Raihlah Ikhlas dan Takwa dari Sembelihan Kurban
Ketahuilah, yang ingin dicapai dari ibadah kurban adalah keikhlasan dan ketakwaan, dan bukan hanya daging atau darahnya. Allah Ta’ala berfirman,
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (QS. Al Hajj: 37)
Ingatlah, bukanlah yang dimaksudkan hanyalah menyembelih saja dan yang Allah harap bukanlah daging dan darah kurban tersebut karena Allah tidaklah butuh pada segala sesuatu dan dialah yang pantas diagung-agungkan.
Yang Allah harapkan dari kurban tersebut adalah keikhlasan, ihtisab (selalu mengharap-harap pahala dari-Nya) dan niat yang saleh. Oleh karena itu, Allah katakan (yang artinya), “ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapai rida-Nya”.
Inilah yang seharusnya menjadi motivasi ketika seseorang berkurban yaitu ikhlas, bukan riya’ atau berbangga dengan harta yang dimiliki, dan bukan pula menjalankannya karena sudah jadi rutinitas tahunan.
---
Mau ikut tebar kurban bersama YPIA?
Mulai dari 2jt-an, Anda bisa ikut berkurban untuk daerah yang minim/ tidak ada kurban, daerah kristenisasi, dan daerah binaan asatidz YPIA.
Informasi lebih lanjut silakan hubungi:
https://wa.me/628157639446
Barakallahu fiikum
“Setiap orang sesudah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dapat diambil dan ditinggalkan perkataannya, kecuali perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Imam Malik bin Anas rahimahullah
Jami’ Bayan al-‘Ilmi wa Fadhlih, 2/91
Tetaplah Berkurban Ketika Mampu Walau Hukum Kurban Sunah
Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jika telah masuk 10 hari pertama dari Zulhijah dan salah seorang di antara kalian berkeinginan untuk berkurban, maka janganlah ia menyentuh (memotong) rambut kepala dan rambut badannya (diartikan oleh sebagian ulama: kuku) sedikit pun juga.” (HR. Muslim no. 1977)
Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata, “Dalam hadis ini adalah dalil bahwasanya hukum kurban tidaklah wajib karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian ingin menyembelih kurban …”. Seandainya menyembelih kurban itu wajib, beliau akan bersabda, “Janganlah memotong rambut badannya hingga ia berkurban (tanpa didahului dengan kata-kata: Jika kalian ingin …, pen)”.” (Disebutkan oleh Al Baihaqi dalam Al Kubra, 9:263)
Walau menurut pendapat mayoritas ulama hukum berkurban itu sunah, tetaplah berkurban apalagi mampu. Untuk orang yang mampu dan kaya mengeluarkan 2 juta rupiah untuk kurban kambing atau patungan sapi sebenarnya begitu mudah. Tinggal niatnya saja yang perlu dikuatkan.
---
Mau ikut tebar kurban bersama YPIA?
Mulai dari 2jt-an, Anda bisa ikut berkurban untuk daerah yang minim/ tidak ada kurban, daerah kristenisasi, dan daerah binaan asatidz YPIA.
Informasi lebih lanjut silakan hubungi:
https://wa.me/628157639446
Barakallahu fiikum
“Aku hanyalah seorang manusia, terkadang benar dan salah. Maka, telitilah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai dengan al-Quran dan sunnah Nabi, maka ambillah. Dan jika tidak sesuai dengan keduanya, maka tinggalkanlah.”
Imam Malik bin Anas rahimahullah
Jami’ Bayan al-‘Ilmi wa Fadhlih, 2/32
Kesombongan Menghalangi Hidayah
Pembaca yang budiman, a’azzaniyallahu wa iyyakum, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengabarkan dalam sebuah hadits bahwa tidak akan masuk surga orang yang ada di dalam hatinya terdapat kesombongan. Beliau Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “tidak akan masuk surga, orang yang ada di dalam hatinya sebesar biji sawi kesombongan”. Lalu ada seorang lelaki dari sahabat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berkata: “wahai Rasulullah, salah seorang dari kami ingin agar bajunya bagus, demikian pula sandalnya bagus, apakah itu termasuk kesombongan wahai Rasulullah?”. Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘Sesungguhnya Allah itu indah dan mencintai keindahan. Adapun kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia“ (HR. Muslim, no.91).
