Biografi Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad [1/2]
Sejak dulu hingga sekarang Allah selalu mengutus dan membangkitkan manusia-manusia pilihan yang akan menyebarkan agama-Nya. Mulai dari Nabi Adam dan seluruh nabi, sampai para ulama rabbani. Untuk itu, pada kesempatan kali ini, kami menyajikan biografi salah satu dari mereka, para ulama rabbani yang hidup pada zaman ini. Beliau adalah Syaikh ‘Abdul Muhsin Al-Badr.
Nama dan nasab beliau
Beliau bernama ‘Abdul Muhsin bin Hamd bin ‘Abdil Muhsin bin ‘Abdillah bin Hamd bin ‘Utsman keluarga Badr, sedangkan keluarga Badr berasal dari keluarga Jalaas dari suku ‘Anazah, salah satu suku ‘Adnan.
Sementara ibu beliau adalah keponakan paman bapak beliau, yaitu Sulaiman bin ‘Abdillah bin Hamd bin ‘Utsman keluarga Badr.
Kakek kedua beliau yang bernama ‘Abdullah diberi julukan ‘Abbaad. Dan julukan tersebut juga disandarkan kepada sebagian anak keturunan beliau.
Kelahiran beliau
Beliau dilahirkan usai sholat ‘Isya malam Ahad, yang bertepatan dengan tanggal 3 Ramadhan 1353 H di sebuah kota bernama Zulfa, yang terletak di sebelah utara kota Riyadh.
Perjalanan beliau dalam menuntut ilmu dan mengajar
Beliau mengawali riwayat pendidikannya dengan belajar baca tulis di sebuah ‘kuttab’ (semacam TPA kalau di Indonesia) bersama para guru yang mulia.
Selesai mengenyam pendidikan di kuttab, beliau melanjutkan pendidikannya ke Madrasah Ibtidaiyah di Zulfa pada tahun 1368 H dan lulus pada tahun 1371 H. Setelah itu, beliau melanjutkan pendidikannya ke Ma’had Ar-Riyaadh Al-‘Ilmi, kemudian ke Kuliah Syari’ah di Riyadh.
Pada tahun terakhir kuliahnya, beliau ditunjuk sebagai pengajar di Ma’had Buraidah Al-‘Ilmi, yaitu pada tanggal 13 Jumadal Ula 1379 H, dan kembali ke Riyadh saat ujian akhir di Kuliah Syari’ah Riyadh.
Pada tahun 1380 H, beliau ditunjuk kembali sebagai pengajar. Namun, kali ini di Ma’had Ar-Riyaadh Al-‘Ilmi.
Ketika Universitas Islam Madinah didirikan, beliau dipilih oleh Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh sebagai pengajar di sana. Dan fakultas pertama yang dibuka di Universitas tersebut adalah Fakultas Syari’ah yang mengawali proses perkuliahannya pada hari Ahad, 2 Jumaada Tsani 1381 H. Sedangkan syaikh adalah orang yang pertama menyampaikan pelajaran pada hari itu, dan masih terus berlanjut sampai saat ini.
Pada tanggal 30 Rajab 1381 H, beliau ditunjuk sebagai Wakil Rektor Universitas Islam Madinah, atas pilihan Raja Faishol untuk menduduki posisi ini. Dalam pemilihan tersebut, beliau termasuk salah satu dari tiga orang yang dicalonkan oleh Syaikh Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz selaku Rektor Universitas saat itu.
Selama dua tahun, beliau menjabat sebagai Wakil Rektor di Universitas Islam Madinah. Selanjutnya, setelah Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz diangkat sebagai Ketua di Pusat Penelitian Ilmiah dan Pemberian Fatwa, beliau diangkat menjadi Rektor di Universitas. Beliau tetap menduduki posisi ini hingga 26 Syawwal 1399 H setelah sebelumnya beliau terus mendesak untuk mengundurkan diri.
Selama enam tahun ini, beliau tidak pernah kosong dari penyampaian dua pelajaran per pekan pada Fakultas Syari’ah tahun keempat.
Beliau mulai mengajar di Masjid Nabawi pada bulan Muharram 1406 H setelah sebelumnya beliau rutin menyampaikan pelajaran di sana pada musim haji sebagai pembekalan bagi jama’ah haji. Terhitung sampai musim panas tahun 1428 H, beliau telah sempurna menyampaikan syarah/penjelasan kitab Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abi Daud, Sunan An-Nasaa’i, serta ¾ kitab Jami’ at-Tirmidzi. Adapun kajian beliau diadakan antara sholat Maghrib dan Isya pada 6 malam dalam seminggu, dengan istirahat selama musim liburan tiba.
