Allah Ta’ala memberikan ridho dan keberkahan bagi kita semua. Aamiin…
=====
📡 Disiarkan oleh:
Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari
Website: ypia.or.id
YouTube: YPIA Official
IG | FB | TG: @ypiaorid
Saat Usia Mencapai 40 Tahun, Apa yang Perlu Dilakukan?
Betapa banyak dari kita yang terperdaya oleh dunia dan jauh dari mengingat kematian. Kita sibuk dengan berbagai aktivitas keduniawian, detik demi detik terlena dengan gemerlap dan kesibukan dunia. Kita mengerjakan ibadah wajib sekenanya, apalagi ibadah yang sunah, akan mudah untuk ditinggalkan, toh hanya sekedar ibadah sunah. Secara tidak sadar kita pun merasa bahwa kematian itu masih jauh dari hidup kita? Bagaimana tidak, kita merasa fisik kita masih baik, akal pikiran masih belum menua, dan belum ada tanda-tanda keriput di badan. Sadar atau tidak, kita asosiasikan kematian itu dengan usia lanjut, atau ketika kita terbaring di ICU, atau ketika sudah berjalan memakai tongkat. Adapun sekarang, maka belum saatnya mati.
Kita diajarkan bahwa hidup ini butuh “jeda”, jeda untuk introspeksi diri terhadap apa yang telah kita perbuat di kehidupan ini. Jeda untuk menghisab amal perbuatan kita, menghitung-hitung dosa dan kesalahan kita, lalu berusaha untuk memperbaiki kualitas diri dengan meningkatkan ketakwaan kepada Allah Ta’ala. Kita menjauh sejenak dari gemerlap kehidupan dunia, untuk menyendiri, menghadap Allah Ta’ala, memohon ampunan, dan bertobat kepada-Nya. Dan di antara “jeda” itu adalah di saat usia kita telah mencapai 40 tahun. Namun, perlu diketahui bahwa “40 tahun” yang dimaksud dalam artikel ini adalah berdasarkan perhitungan Hijriyah, bukan Masehi.
Allah Ta’ala berfirman,
وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَاناً حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهاً وَوَضَعَتْهُ كُرْهاً وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْراً حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحاً تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun, ia pun berdoa,
رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Ya Rabbku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku, dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (QS. Al-Ahqaf: 15).
Imam Malik rahimahullah berkata,
أَدْرَكْتُ أَهْلَ العِلْمِ بِبَلَدِنَا وَهُمْ يَطْلُبُوْنَ الدُّنْيَا ، وَيُخَالِطُوْنَ النَّاسَ ، حَتَّى يَأْتِيَ لِأَحَدِهِمْ أَرْبَعُوْنَ سَنَةً ، فَإِذَا أَتَتْ عَلَيْهِمْ اِعْتَزَلُوْا النَّاسَ
“Aku mendapati para ulama di berbagai negeri, mereka sibuk dengan aktivitas dunia dan pergaulan dengan sesama manusia. (Namun) ketika mereka sampai di usia 40 tahun, mereka pun menjauh dari manusia.” (Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an, 14: 218)
Lanjut baca: https://muslim.or.id/91969-saat-usia-mencapai-40-tahun-apa-yang-perlu-dilakukan.html
Ust. M. Saifudin Hakim
Kondisi Hati yang Dihuni oleh Tauhid
Keberadaan tauhid akan menjadikan hati mampu hidup dengan kehidupan yang hakiki. Sebaliknya, tanpa tauhid, hati akan “hidup” layaknya binatang ternak.
Silakan baca artikelnya lewat tautan berikut
https://muslim.or.id/93497-kondisi-hati-yang-dihuni-oleh-tauhid.html
"Jika seseorang menghendaki berbicara, maka sebelum dia berbicara hendaklah berpikir, jika nampak jelas mashlahat-nya dia berbicara, dan jika dia ragu-ragu, maka dia tidak berbicara sampai jelas mashlahat-nya."