Dalam hadits ini Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengabarkan bahwa kesombongan menghalangi seseorang untuk masuk ke dalam surga. Dan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga menjelaskan hakikat kesombongan, bahwa kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan menganggap remeh manusia. Ketika suatu kebenaran telah sampai kepada seseorang, berupa Al Qur’an dan hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, kemudian ia menolaknya karena kelebihan yang ia miliki atau kedudukan yang ia miliki. Maka ini menunjukkan adanya kesombongan dalam dirinya.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengatakan, sombong itu menolak kebenaran, dan kebenaran itu adalah apa yang datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, berupa Al Qur’an dan hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Betapa banyak kesombongan yang menyebabkan seseorang terhalang dari kebenaran. Lihatlah iblis la’anahullah, ia tidak mau sujud kepada Nabi Adam ‘alaihissalam karena kesombongan yang ada dalam hatinya. Allah Ta’ala berfirman: “ia enggan dan sombong sehingga ia pun termasuk orang-orang kafir” (QS. Al Baqarah: 34). Lihatlah Fir’aun, ia merasa merasa sombong dengan kelebihannya, ia merasa sombong dengan kedudukan yang ia miliki. Sehingga ia menolak dakwah yang disampaikan Nabi Musa ‘alaihisshalatu was salam. “Kami utus Musa dan Harun kepada Fir’aun dan pemuka-pemuka kaumnya, dengan (membawa) tanda-tanda (mukjizat-mukjizat) Kami, maka mereka menyombongkan diri dan mereka adalah orang-orang yang berdosa” (QS. Yunus: 75). Maka lihatlah wahai saudaraku, orang yang bersombong diri biasanya ia tidak bisa mendapatkan hidayah dari Allah Subhaanahu wa Ta’ala.
Dan Subhaanallah… dalam hadits ini seorang sahabat bertanya kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, “wahai Rasulullah, salah seorang dari kami ingin agar bajunya bagus, demikian pula sandalnya bagus, apakah itu termasuk kesombongan?”. Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam seakan mengatakan, “itu bukan kesombongan, Allah itu indah dan mencintai keindahan”. Artinya pakaian yang bagus bukan termasuk kesombongan sama sekali, bahkan itu suatu hal yang dicintai oleh Allah karena menunjukkan keindahan sebagai suatu nikmat yang diberikan oleh Allah. Bahkan memperlihatkan kenikmatan adalah bentuk rasa syukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah suka melihat tampaknya bekas nikmat Allah pada diri hamba-Nya” (HR. Tirmidzi, no.2819. Ia berkata: “hasan”, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Al Jami’).
Akan tetapi kesombongan itu ketika seseorang menolak kebenaran atau ia menganggap remeh orang lain. Baik karena orang yang ia remehkan itu miskin atau ia lebih rendah derajatnya dalam masalah ilmu dan amalan shalih.
Lanjut baca: https://muslim.or.id/27448-kesombongan-menghalangi-hidayah.html
Ust. Abu Yahya Badrusalam, Lc.
Kurban di Daerah Domisili atau Daerah Lain?
Pertimbangan berkurban di daerah yang kita tinggali atau kurban di daerah lain, kita lihat mana yang lebih besar maslahatnya. Di antaranya, dengan melihat masyarakat mana yang lebih fakir dan butuh daging kurban. Karena sasaran yang dimaksudkan dalam penetapan hukum syar’i ini adalah kemaslahatan. Mana yang maslahatnya lebih besar, itulah yang kita pilih.
Terlebih, tidak ditemukannya dalil eksplisit (nash) yang membatasi kurban harus di daerah domisili. Syekh As-Sa’di menerangkan dalam Mandzumah Qawaid Fiqhiyyah,
“Agama ini dibangun di atas maslahat. Baik dalam rangka mendatangkan maslahat atau mencegah mudharat. Bila terjadi pertemuan antara sejumlah maslahat. Maka dahulukan mana yang lebih besar maslahatnya."