Pandangan Imam Asy Syafi’i Terhadap Syi’ah Rafidhah
Imam Asy Syafi’i rahimahullah mengatakan:
أَفْضَلُ النَّاسِ بَعْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ وَعُثْمَانُ وَعَلِيٌّ
“Manusia paling mulia setelah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali” (Ma’rifat Sunan wal Atsar, karya Imam Baihaqi 1/192)
Inilah akidah Imam Asy Syafi’i rahimahullah. Adapun orang-orang Syi’ah, mereka malah mengkafirkan tiga sahabat Nabi shallallahu’alaihi wasallam yang paling mulia tersebut. Sedangkan terhadap Ali radhiallahu’anhu, mereka terlalu berlebihan dalam mengagungkannya.
Merekalah yang sepantasnya dijuluki orang-orang ekstrem, karena mereka ekstrem dalam mengagungkan Ali radhiallahu’anhu, dan juga ekstrem dalam menghina dan merendahkan banyak sahabat Nabi lainnya.
Simaklah percakapan Imam Asy Syafi’i dengan murid seniornya, Al Buwaithi:
البويطي يقول: سألت الشافعي: أصلي خلف الرافضي؟ قال: لا تصل خلف الرافضي، ولا القدري، ولا المرجئ. قلت: صفهم لنا. قال: من قال: الإيمان قول، فهو مرجئ، ومن قال: إن أبا بكر وعمر ليسا بإمامين، فهو رافضي، ومن جعل المشيئة إلى نفسه، فهو قدري
Albuwaithi: “Aku pernah bertanya kepada Imam Asy Syafi’i, apakah boleh aku shalat di belakang orang berpaham (syi’ah) rafidhah?”
Imam Asy Syafi’i menjawab: “Janganlah shalat di belakang orang yang berpaham Syi’ah Rafidhah, atau orang berpaham Qadariyah, atau orang berpaham Murji’ah!”.
Al Buwaithi mengatakan: “Sebutkanlah sifat mereka kepada kami!”
Imam Syafi’i menjawab: “Barangsiapa mengatakan bahwa iman itu perkataan saja, maka ia seorang Murji’ah. Barangsiapa mengatakan bahwa Abu Bakar dan Umar bukan imam, maka ia seorang Syiah Rafidhah. Barangsiapa menjadikan kehendak untuk dirinya, maka ia seorang Qadariyah”
(Siyaru A’lamin Nubala, karya Imam Dzahabi 10/31).
Subhanallah… shalat di belakang seorang Syiah Rafidhah saja dilarang oleh Imam Asy Syafi’i rahimahullah, lalu bagaimana kita boleh toleran dengan pemahaman mereka?! Semoga Allah menyelamatkan kita dan masyarakat kita dari sesatnya pemahaman syiah ini, aamiin.
Yunus bin Abdul A’la murid senior Imam Asy Syafi’i mengatakan: Aku pernah mendengar Imam Asy Syafi’i rahimahullah mengatakan:
أجيز شهادة أهل الأهواء كلهم إلا الرافضة, فإنهم يشهد بعضهم لبعض
“Aku membolehkan persaksiannya semua ahli bid’ah, kecuali Syi’ah Rafidhah, karena mereka itu saling memberi ‘kesaksian baik’ antara satu dengan lainnya” (Manaqib Syafi’i, karya Imam Baihaqi 1/468).
Lihatlah bagaimana kerasnya sikap Imam Asy Syafi’i rahimahullah kepada pemeluk Syiah Rafidhah. Sehingga apabila ada pengikut beliau masih toleran kepada mereka, maka sungguh perlu dipertanyakan pengakuannya sebagai pengikut Madzhab Syafi’i?!
Yunus bin Abdul A’la juga mengatakan:
سمعت الشافعي إذا ذكر الرافضة عابهم أشد العيب, فيقول: شر عصابة
Aku pernah mendengar Imam Syafi’i, bila menyebut kelompok Syiah Rafidhah, beliau mencela mereka dengan celaan yang paling buruk, lalu beliau mengatakan: “mereka itu komplotan yang paling jahat!” (Manaqib Syafi’i, karya Imam Baihaqi 1/468)
Alhamdulillah… Imam Asy Syafi’i rahimahullah, yang merupakan imamnya Ahlussunnah wal jamaah telah memberikan contoh kepada kita, bagaimana harus menyikapi ‘komplotan’ Syiah Rafidhah. Beliau tidaklah mencela mereka dengan celaan paling buruk, kecuali karena beliau tahu dan yakin akan kebusukan dan bahaya laten yang mereka usung.
Sehingga harusnya kita mengikuti jejak Imam Asy Syafi’i ini dengan menolak dan melawan gerakan mereka, jangan sampai kita terkecoh oleh mulut manis mereka, yang mengatakan: “Kita kan sama-sama Islam, sama-sama sholat, sama-sama berhaji ke baitulloh, sama-sama…, sama-sama… dst“.