Imam Asy-Syafi’i rahimahullah
Al-Adzkaar, 2/713-714
Hukum Khuluk dengan Syarat Melepaskan Hadanah
Apabila ada wanita meminta khuluk kepada suaminya, kemudian suaminya memberikan syarat dengan meninggalkan bayinya atau anaknya yang masih kecil, maka khuluknya sah, tetapi syaratnya fasid (rusak) dan batal, dan tidak wajib memenuhinya. Sebab, bila terbukti dan valid bahwa hadanah merupakan hak anak, maka baik suami maupun istri tidak berhak membatalkannya (hak anak) dengan syarat.
Silakan baca penjelasan lengkapnya di artikel berikut
https://muslim.or.id/93539-hukum-khulu-dengan-syarat-melepaskan-hadhanah.html
Bantu Operasional Muslim.or.id dan Muslimah.or.id
Mari dukung dakwah sunnah melalui website muslim.or.id dan muslimah.or.id !!
Semoga Allah ta'ala memberikan keberkahan.
Klik:
https://ypia.or.id/campaign/bantu-operasional-website-dakwah-islam/
“Ketahuilah, bahwa tauhid merupakan awal dakwah seluruh para rasul, awal tempat singgah perjalanan, dan awal tempat berdiri seorang hamba yang berjalan menuju Allah.”
Imam Ibnu Abil ‘Izzi Al-Hanafi rahimahullah
Minhatul Ilahiyah Fi Tahdzib Syarh Ath-Thahawiyah, hal. 45
Dibuka Pendaftaran Santri Baru Ma’had Sahabat Qur’an
Belajar Bahasa Qur’an Khusus Putra
📆 Jadwal Belajar : Setiap Sabtu dan Ahad, / Bada Isya 19.15 WIB - 20.15 WIB
📚 Materi Pembelajaran :
1. Muyassar fii ilmi An-Nahwi
2. Dauroh Tafsir
3. Setoran Hafalan Qur’an dan Tahsin
🏡 Tempat Belajar : Rumah Sahabat Qur’an, Palagan KM 10
🔖 Fasilitas :
* Ruang belajar yang nyaman
💰 Biaya Pendaftaran : seikhlasnya
📆 Waktu Pendaftaran : 1 - 15 Mei 2024
📌 Cara Pendaftaran :
* Format (Nama_Usia_TempatTinggal)
* Kirim ke 0822-4144-1197 (WA)
* Ikuti intruksi selanjutnya
Penyelenggara :
* Rumah Sahabat Qur'an
Media Partner
* Muslim.or.id
🔄 Silakan boleh di share
Inilah akidah seluruh ulama Ahlussunnah di masa awal-awal Islam, Imam Ibnu Abdil Barr rahimahullah (wafat 463 H) mengatakan:
“Ahlussunnah telah ber-ijma’ (sepakat), dalam mengikrarkan dan mengimani semua sifat-sifat Allah yang datang dalam Alquran dan Assunnah.
Mereka memaknai sifat-sifat itu dengan makna hakiki, bukan dengan makna majazi, dan mereka tidak mem-bagaimana-kan satupun dari sifat-sifat itu. Mereka juga tidak membatasi Allah dengan sifat yang terbatas.
Adapun para ahli bid’ah, Jahmiyah, Mu’tazilah, dan Khawarij: mereka semua mengingkari sifat-sifat itu, mereka tidak memaknainya dengan makna hakiki, bahkan beranggapan bahwa orang yang mengikrarkan sifat-sifat itu sebagai ‘musyabbih’ (orang yang menyerupakan Allah dengan makhluk). Sebaliknya, mereka di mata orang-orang yang menetapkan sifat-sifat itu adalah orang-orang yang meniadakan sesembahannya.
Dan kebenaran ada di pihak mereka yang mengatakan dengan apa yang dikatakan oleh Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya, merekalah para imam (ahlussunnah wal) jama’ah, walhamdulillah”. [Lihat: Attamhid libni Abdil Barr 7/145].
Jadi, jika Anda merasa asing di zaman akhir ini, karena berpegang teguh dengan akidah ini, maka tidak perlu bersedih, karena sebenarnya Anda telah bersama seluruh ulama ahlussunnah wal jama’ah di zaman awal Islam.