Maka menimbang hal tersebut di atas, apabila daerah lain dipandang lebih miskin dan lebih butuh, atau karena alasan lain di sana ada kerabat kita (dalam rangka silaturahim), maka boleh berkurban di daerah tersebut. Karena apabila zakat saja yang hukumnya wajib, berdasarkan kesepakatan ulama (ijma’), boleh dioper ke daerah lain yang lebih membutuhkan, terlebih sembelihan kurban yang hukumnya sunah.
---
Mau ikut tebar kurban bersama YPIA?
Mulai dari 2jt-an, Anda bisa ikut berkurban untuk daerah yang minim/ tidak ada kurban, daerah kristenisasi, dan daerah binaan asatidz YPIA.
Informasi lebih lanjut silakan hubungi:
https://wa.me/628157639446
Barakallahu fiikum
Imam Ibnul Qayyim menjelaskan jenis jihad ditinjau dari objeknya dengan menyatakan bahwa jihad memiliki empat tingkatan, yaitu:
1. Jihad memerangi hawa nafsu,
2. Jihad memerangi setan,
3. Jihad memerangi orang kafir,
4. Jihad memerangi orang munafik.
Namun dalam keterangan selanjutnya Ibnul Qayyim menambah dengan jihad melawan pelaku kezaliman, bid’ah dan kemungkaran.
[Zaadul Ma’ad Fi Hadyi Khoiril ‘Ibaad, 3/9-10]
Penjelasan Kitab Ta’jilun Nada (Bag. 7): Fi’il Amr (Lanjutan)
https://muslim.or.id/95043-penjelasan-kitab-tajilun-nada-bag-7-fiil-amr-lanjutan.html
Tatacara Bersuci untuk Salat Ketika di Pesawat
Bagaimana tatacara bersuci untuk salat ketika di pesawat? Harus wudu atau boleh dengan tayamum?
Silakan baca penjelasannya di artikel berikut
https://muslim.or.id/95041-tatacara-bersuci-untuk-salat-ketika-di-pesawat.html
“Seandainya cintamu (kepada Allah) sejati maka kamu akan mentaatiNya, sesungguhnya orang yang cinta pada siapa yang dicintainya maka akan dibuktikan dengan ketaatan padanya."
Al-Imam Ibnul Mubarak
Tazkiyatun Nufuus, 105
Kaum muslimin yang kami muliakan, syukur yang sebenarnya tidaklah cukup hanya dengan mengucapkan “alhamdulillah”. Namun hendaknya seorang hamba bersyukur dengan hati, lisan dan anggota badannya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Qudamah rahimahullah, “Syukur (yang sebenarnya) adalah dengan hati, lisan dan anggota badan. (Minhajul Qosidin, hal. 305)
Читать полностью…Menjaga Agama di Tengah Maraknya Penyimpangan
Dari generasi ke generasi, tetap saja ada manusia yang condong kepada kekeliruan dalam memahami agama yang mulia ini. Bahayanya, manusia-manusia seperti itu dapat mempengaruhi agama seseorang yang semula lurus dan benar kemudian terjerumus dalam kesesatan yang nyata. Wal-‘iyadzubillah.
Silakan baca artikelnya lewat tautan berikut
https://muslim.or.id/94990-menjaga-agama-di-tengah-maraknya-penyimpangan.html
Apakah Inti Kebahagiaan Itu?
Seseorang yang telah ditakdirkan meraih kebahagiaan, maka dia akan dimudahkan dan diberi taufik untuk melakukan kebaikan. Sebaliknya, seseorang yang ditakdirkan sengsara, akan melakukan aktivitas keburukan.