Padahal kita telah tahu, semua persamaan tersebut tidaklah cukup, bukankah kaum munafikin juga punya persamaan-persamaan itu? Namun tetap saja mereka berada di kerak neraka yang paling dalam.
Selama mereka (Rafidhah) menodai Al Qur’an, mencela para sahabat Nabi, dan merendahkan kemuliaan ibunda kita kaum mukminin, pantaskah kita toleran terhadap mereka?!
—
Penulis: Ustadz Musyafa Ad Dariny, MA.
Fitnah harta, merusak agama seseorang
Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda:
ما ذئبانِ جائعانِ أُرسلا في غنمٍ، بأفسدَ لها من حرصِ المرءِ على المالِ والشرفِ، لدِينه
"Dua ekor serigala yang dilepas kepada seekor kambing, tidak itu lebih merusak daripada ambisi manusia terhadap harta dan kedudukan, yang merusak agamanya" (HR. At Tirmidzi no. 2376, ia berkata: "hasan shahih")
___
Channel TG @silsilahsahihah
Bimbingan Islam Untuk Si Kaya
Adapun bagi si kaya, Islam mengatur dan memperhatikan beberapa hal berikut ini.
Pertama: Islam mewajibkan zakat bagi si kaya. Beliau rahimahullah menjelaskan,
ثم أوجب في أموال الأغنياء فرضا الزكاة , بحسب ما جاء في تفاصيلها الشرعية . وجعل مصرفها دفع حاجات المحتاجين , وحصول المصالح الدينية المقيمة لأمور الدنيا والدين
“Kemudian Allah wajibkan si kaya untuk menunaikan zakat dari hartanya, sesuai kadar apa yang telah dirinci oleh syariat. Allah juga telah menjadikan harta zakat tersalurkan kepada yang membutuhkan, maka dengan demikian tercapailah kemaslahatan dalam perkara agama dan juga dunia”.
Allah Ta’ala berfirman,
وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ
“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian” (QS. Adz Dzariyat : 19).
Kedua: anjuran bagi si kaya untuk berbuat ihsan di tiap situasi dan kondisi.
Ketiga: wajibnya mencegah bahaya, memberi makan yang kelaparan, memberi pakaian orang yang telanjang. Beliau rahimahullah menjelaskan,
وحث على الإحسان في كل وقت وفي كل مناسبة , وأوجب دفع ضرورة المضطرين , وإطعام الجائعين , وكسوة العارين , ودفع الضرورات عن المضطرين
“Kemudian Allah menganjurkan si kaya untuk berbuat ihsan di segala situasi dan kondisi. Juga wajib baginya untuk mencegah berbagai bahaya dengan memberi makan orang yang lapar, memberi pakaian bagi orang yang telanjang, dan bahaya lainnya.”
Keempat: Wajibnya memberi nafkah khususnya kepada istri dan anak.
وكذلك أوجب النفقات الخاصة للأهل والأولاد , وما يتصل بهم
“Begitu pula wajib untuk memberi nafkah khususnya bagi istri dan anak-anak, dan wajib pula melakukan segala hal demi tercapainya nafkah tersebut (bisa melalui bisnis, bekerja, menjual jasa, dan sebagainya)”.
Allah Ta’ala berfirman,
لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya” (QS. At Thalaq : 7).
Kelima: hendaknya si kaya menyadari hakikat hartanya.
Seorang yang telah dikaruniai oleh Allah Ta’ala kelebihan rizki berupa harta, tidak selayaknya menyandarkan sepenuhnya pada hasil kecerdasannya, kerja kerasnya, atau bahkan mengira bahwa semua hartanya adalah warisan turun temurun dari nenek moyangnya. Beliau rahimahullah menjelaskan,
وأمرهم مع ذلك أن لا يتكلوا في كسب الدنيا على حولهم وقوتهم , ولا ينظروا نظر استقرار وطمأنينة إلى ما عندهم . بل يكون نظرهم على الدوام إلى الله وإلى فضله , وتيسيره والاستعانة به . وأن يشكروه على ما تفضل به عليهم وميزهم به من الغنى والثروة
“Allah juga memerintahkan si kaya untuk tidak menyandarkan apa yang telah ia peroleh dari hasil usahanya di dunia dan kekuatannya semata, juga hendaknya tidak memandang harta di dunia dengan penuh ketenangan. Bahkan hendaklah si kaya selalu menyandarkan hasil usahanya pada Allah Ta’ala beserta seluruh keutamaannya, kemudahan dariNya, dan pertolonganNya semata. Hendaklah ia bersyukur atas keutamaan yang Allah Ta’ala berikan berupa kecukupan dan bahkan kelebihan harta”.