”Orang yang zuhud bukanlah orang yang meninggalkan kelelahan-kelelahan dunia dan beristirahat darinya. Tetapi orang yang zuhud adalah orang yang meninggalkan dunia, dan berpayah-payah di dunia untuk akhirat.”
Abu Sulaiman rahimahullah
Jami’ul ‘Ulum Wal Hikam (2/198)
PENDAFTARAN KAMPUS TAHFIZH PROGRAM REGULER ANGKATAN 28 OFFLINE & ONLINE TELAH DIBUKA
Formulir pendaftaran
https://kampustahfizh.id/
Narahubung Pusat YPIA Academy:
https://wa.me/6281392658080
📡 Broadcasted by:
| Kampus Tahfizh Yogyakarta
| YPIA Academy
Kondisi Hati Yang Dihuni Oleh Tauhid
Tauhid merupakan nikmat terbesar yang dianugerahkan Allah Ta’ala kepada seorang hamba. Di awal surah an-Nahl yang juga dinamakan dengan surah an-Ni’am (berbagai kenikmatan), Allah Ta’ala berfirman,
يُنَزِّلُ الْمَلَائِكَةَ بِالرُّوحِ مِنْ أَمْرِهِ عَلَىٰ مَن يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ أَنْ أَنذِرُوا أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا فَاتَّقُونِ
“Dia menurunkan para malaikat dengan (membawa) wahyu dengan perintah-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya, yaitu “Peringatkanlah olehmu sekalian, bahwasanya tidak ada sesembahan (yang hak) melainkan Aku, maka hendaklah kamu bertakwa kepada-Ku.” (QS. An-Nahl: 2)
Inilah kenikmatan pertama yang disebutkan dalam surah tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa taufik untuk bertauhid merupakan kenikmatan terbesar yang dianugerahkan oleh Allah kepada seorang hamba. Sufyan bin Uyainah rahimahullah menyatakan,
مَا أنْعَمَ الله على العِبادِ نِعْمَةً أعْظَمَ من أنْ عرّفَهُم لا إلَهَ إلّا الله
“Tidak ada kenikmatan yang dianugerahkan Allah kepada hamba melebihi anugerah makrifat (ilmu) terhadap esensi kalimat tauhid laa ilaha illallah.” (Lihat Kalimat al-Ikhlas, hal. 53; karya Ibnu Rajab)
Hati merupakan hunian (tempat tinggal) bagi tauhid, mahabbah (rasa cinta), dan keimanan. Cahaya tauhid akan menyucikan hati, karena tauhid yang terpatri di dalam hati mengandung pengingkaran terhadap penyembahan yang batil kepada selain Allah dan penetapan adanya penyembahan yang hak (benar) hanya kepada Allah saja. Inilah intisari dan esensi dari kalimat tauhid “laa ilaha illallah” serta merupakan perkara terbaik yang diperoleh dan dicapai oleh hati dan jiwa.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau menuturkan,
قِيلَ يا رَسولَ اللَّهِ مَن أسْعَدُ النَّاسِ بشَفَاعَتِكَ يَومَ القِيَامَةِ؟ قالَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: لقَدْ ظَنَنْتُ يا أبَا هُرَيْرَةَ أنْ لا يَسْأَلُنِي عن هذا الحَديثِ أحَدٌ أوَّلُ مِنْكَ لِما رَأَيْتُ مِن حِرْصِكَ علَى الحَديثِ أسْعَدُ النَّاسِ بشَفَاعَتي يَومَ القِيَامَةِ، مَن قالَ لا إلَهَ إلَّا اللَّهُ، خَالِصًا مِن قَلْبِهِ، أوْ نَفْسِهِ
“Terdapat satu pertanyaan yang diajukan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berbahagia dengan syafaatmu pada hari kiamat?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Aku telah menduga wahai Abu Hurairah, bahwa tidak ada orang yang mendahuluimu dalam menanyakan masalah ini. Karena aku melihat Engkau sangat tertarik terhadap hadis. Orang yang paling berbahagia dengan syafaatku pada hari kiamat adalah orang yang mengucapkan “laa ilaaha illallah” dengan ikhlas dari hatinya atau jiwanya.” (HR. Bukhari no. 99)
Dari Mu’adz radhiyallahu ‘anhu, beliau menuturkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ صَادِقًا مِنْ قَلْبِهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Setiap orang yang meninggal dan bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah dengan jujur dari hati, niscaya dia masuk surga.” (HR. Ahmad no. 22003, dinilai sahih oleh Al-Albani dalam Silsilah ash-Shahihah no. 2278)
Tauhid inilah yang menjadi tujuan utama penciptaan makhluk dan menjadi misi utama diutusnya para rasul, sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Ta’ala,
وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya, “Bahwasanya tidak ada sesembahan (yang berhak disembah) melainkan Aku, maka sembahlah Aku.” (QS. Al-Anbiya’: 25)
Lanjur baca: https://muslim.or.id/93497-kondisi-hati-yang-dihuni-oleh-tauhid.html
Ust. M. Saifudin Hakim
Tahdzir Terhadap Dai Menyimpang, Bukan Berarti Merasa Suci
Ketika ada ulama atau ustaz yang memperingatkan umat terhadap bahaya dai yang menyimpang, bukan berarti ulama atau ustadz tersebut menganggap dirinya suci.