Silakan baca penjelasannya di artikel berikut
https://muslim.or.id/93546-apakah-inti-kebahagiaan-itu.html
“Sesungguhnya imam mazhab yang empat bersepakat tentang keharaman al ma’azif, yaitu alat-alat hiburan, seperti ‘ud (banjo) dan semacamnya. Seandainya seseorang merusaknya, maka menurut mereka (imam mazhab yang empat) orang tersebut tidak diharuskan mengganti bentuk kerusakan. Bahkan menurut mereka haram memilikinya”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
Minhajus Sunnah, 3/439. Dinukil dari Tahruim alat Tharb, 99
Kaidah Fikih: Syariat Hadir untuk Kemaslahatan
Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah (wafat th. 1421) pernah berkata,
“Tidak ada satu pun perkara yang Allah dan Rasul-Nya perintahkan, melainkan padanya terdapat kemaslahatan (kebaikan). Dan tidaklah ada satu perkara pun yang Allah dan Rasul-Nya larang, melainkan ada kemaslahatan jika hal tersebut tidak ada.” [Syarah Riyadusshalihin, 3:533]
Silakan baca artikelnya lewat tautan berikut
https://muslim.or.id/94963-kaidah-fikih-syariat-hadir-untuk-kemaslahatan.html
Perintah kepada Para Pemuda untuk Menikah (Bag. 1)
“Wahai sekalian pemuda, siapa saja di antara kalian yang telah memiliki kemampuan, maka hendaklah dia menikah, karena menikah itu dapat menundukkan pandangan, dan juga lebih bisa menjaga kemaluan. Namun, siapa saja yang belum mampu, hendaklah dia berpuasa, sebab hal itu dapat meredakan nafsunya.” (HR. Bukhari no. 1905, 5065, 5066, dan Muslim no. 1905)
Silakan baca penjelasannya di artikel berikut
https://muslim.or.id/94980-hadis-perintah-kepada-para-pemuda-untuk-menikah-bag-1.html
Kaidah Fikih: Hukum Wasilah (Sarana) Tergantung pada Tujuan-Tujuannya
Kaidah kali ini akan menjelaskan bahwa wasilah atau perantara di dalam syariat Islam terkena hukum yang lima. Baik wajib, sunah, mubah, makruh, dan haram. Sehingga, wasilah terkena hukum yang lima tersebut sesuai dengan tujuannya. Jika tujuannya adalah hal yang wajib, maka wasilah pun menjadi hal yang wajib, dan begitu seterusnya.
Silakan baca penjelasannya di artikel berikut
https://muslim.or.id/95139-kaidah-fikih-hukum-wasilah-sarana-tergantung-pada-tujuan-tujuannya.html
Memperbaiki Hati dan Mengokohkan Iman dengan Al-Quran
Di antara cara dan metode untuk memperbaiki kondisi hati kita, juga untuk menambah, mempertebal, dan mengokohkan iman adalah dengan membaca Al-Quran dan merenungi makna ayat-ayatnya. Karena Al-Quran diturunkan oleh Allah Ta’ala bagi hamba-hamba-Nya sebagai rahmat, petunjuk, kabar gembira, serta pengingat bagi orang-orang yang mau mengingat Allah.
Silakan baca artikelnya lewat tautan berikut
https://muslim.or.id/95175-memperbaiki-hati-dan-mengokohkan-iman-dengan-al-quran.html
Makna Kemerdekaan bagi Seorang Muslim
Dalam Islam, makna kemerdekaan lebih jauh dari sekedar kemerdekaan sebuah negara dan bangsa. Dalam Islam, kemerdekaan adalah tatkala seorang hamba bebas melakukan ketaatan kepada Allah Ta’ala tanpa adanya suatu penghalang apa pun. Dalam Islam, kemerdekaan adalah tatkala seorang muslim tidak memiliki penghalang antara dirinya dan surga Allah Ta’ala.
Silakan baca artikelnya lewat tautan berikut
https://muslim.or.id/95100-makna-kemerdekaan-bagi-seorang-muslim.html
"Jihad memerangi jiwa didahulukan dari jihad memerangi musuh-musuh Allah yang di luar (jiwa), dan menjadi induknya. Karena orang yang belum berjihad (memerangi) jiwanya terlebih dahulu untuk melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan serta belum memeranginya di jalan Allah, maka ia tidak dapat memerangi musuh yang di luar.