Selengkapnya: https://muslim.or.id/28715-bimbingan-islam-untuk-si-kaya-dan-si-miskin-2.html
___
Like fanspage kami: https://facebook.com/muslimorid
Bimbingan Islam Untuk Si Miskin dan Si Kaya (1)
Abdurrahman ibn Nashir As Sa’di rahimahullah pernah menuliskan beberapa pandangan beliau terkait solusi Islam dalam mengatasi berbagai macam problema. Beliau menulis dalam risalah “Ad Diin As Shahiih Yahillu Jamii’ Al Masyaakil” atau “Agama yang Benar Solusi Berbagai Problema” memuat berbagai solusi Islam terhadap problematika kehidupan, termasuk diantaranya kesenjangan antara si kaya dan si miskin.
Beliau menjelaskan bahwa Islam mengatasi problem kesenjangan antara kaya dan miskin melalui tiga fokus utama :
1. Bimbingan Islam untuk si kaya dan si miskin
2. Bimbingan Islam untuk si kaya
3. Bimbingan Islam untuk si miskin
Berikut ini poin-poin yang beliau sampaikan. Semoga kita dapat mengambil faidah.
Bimbingan Islam Untuk Si Kaya dan Si Miskin
Pertama: Islam mewajibkan menjalin persaudaraan antara si kaya dan si miskin
Beliau, Syaikh Abdurrahman ibn Nashir As Sa’di rahimahullah, menjelaskan:
شرع الشارع الحكيم أولا : أن يكونوا إخوانا , وأن لا يستغل بعضهم بعضا استغلالا شخصيا
“As Syaari’ (pembuat syariat, yaitu Allah Ta’ala) yang Maha Bijaksana mensyariatkan agar mereka (si kaya dan si miskin) bersaudara (dalam ikatan iman), satu sama lain tidak saling dengki dengan berbagai bentuk kedengkian dirinya”.
Maksudnya agar persaudaraan antara si kaya dan si miskin terjalin dalam ukhuwah imaniyyah, dan tidak saling melakukan hal-hal yang merusak ukhuwwah seperti hasad, memata-matai, saling membenci, dan hal lain. Hal ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala,
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ
“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara.“ (QS. Al Hujurat : 10).
Kedua: Islam membuka berbagai pintu kebaikan bagi si kaya maupun si miskin
Beliau -Abdurrahman ibn Nashir As Sa’di rahimahullah menjelaskan,
بل أرشد كلا منهم أن يقوم نحو الآخر بواجباته الشرعية التي يتم بها الالتئام وتقوم بها الحياة أمر الجميع أن يتوجهوا بأجمعهم إلى المصالح العامة الكلية التي تنفع الطرفين , كالعبادات البدنية , والمشاريع الخيرية , وجهاد الأعداء ومقاومتهم , ودفع عدوانهم بكل وسيلة , كل منهم بحسب وسعه وقدرته . هذا ببدنه وماله , وهذا ببدنه , وهذا بماله , وهذا بجاهه وتوجيهه , وهذا بتعلمه وتعليمه . لأن الغاية واحدة , والمصالح مشتركة , والغاية شريفة , والوسائل إليها شريفة
“Bahkan syariat membimbing masing-masing dari mereka untuk meneladani saudaranya yang lain apabila telah melaksanakan kewajiban syariat dengan sempurna dan menegakkannya dalam kehidupan. Syariat juga memerintahkan si kaya dan si miskin untuk berperan dalam segala hal yang mendatangkan kemaslahatan ummat dari berbagai sisi ibadah, baik itu dalam bentuk mencurahkan tenaga untuk berbagai program-program kebaikan, berjihad memerangi dan melawan musuh, bertahan dengan segala sarananya, semuanya itu sesuai dengan kemampuan masing-masing baik si kaya maupun si miskin. Si kaya bisa membantu dari sisi harta, kekuasaan, kemampuan, atau bisa dalam bentuk belajar dan mengajar, semuanya itu karena tujuannya hanya satu, dan ada berbagai sarana untuk menuju hal tersebut. Tujuannya mulia, dan sarananya pun menjadi mulia karenanya”.
Sumber: https://muslim.or.id/28712-bimbingan-islam-untuk-si-kaya-dan-si-miskin-1.html
___
Like fanspage http://www.facebook.com/mutiaranasihatislam
Mengambil Pelajaran Dari Perang Uhud [1/2]
Jika saya bertanya kepada anda, “siapakah yang menang pada perang Uhud?”. Tentu tanpa keraguan anda akan menjawab, “Kaum musyrikin”. Sederet alasan dan bukti diajukan :
Jumlah kaum muslimin yang meninggal lebih banyak
Banyak dari para pahlawan Islam mati syahid, seperti Hamzah dan Mush’ab bin ‘Umair radiyallahu anhuma.
Kaum muslimin meninggalkan medan perang, dan mundur ke arah gunung.