Yahya bin Ma’in Rahimahullah, seorang ulama ahlul hadis, imam dalam jarh wat ta’dil. Penilaian-penilaian Yahya bin Ma’in Rahimahullah sangat diperhitungkan dalam menilai status perawi hadis. Walaupun demikian, beliau mengatakan,
“Sesungguhnya kami mencela (menyebutkan jarh) orang-orang (yaitu para perawi hadis) yang bisa jadi akan menjejakkan kaki mereka di surga 200 tahun lebih dahulu” (Muqaddimah Ibnu Shalah, tahqiq Dr. Aisyah Abdurrahim, hal. 656).
Beliau tidak merasa lebih baik dari para perawi yang beliau kritik.
Maka jika ada ulama atau ustaz ahlussunnah yang memperingatkan umat agar menjauhi seorang yang menyimpang atau dai yang sesat, bukan berarti ulama atau ustaz ahlussunnah tersebut menyucikan dirinya, merasa pasti lebih baik, “mengaveling surga”, merasa lebih saleh atau semisalnya. Tidak sama sekali.
Urusan surga, bisa jadi yang dikritik atau di-tahdzir itu lebih dulu masuk surga, lebih mulia derajatnya, lebih saleh. Karena tidak ada yang mengetahui perkara surga kecuali Allah Ta’ala, dan tidak ada yang mengetahui bagaimana akhir kehidupan setiap manusia kecuali Allah Ta’ala.
Namun tetap saja, penyimpangan dan kesesatan perlu diingkari dan diperingatkan. Untuk melindungi umat dari penyimpangan dan untuk menjaga kemurnian agama.
Sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullah ketika ada yang bertanya kepada beliau, “Anda lebih menyukai ketika seseorang yang rajin puasa, rajin salat dan rajin iktikaf ataukah ia bicara tentang ahlul bidah?” Imam Ahmad Rahimahullah menjawab,
“Jika seseorang beribadah, salat, iktikaf, maka itu semua untuk dirinya sendiri. Namun, jika ia bicara tentang ahlul bidah, maka itu manfaatnya untuk kaum Muslimin, ini yang lebih utama.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah mengomentari perkataan ini, beliau berkata,
“Imam Ahmad menjelaskan bahwa menjelaskan penyimpangan ahlul bidah ini manfaatnya luas untuk kaum Muslimin, dan termasuk jihad fii sabilillah. Karena memurnikan jalan Allah, agama Allah, memurnikan cara beragama, memurnikan syariat-Nya, serta mencegah kezaliman dari musuh-musuh Allah yang merusak agama, ini adalah wajib kifayah menurut kesepakatan ulama. Jika tidak ada orang yang Allah jadikan sebagai pembela agamanya, untuk mencegah dari bahaya mereka, maka agama akan rusak” (Majmu Al Fatawa, 28: 231-232).
Dari sini juga kita paham bahwa dalam menjelaskan penyimpangan ahlul bid’ah dan memperingatkan umat dari dai sesat, butuh kepada niat yang ikhlas. Yaitu untuk menjaga kemurnian agama dan melindungi umat dari kesesatan.