Bagaimana ia mampu berjihad memerangi musuhnya padahal musuh yang di sampingnya berkuasa dan menjajahnya serta belum ia jihadi dan perangi. Bahkan tidak mungkin ia dapat berangkat memerangi musuhnya sebelum ia berjihad memerangi jiwanya untuk berangkat berjihad?”
Ibnul Qayyim rahimahullah
Zaad Al Ma’ad, 3/6
Menikah adalah Sunah Nabi
"...Demi Allah, sungguh aku adalah orang yang paling takut kepada Allah dan paling bertakwa kepada-Nya dibandingkan kalian. Akan tetapi, terkadang aku puasa dan terkadang aku tidak berpuasa; aku salat dan aku juga tidur; dan aku juga menikah dengan wanita. Siapa saja yang membenci sunahku, maka dia bukan termasuk golonganku.” (HR. Bukhari no. 5063 dan Muslim no. 1401)
Silakan baca penjelasannya di artikel berikut
https://muslim.or.id/94907-hadis-menikah-adalah-sunah-nabi.html
Ikuti, Webinar
| Kajian Umum Bahasa Arab dan Keislaman (KAUMAN) |
📙 Bertemakan:
"Tips Belajar Ilmu Nahwu & Sharaf Bagi Mahasiswa serta Khalayak Umum" ✨
🎙️ Narasumber:
Ustadz Dr. Rizki Abu Kunaiza, M.A. -hafizhahullah-
(Doktor Bidang Nahwu King Saud University, Dosen IOU dan STDIIS Jember)
⏰ Waktu:
Hari Ahad, 18 Dzulqa’dah 1445 H / 26 Mei 2024
Ba’da ‘Isya, Pkl. 19.45 WIB s.d. selesai
📡 Media:
▪️ Teleconference Meeting dg Aplikasi ZOOM
▪️ Live Streaming via Youtube YPIA Academy
👥 Peserta
Terbuka untuk umum, Putra & Putri
Free, tidak ada syarat harus follow atau share ke medsos
📝 Pendaftaran:
Putra: https://bit.ly/daftar-tipsnahwusharaf-pa
Putri: https://bit.ly/daftar-tipsnahwusharaf-pi
💡 Informasi
📲 Silakan hubungi admin MUBK:
| Putra: 085786599931
| Putri: 081388982734
| Narahubung YPIA Academy: 081392658080
_____
✒️ Diselenggarakan oleh:
Ma'had Umar bin Khattab Yogyakarta
Yayasan Pendidikan Islam Al Atsari
🔗 Bekerja sama dengan:
Nadwa Abu Kunaiza
📣 Media Partner:
| FKIM | FKKA | Muslim.or.id | Muslimah.or.id |
🌐 Media Sosial:
* Website: mahadumar.id
* Facebook: Ma’had ‘Umar bin Khattab Yogyakarta
* Telegram: t.me/mubkjogja
* Twitter & Instagram: @mubkjogja
🔻 Grup WhatsApp:
* Putra: bit.ly/mubkputera4
* Putri: bit.ly/mubkputeri4
“Jihad hakikatnya adalah bersungguh-sungguh mencapai sesuatu yang Allah cintai berupa iman dan amal saleh dan menolak sesuatu yang dibenci Allah berupa kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan”
Ibnu Taimiyah rahimahullah
Majmu’ Al Fatawa, 10/191
Penyimpangan Terhadap Asmaul Husna
Allah subhanahu wa ta’ala memiliki nama-nama yang indah. Di dalam bahasa Arab disebut dengan Asmaul Husna (الأَسْمَاءُ الْحُسْنَى). Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
{ وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ }
Artinya: “Hanya milik Allah Asmaul Husna. Oleh karena itu, bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asmaul Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS Al-A’râf : 180)
Untuk mengenal nama-nama tersebut haruslah merujuk kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Al-Qur’an adalah kalamullah (perkataan Allah). Allah lebih tahu tentang diri-Nya daripada seluruh makhluk-Nya. Begitu pula dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau lebih tahu tentang Allah daripada seluruh manusia.