Dan sederet alasan lain.
Saya katakan, “Engkau benar, pada saat itu kaum muslimin yang menderita kekalahan, kalau kita melihat dari sisi sudut pandang kerugian saat perang. Tapi kalau kita lihat dari nilai yang kaum muslimin pelajari dari perang Uhud, saya dengan percaya diri mengatakan, kaum Muslimin yang menang ketika Perang Uhud“.
Penjelasannya :
Ketika kaum muslimin Merasakan pahitnya kekalahan pada perang Uhud, mereka pun menyadari apa sebab kekalahan itu, dan dengan apa mereka akan meraih kemenangan. Sebelum perang Uhud, waktu itu sabtu pagi, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam telah mewanti-wanti agar pasukan pemanah yang berada di bukit Rumah (nama aslinya bukit ‘Ainain) agar tetap berada ditempatnya, walaupun kaum muslimin telah meraih kemenangan atau ditimpa kekalahan.
Api peperangan menyala, pedang menyambar, anak panah meleset keluar dari busurnya, tombak dihujamkan, banyak nyawa yang melayang, kaum muslimin menyerang, maju dengan penuh kepahlawan sebagai ksatria, kemenanganpun telah menampakkan senyumnya, kaum musyrikin lari meninggalkan medan perang penuh ketakutan.
Saat itu, diatas bukit Rumah pasukan pemanah mulai berselisih, kebanyakan mereka berkata, “Kita telah menang, ayo kita turun untuk bersama saudara-saudara kita“.
Pimpinan pasukan Abdullah bin Jubair radiyallahu’anhu mengingatkan, “Tetaplah berada ditempat kalian, karena Rasulullah memerintahkan agar kita tetap berada diatas bukit, dalam keadaan kita menang ataupun kita kalah“.
“Perintah Rasulullah itu adalah dalam keadaan perang, sekarang perang telah selesai dan musuh telah melarikan diri“, mereka beralasan. Kemudian 40 orang dari 50 orang pasukan pemanah turun dari bukit Rummah.
Pimpinan pasukan berkuda kaum musyrikin Khalid bin Walid (sebelum masuk Islam) melihat kebanyakan pasukan pemanah telah meninggalkan tempatnya, maka ia dengan sigap menyerang pasukan kaum Muslimin dari belakang. Sisa pasukan pemanah yang berada diatas bukit yang bertugas untuk melindungi bagian belakang kaum muslimin tidak dapat menghadapi pasukan berkuda kaum musyrikin.
Keadaan pun berbalik, cahaya kemenangan yang mulai nampak kembali bersembunyi, kekalahan akhirnya dirasa, luka jasmani dan pahitnya kekalahan mereka teguk dengan begitu berat.
Namun mereka sadar, akan sebab kekalahan: melanggar satu perintah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Mereka akan mendapatkan kunci kemenangan dan pertolongan Allah Ta’ala adalah dengan menaati perintah Allah dan Rasul-Nya. Sebab kekalahan telah diketahui, kunci kemenangan di tangan. Maka setelah perang Uhud kaum Muslimin selalu meraih kemenangan.
….
VAKSINASI: MUBAH & BERMANFAAT
SINOPSIS BUKU:
▶ Secara umum masyarakat menerima dengan baik pengobatan kedokteran modern. Terbukti jika sakit kebanyakan mereka berobat ke dokter yang menggunakan prinsip dan metode pengobatan modern yang memang sudah terbukti secara ilmiah. Termasuk dalam hal ini adalah vaksinasi, akan tetapi jika sudah membawa-bawa nama agama dan “label” haram, maka bisa jadi langsung tidak percaya dan tidak lagi kritis secara ilmiah dalam menaggapi. Bahkan ada sedikit (bahkan bisa dikatakan sedikit sekali) dari kalangan medis yang meragukan tentang keamanan vaksin, padahal mereka bisa meneliti dan bukti-bukti ilmiah sangat mudah didapatkan.
▶ Meluruskan pemahaman sebagian dari masyarakat yang salah memahami tentang vaksinasi. Berita-berita seperti ini sangat cepat menyebar melalui berbagai media. Saat ini, media baik di dunia nyata maupun dunia maya sangat cepat berkembang, misalnya vaksinasi ternyata berbahaya, membuat tubuh menjadi lemah, merusak generasi bangsa. Berita bahwa vaksin terbuat dari nanah, bekas darah, terbuat dari ginjal babi dan kera. Belum lagi isu-isu bahwa vaksinasi merupakan konspirasi Yahudi dan Zionisme untuk melemahkan bangsa selain mereka, agar mudah dikuasai.
▶ Buku ini membahas tentang vaksinasi baik dari sisi syariat dan medis. Sisi syariat lebih banyak kami bahas yaitu hukum vaksin secara syariat. Karena inilah yang lebih meresahkan masyarakat.