Jangan sampai niat dikotori oleh urusan pribadi, sakit hati, menumpahkan emosi, mencari popularitas, mencari pujian, dan niat-niat yang batil yang lainnya.
Semoga Allah Ta’ala memberi taufik.
https://muslim.or.id/67830-tahdzir-terhadap-dai-menyimpang-bukan-berarti-merasa-suci.html
Langkah Menyederhanakan Hati (Bag. 1)
Secara ringkas, menyederhanakan hidup telah menjadi jurus yang marak digandrungi untuk menghindari dampak negatif hidup autopilot. Tidak hanya menyederhanakan barang dan konsumsi, namun juga menyederhanakan hati, karena menata hati = menata hidup.
Silakan baca artikelnya lewat tautan berikut
https://muslim.or.id/93862-langkah-menyederhanakan-hati-bag-1.html
Apa yang harus dilakukan saat HP berbunyi ketika shalat?
https://youtu.be/LhG0zlnRSuA
Fikih Transaksi Gadai (Bag.1) : Definisi, Hukum, dan Dalil Pensyariatannya
Agama Islam telah mengatur segala bentuk muamalah terhadap harta. Satu di antara banyaknya muamalah yang diatur oleh agama Islam adalah berkaitan dengan transaksi gadai. Sehingga, kaum muslimin dituntut untuk mempelajari tentang transaksi ini dengan dilandaskan ilmu yang diajarkan agama Islam.
Silakan baca artikelnya lewat tautan berikut
https://muslim.or.id/93551-fikih-transaksi-gadai-bag-1-definisi-hukum-dan-dalil-pensyariatannya.html
“Hati itu seperti periuk yang mendidih dengan isinya, sedangkan lidah itu adalah gayungnya. Maka, perhatikanlah seseorang ketika berbicara, karena sesungguhnya lidahnya itu akan mengambilkan untukmu apa yang ada di dalam hatinya, manis, pahit, tawar, asin, dan lainnya. Pengambilan lidahnya akan menjelaskan kepadamu rasa hatinya.”
Yahya bin Mu’adz
Hilyatul Au’iyaa’, 10/63
Dampak Lenyapnya Tauhid
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّهُۥ مَن يُشْرِكْ بِٱللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ ٱللَّهُ عَلَيْهِ ٱلْجَنَّةَ وَمَأْوَىٰهُ ٱلنَّارُ ۖ وَمَا لِلظَّـٰلِمِينَ مِنْ أَنصَارٍۢ
“Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka Allah haramkan atasnya surga dan tempat tinggalnya adalah neraka, dan tidak ada bagi orang-orang zalim itu penolong.” (QS. Al-Ma’idah: 72)
Tatkala tauhid adalah sebab utama keselamatan dan kunci kebahagiaan, maka kehilangan tauhid merupakan musibah dan petaka terbesar bagi seorang hamba. Oleh sebab itu, Khalilur Rahman, Ibrahim ‘alaihis salam berdoa kepada Allah untuk diselamatkan dari jurang kemusyrikan. Allah menceritakan doa beliau dalam firman-Nya,
وَٱجْنُبْنِى وَبَنِىَّ أَن نَّعْبُدَ ٱلْأَصْنَامَ
“Jauhkanlah aku dan anak keturunanku dari menyembah patung.” (QS. Ibrahim: 35)
Tatkala tauhid merupakan sebab utama keselamatan dan kunci kebahagiaan, maka melalaikan dakwah tauhid adalah sebab utama kegagalan dakwah. Karenanya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam -dan para rasul yang lain- menjadikan dakwah tauhid sebagai misi utama dan tugas pokok mereka di atas muka bumi ini. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَآ أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِىٓ إِلَيْهِ أَنَّهُۥ لَآ إِلَـٰهَ إِلَّآ أَنَا۠ فَٱعْبُدُونِ
“Tidaklah Kami mengutus sebelum kamu seorang rasul pun, melainkan kami wahyukan kepada mereka bahwa tidak ada sesembahan yang benar selain Aku. Maka, sembahlah Aku saja.” (QS. Al-Anbiya’: 25)