Lanjut baca: https://muslim.or.id/14139-asmaul-husna.html
Ust. Sa'id Yai Ardiansyah, Lc.,M.A.
Hukum Bertayamum untuk Salat ketika Safar
Banyak dari kaum muslimin yang bertayamum untuk salat ketika mereka sedang safar, baik dengan bus, kapal, ataupun pesawat. Apakah hal itu dibenarkan? Apakah safar merupakan uzur/ alasan diperbolehkannya tayamum sebagai ganti dari wudu untuk salat?
Silakan baca penjelasannya di artikel berikut
https://muslim.or.id/95039-hukum-bertayamum-untuk-salat-ketika-safar.html
Kaum muslimin yang kami muliakan, seorang muslim sejati tidak pernah terlepas dari tiga keadaan yang merupakan tanda kebahagiaan baginya, yaitu bila dia mendapat nikmat maka dia bersyukur, bila mendapat kesusahan maka dia bersabar, dan bila berbuat dosa maka dia beristighfar. (Qowa’idul Arba’, hal. 01)
Читать полностью…Benarkah Harta Itu Sebagai Cobaan?
Semua sudah mengenal apa itu harta. Tidak ada seorang pun yang belum mengerti tentang hal ini. Kemasyhurannya telah menenggelamkan seluruh penjuru dunia. Kedudukan harta sangatlah tinggi dihati manusia, menjadi sesuatu yang sangat dicintai dan berharga bagi mereka. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ الْإِنْسَانَ لِرَبِّهِ لَكَنُودٌ (6) وَإِنَّهُ عَلَى ذَلِكَ لَشَهِيدٌ (7) وَإِنَّهُ لِحُبِّ الْخَيْرِ لَشَدِيدٌ (8)
“Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya, Dan Sesungguhnya anusia itu menyaksikan (sendiri) keingkarannya, Dan Sesungguhnya Dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta.” (Qs. Al-Aadiyat: 6-8)
Harta adalah satu tuntutan kebutuhan pokok manusia untuk hidup di setiap tempat dan zaman, kecuali di akhir zaman, dimana harta berlimpah ruah sehingga tidak ada seorangpun yang mau menerimanya karena tidak dapat memanfaatkannya. Waktu itu orang sangat semangat untuk sholat dan ibadah yang tentunya lebih baik dari dunia dan seisinya, karena mereka mengetahui dekatnya hari kiamat setelah turunnya nabi Isa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَ الَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَيُوْشِكَنَّ أَنْ يَنْزِلَ فِيْكُمُ ابْنُ مَرْيَمَ حَكَمًا مُقْسِطًا وَ إِمَامًا عَدْلاً فَيُكْسِرُ الصَّلِيْبَ وَ يَقْتُلُ الْخِنْزِيْرَ وَ يَضَعُ الْجِزْيَةَ وَ يَفِيْضُ الْمَالُ حَتَّى لاَ يَقْبَلَهُ أَحَدٌ وَ حَتَّى تَكُوْنَ السَّجْدَةُ الْوَاحِدَةُ خَيْرًا مِنَ الدُّنْيَا وَ مَا فِيْهَا
“Demi Dzat yang jiwaku ditangan-Nya, telah dekan turunnya Ibnu Maryam pada kalian sebagai pemutus hukum dan imam yang adil, lalu ia menghancurkan salib, membunuh babi, menghapus upeti dan harta melimpah ruah sehingga tidak ada seorang pun yang menerimanya, hingga satu kali sujud lebih baik dari dunia dan seisinya.” (HR Ahmad, dan At-Tirmidzi dan dinilai shahih oleh al-Albani dalam Shahih al-Jaami’ no. 7077)
Akan terjadi juga sebelumnya satu masa yang berlimpah rezeki hingga khalifah tidak menghitung hartanya dengan bilangan namun menyerahkannya dengan cidukan kedua telapak tangannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَكُونُ فِى آخِرِ أُمَّتِى خَلِيفَةٌ يَحْثِى الْمَالَ حَثْيًا لاَ يَعُدُّهُ عَدَدًا
“Akan datang diakhir umatku seorang khalifah yang menciduk harta dengan cidukan tidak menghitungnya dengan bilangan.” (HR Muslim no. 7499)
Semua orang telah mengetahui kegunaan harta di dunia, karenanya mereka berlomba-lomba mencarinya hingga melupakan mereka atau mereka lalai dari memperhatikan perkara-perkara penting yang berhubungan dengan harta. Perkara yang berhubungan dengan perintah dan larangan Allah dan Rasul-Nya, hingga akhirnya mereka tidak lagi memperhatikan mana yang halal dan mana yang haram. Hal ini telah dijelaskan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau,
يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لاَ يُبَالِي الْمَرْءُ مَا أَخَذَ مِنْهُ؛ أَمِنَ الحَلاَلِ أَمْ مِنَ الحَرَامِ؟!