▶ Yang perlu kita perbaiki bersama adalah berusaha dan mencegah untuk tidak saling benci dan mencela, menganggap musuh atau berdebat baik di dunia nyata maupun dunia maya. Hanya karena berbeda pendapat mengenai vaksinasi. Seorang muslim itu bersaudara dan memiliki hak persaudaraan.
▶ Kami juga tidak memaksa seorangpun agar percaya kepada paparan yang kami sajikan. Sebagaimana prinsip dakwah, jika diterima alhamudulillah dan jika tidak diterima maka jangan dimusuhi karena yang didakwahi adalah saudara sesama muslim. Justru harus didoakan agar banyak mendapat kebaikan, karena ini dari dakwah adalah menginginkan kebaikan kepada yang didakwahi.
KATA PENGANTAR:
1⃣ Prof. dr. Cissy B. Kartasasmita, Sp.A (K), M.Sc, Ph.D
(Ketua Satgas Imunisasi PP IDAI 2014-2017)
2⃣ Prof. dr. Budi Mulyono, Sp.PK (K), MM
(Kepala Bagian Patologi Klinik UGM, Direktur RSUP DR. Sardjito Yogyakarta 2009-2012)
3⃣ dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp. A (K)
(Founder Rumah Vaksin, Sekjen PP IDAI 2014-2017)
4⃣ DR.Med. dr. Suwarso Sp.PK (K)
Ahli Virologi dan konsultan Praktisi Vaksinasi
Muraja'ah: Ustadz DR. Arifin Badri, MA
(Doktor Jurusan Fikh Alumni Universitas Islam Madinah)
Penerbit: Pustaka Muslim Yogyakarta
Judul Buku: Vaksinasi, Mubah dan Bermanfaat
Kode Buku : VMDB
Penulis: Raehanul Bahraen
Ukuran: 14 x 20 cm
Jumlah halaman: 178 Halaman
Harga: Rp 30.000,00
Pemesanan dapat menghubungi kami melalui
1. Email: pustaka_muslim@yahoo.com
2. Kontak: 085290888668 (CALL / SMS / WA)
3. PIN BBM: 5D10F8FE
Silakan kunjungi situs kami di http://pustaka.muslim.or.id/
@pustakamuslimjogja
Letihnya ketaatan akan hilang, yang kekal adalah pahalanya. Dan kelezatan maksiat akan sirna, yang tetap adalah siksanya.
Читать полностью…*PAKET BUKU: MUDAH MENJEMPUT BAROKAHNYA REZEKI*
"Kapan lagi bisa beli rumah, harga makin gila kalau tidak dicicil dari sekarang mana bisa kebeli?"
Merasa sudah bahagia dengan KPR, Leasing, Asuransi, kartu kredit, perpajakan, perbankan syariah dan berbagai transaksi riba lainnya?
Bank bisa memberikan jaminan pelunasan hutang sampai belasan tahun, tapi umur kita belum tentu dijamin selama itu. Apalagi yang ditanggung adalah hutang dalam balutan riba yang sudah jelas keharamannya. yuk wujudkan #indonesiatanpariba
*Paket buku*
1. Harta Haram Muamalat Kontemporer [Best Seller]
2, Ada Apa Dengan Riba [New Release]
3. Riba dan Perbankan Syariah
4, Pembuka Pintu Rezeki
5. Bermodalkan Ilmu Sebelum Berdagang
Harga 1 paket: 283.000 Diskon 20% menjadi 226.400
*Diskon Khusus dan Open Reseller*
Muslimstore.id mendukung penyebaran buku untuk kegiatan sosial dan dakwah. Untuk kegiatan tersebut kami memberikan diskon sampai 30%
*KONTAK CS*
muslimstore.id
*Telp/SMS/WA*
0823 9500 4230
*PIN BBM*
D2EF7AA4
*Instagram*
muslimstore_id
*FILE KATALOG*
Silakan daftarkan email ke CS kami
Manusia Dan Ujian
Sebenarnya kita manusia adalah makhluk yang selalu mencari ujian. Karena kita ingin mencapai derajat yang lebih tinggi sebagai manusia (biasa), yaitu menjadi manusia yang lebih baik.
Baru kelas 1 SD ingin naik ke kelas 2 kita ikut ujian. Dari SD ke SLTP, kita ikut ujian. Menuju SLTA ujian lagi
Mau masuk Universitas, kita dengan penuh semangat ikut ujian. Mau dapat kerja, rebut-rebut daftar ikut ujian. Dengan pilihan sendiri, penuh semangat, kurang tidur dan banyak pengorbaan kita menempuh ujian-ujian itu. Kita melakukannya, karena kita mengatahui dibaliknya ada kebaikan.