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Maka, setiap kitab suci yang diturunkan kepada setiap nabi yang diutus, semuanya menyuarakan bahwa tidak ada ilah (yang benar), selain Allah. Akan tetapi, kalian -wahai orang-orang musyrik- tidak mau mengetahui kebenaran itu dan kalian justru berpaling darinya…” “Maka, setiap nabi yang diutus oleh Allah mengajak untuk beribadah kepada Allah semata dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Bahkan, fitrah pun telah mempersaksikan kebenaran hal itu. Adapun orang-orang musyrik, mereka sama sekali tidak memiliki hujah/landasan yang kuat atas perbuatannya. Hujah mereka tertolak di sisi Rabb mereka. Mereka layak mendapatkan murka Allah dan siksa yang amat keras dari-Nya.” (lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 5: 337-338 cet. Dar Thaibah)
Sehingga, memprioritaskan dakwah tauhid adalah sebuah keniscayaan. Karena meninggalkan atau melalaikan dakwah tauhid akan berujung kepada kehancuran. Mereka yang memandang sebelah mata kepada dakwah tauhid, atau mereka yang menganggap dakwah tauhid telah ketinggalan zaman dan tidak memberikan solusi konkret bagi problem-problem kekinian, seolah-olah mereka ingin mengatakan bahwa kejayaan Islam dan kesuksesan umat bisa diraih tanpa pemurnian tauhid dan pembenahan akidah?!
Selengkapnya: https://muslim.or.id/90838-dampak-lenyapnya-tauhid.html
Ust. Ari Wahyudi
“Sesungguhnya Allah ‘Azza Wa Jalla telah mengutus para Rasul-Nya, menurunkan kitab-kitab-Nya, menciptakan langit-langit dan bumi, agar Dia dikenal, diibadahi, ditauhidkan, dan agar agama itu semuanya bagi Allah, semua ketaatan untuk-Nya, dan dakwah hanya untuk-Nya.”
Imam Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah rahimahullah
Ad-Da’ wad Dawa’, hal:196, tahqiq Syekh Ali bin Hasan, penerbit: Dar Ibnil Jauzi
Kiat Selamat dari Fitnah Akhir Zaman
Sesungguhnya kita hidup di penghujung zaman. Zaman di mana fitnah syahwat dan syubhat merajalela. Zaman di mana seorang muslim tidak henti-hentinya diterjang berbagai macam fitnah dan ujian. Zaman di mana kebenaran seringkali menjadi kabur dan kemaksiatan serta perbuatan dosa dihias dan dipercantik seolah-olah indah dan baik untuk dilakukan.
Silakan baca artikelnya lewat tautan berikut
https://muslim.or.id/93515-kiat-selamat-dari-fitnah-ahir-zaman.html
Penjelasan Kitab Ta’jilun Nada (Bag. 6): Fi’il Amr
Ibnu Hisyam mengatakan,
وَأَمْرٌ يُعْرَفُ بِدَلَالَتِهِ عَلَى الطَّلَبِ مَعَ قَبُوْلِهِ يَاءَ المُخَاطَبَةِ
“Fi’il amr bisa diketahui dengan adanya permintaan untuk melakukan perbuatan dan kata tersebut bisa bersambung dengan يَاءُ المُخَاطَبَةِ (huruf ya’ yang menunjukkan perempuan satu orang yang diajak berbicara).”
Silakan baca penjelasannya di artikel berikut
https://muslim.or.id/93537-penjelasan-kitab-tajilun-nada-bag-6-fiil-amr.html
Merasa Diawasi Allah
Keyakinan bahwa Allah senantiasa melihat seorang hamba dan juga mengawasi gerak-gerik dirinya merupakan penghalang terbesar dari bermaksiat kepada-Nya. Dia senantiasa ingat bahwa tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari-Nya. Bahkan, hampir dalam setiap lembaran mushaf Al-Quran yang mulia terdapat ancaman yang besar dan peringatan yang tegas tentang hal ini.
Silakan baca artikelnya lewat tautan berikut
https://muslim.or.id/93489-merasa-diawasi-allah.html