Akan datang kepada manusia suatu zaman (ketika itu) seorang tidak lagi perduli dengan apa yang dia dapatkan, apakah dari yang halal atau haram?!
Selengkapnya:
https://muslim.or.id/2326-benarkah-harta-itu-sebagai-cobaan.html
Ust. Kholid Syamhudi, Lc.
Penjelasan pertama, hadis di atas dimaknai bagi orang-orang yang meyakini halalnya perbuatan tersebut (adanya istihlal dari pelaku). Kalau seseorang meyakini (memiliki i’tiqad) bahwa perbuatan tersebut halal, inilah yang menyebabkan pelakunya menjadi kafir.
Kaidah dalam masalah ini adalah maksiat itu berubah menjadi kekufuran ketika pelakunya meyakini halalnya perbuatan maksiat tersebut. Kalau dia bermaksiat, namun dia merasa bersalah, maka itu statusnya tetap maksiat.
Penjelasan kedua, yang kembali kepada dirinya adalah maksiat berupa pelecehan kepada saudaranya dan dosa maksiat akibat memvonis kafir saudaranya. Artinya, yang kembali kepada si penuduh adalah “maksiat menuduh kafir”.
Penjelasan ketiga, sebagian ulama memaknai hadis ini khusus untuk orang-orang khawarij yang suka mengkafirkan kaum muslimin. Ini menurut pendapat ulama yang mengatakan bahwa sekte khawarij itu kafir. Akan tetapi, pendapat ini lemah karena pendapat yang tepat adalah bahwa kaum khawarij itu tidak kafir sebagaimana kelompok ahlul bid’ah yang lainnya, meskipun mereka hobi mengkafirkan sesama muslimin.
Penjelasan keempat, maknanya adalah bahwa perbuatan itu akan mengantarkan kepada kekafiran. Hal ini karena maksiat adalah pos pengantar menuju kekafiran. Orang yang banyak dan terus-menerus berbuat maksiat dan tidak bertobat, maka dikhawatirkan lama-lama akan berujung kepada kekafiran.
Penjelasan kelima, yang kembali kepada dirinya sendiri adalah “vonis (tuduhan) kafir”, bukan maksudnya kalau dirinya menjadi benar-benar kafir. Hal ini karena ketika dia menuduh saudara sesama muslim dengan tuduhan kafir, maka seolah-olah dia sedang menuduh dirinya sendiri, karena muslim yang satu dengan yang lain bagaikan satu tubuh (satu badan).
Demikianlah lima penjelasan ulama tentang maksud hadis bahwa siapa saja yang menuduh saudara sesama muslim dengan tuduhan kafir, maka tuduhan kafir itu akan kembali kepada si penuduh.
Kesimpulan, perbuatan (suka) menuduh sesama muslim dengan tuduhan kafir adalah perkara maksiat yang berbahaya. Seharusnya kita menjauhkan diri kita dari perbuatan mengkafirkan sesama muslimin.
Disarikan dari kitab Afaatul Lisaan fii Dhau’il Kitaab was Sunnah, karya Syaikh Dr. Sa’id bin ‘Ali bin Wahf Al-Qahthani rahimahullahu Ta’ala, hal. 86-90.
https://muslim.or.id/50837-bahaya-mengkafirkan-sesama-kaum-muslimin.html