Ujian sekolah, ujian mendapat pekerjaan adalah bagian dari ujian hidup yang begitu banyak jenisnya. Tapi, kadang kita menghadapinya dengan cara yang berbeda. Harusnya, kita menghadapi ujian hidup yang lain sama seperti menghadapi ujian sekolah atau masuk kerja.
Jika Allah ta’ala memberi kita ujian dan cobaan, yang pertama kali kita ingat adalah hadist berikut ini:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، سُئِلَ أَيُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلَاءً؟ قَالَ: «الأَنْبِيَاءُ، ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ
“Nabi Shalallahu alaihi wasallam ditanya: Siapakah yang paling besar cobaan/ujiannya. Beliau menjawab: Para Nabi, kemudian yang lebih menyerupai mereka, kemudian yang lebih menyerupai mereka” (HR. Tirmidzi)
Kalau demikian keadaannya, maka kita berbesar hati dengan cobaan yang menimpa kita, karena semakin banyak cobaan semakin tinggi derajat dan kedudukan kita. Para Nabi alaihimussalam paling banyak dan besar cobaannya, maka paling tinggi kedudukannya.
Hal lain yang perlu kita ingat, bahwa setiap cobaan atau ujian yang menimpa kita, tidak lepas dari dua hal:
Jika kita orang yang baik, maka itu menjadi tambahan pahala kita
Jika kita banyak lalai, itu menjadi peringatan atas kita dan menjadi sebab berkurangnya dosa kita.
Dari kedua sisi di atas; semuanya baik.
Oleh karena itu, hadapilah ujian hidup anda sebagaimana sedang menghadapi ujian sekolah atau masuk kerja.
Semoga Allah Ta’ala selalu memberikan yang terbaik bagi dunia dan akhirat kita, Amiin.
—
Penulis: Ustadz Muhammad Sanusin, Lc.
Sumber: https://muslim.or.id/21839-manusia-dan-ujian.html
***
Join Telegram:
/channel/muslimorid
/channel/muslimahorid
FansPage:
https://www.facebook.com/muslim.or.id
https://www.facebook.com/muslimah.or.id
https://www.facebook.com/mutiaranasihatislam
Install aplikasi android:
https://bitly.com/MuslimAndroid
Antara Al-Quran dan Smartphone
Smartphone, demikianlah julukannya, alat komunikasi yang mungil itu demikian akrabnya di genggaman jutaan kaum muslimin, dari anak-anak sampai bapak-bapak dan dari remaja putri sampai para istri pendamping suami, kakek-kakek dan nenek-nenek pun tidak ketinggalan, mereka akrab dengan benda yang satu ini. Di rumah-rumah, jalan-jalan, angkutan umum, kantor-kantor, dan di berbagai tempat yang lain -barangkali jika di rata-rata- hampir setiap setengah jam sekali, tangan bergerak mengambil smartphone, sentuh layar dan geser ke atas dan ke bawah. Apakah gerangan yang di baca? Macam-macam lah, demikian barangkali yang tercetus di benak Anda. Benar. Namun, mungkin kita sepakat, bahwa di antara yang terbanyak yang dibaca manusia adalah berita.
Dan istilah berita itu sendiri luas sebenarnya. Dalam KBBI disebutkan bahwa berita adalah cerita atau keterangan mengenai kejadian atau peristiwa yg hangat; kabar. [2]
Dengan demikian, hakikatnya, berita tidak harus sesuatu yang bersumber dari wartawan, namun sesuatu yang bersumber dari sahabat, kerabat dan handai tolan pun juga bisa disebut sebagai berita.
Pada umumnya mereka tampilkan berita tersebut di berbagi blog dan media sosial, seperti facebook, twitter, dan yang semisalnya. Luasnya media untuk mengetahui berita ini semakin menjadi daya tarik tersendiri bagi jutaan kaum muslimin untuk berakrab-akrab dengan barang yang satu ini, smartphone.
Sudahkah sesuai kebutuhan?
Sebagai seorang muslim, sudahkah kita berusaha untuk selektif dalam mengaudit aktivitas harian kita? Sudahkah kita berusaha memilah dan memilih jenis berita yang memang penting kita ketahui?
Sudahkah kita berusaha membedakan antara keinginan dan kepentingan? Sudahkah kita punya skala prioritas dalam mengurutkan tingkat kepentingan dan kebutuhan kita?
Jika memang berita-berita tersebut menjadi sebuah kebutuhan, sudahkah kita memberikan perhatian yang semestinya terhadap sebuah kebutuhan yang jauh lebih tinggi darinya, sebuah kebutuhan yang sifatnya lebih kita butuhkan daripada air dan udara. Alaa wa hiya (ketauhilah, bahwa ia adalah) Al-Quran.
Anda ingin mulia atau hina?!
Camkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut :
إن الله يرفع بهذا الكتاب أقواما، ويضع به آخرين
“Sesungguhnya Allah meninggikan derajat suatu kaum dengan sebab berpegang teguh terhadap Kitab ini (Al-Qur`an) dan merendahkan kaum lainnya dengan sebab menelantarkan Kitab ini” (HR. Imam Muslim).
Nah sekarang, kembali kepada Anda, pilih yang mana?
Selengkapnya: https://muslim.or.id/24288-antara-al-quran-dan-smartphone-1.html
***
Dukung pendidikan Islam yang berdasarkan Al Qur'an dan As Sunnah sesuai dengan pemahaman salafus shalih dengan mendukung pembangunan SDIT YaaBunayya Yogyakarta http://bit.ly/YaaBunayya
*...Kamu Itu Istimewa…*
_by : Ustadz YS (Alumni Ma'had Al Ilmi, lulusan Teknik Mesin UGM 2008, yang tidak mau disebut namanya.)_
-hafizhahullahu ta'ala-
—-
• Dahulu, orang-orang jahiliyyah akan marah besar apabila istri mereka melahirkan sesosok bayi perempuan. Saking marahnya, orang jahiliyah akan mengubur bayi perempuannya hidup-hidup. Lalu datanglah Islam untuk menjaga hak asasi setiap insan dan mencela perilaku masyarakat jahiliyyah yang mengubur bayi perempuan hidup-hidup.
Allah Ta’ala berfirman,
وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالْأُنْثَى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ (58) يَتَوَارَى مِنَ الْقَوْمِ مِنْ سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ أَيُمْسِكُهُ عَلَى هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ أَلَا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ
“Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, merah padamlah mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)?. Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu” (QS. An Nahl : 58-59)
• Setelah kamu lahir dan menjadi bayi mungil, Islam memotivasi orang tuamu dan saudara laki-lakimu untuk menjagamu dan memperhatikanmu sampai kamu tumbuh besar.
Rasulullah bersabda,
مَنْ كَانَ لَهُ ثَلَاثُ بَنَاتٍ، يُؤْوِيهِنَّ، ويكفيهن، ويرحمهن، فقد وجبت لَهُ الْجَنَّةُ الْبَتَّةَ
“Siapa yang memiliki tiga anak perempuan kemudian ia melindungi mereka, memenuhi kebutuhan mereka, dan menyayangi mereka, dia pasti masuk surga” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad)
• Setelah dewasa, Islam melindungimu dari para lelaki berwujud manusia berhidung belang berhati buaya. Kami laki-laki gak bisa megang sembarang perempuan kecuali siap berkomitmen setia sehidup semati dengannya, menyerahkan mas kawin, dan bertanggung jawab memenuhi nafkahnya. Ehem.
• Setelah kamu dipinang laki-laki, Islam memerintahkan suamimu untuk memberimu perhatian dan memperlakukan dirimu dengan baik.
Allah berfirman,
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan pergaulilah mereka dengan baik” (QS. An Nisaa : 19)
Rasulullah bersabda,
اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا
“Berbuat baiklah kepada para wanita” (HR. Bukhari dan Muslim)
• Sebagai seorang istri, Islam memberimu kesempatan khusus untuk masuk ke surga dari pintu manapun yang kamu mau.
Rasulullah bersabda,
إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا: ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ
“Kalau seorang perempuan menjaga shalat 5 waktu, berpuasa Ramadhan, menjaga kemaluannya, dan mentaati suaminya, akan dikatakan kepadanya, “Masuklah kamu ke dalam surga dari pintu manapun yang kamu mau” (HR. Ahmad, dll)
• Setelah kamu menjadi ibu, Islam akan memerintahkan anakmu untuk lebih memperhatikan dirimu dibanding ayahnya.
Rasulullah pernah ditanya, “Siapakah orang yang paling berhak untuk aku perlakukan dengan baik?”. Beliau menjawab,
«أُمُّكَ» قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: «ثُمَّ أُمُّكَ» قَالَ: " ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: «ثُمَّ أُمُّكَ» قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: «ثُمَّ أَبُوكَ»
“Ibumu”. Lalu siapa lagi? “Ibumu”. Lalu siapa lagi? “Ibumu”. Lalu siapa lagi? “Ayahmu” (HR. Bukhari dan Muslim)
• Islam juga mengistimewakan dirimu sebagai sesosok ibu. Allah menetapkan surga itu di bawah telapak kaki ibu, bukan telapak kaki ayah.
Rasulullah bersabda kepada seseorang yang ingin berjihad, “Kamu masih punya ibu?”. Ia menjawab, “Iya”. Lalu beliau bersabda,
فَالْزَمْهَا، فَإِنَّ الْجَنَّةَ تَحْتَ رِجْلَيْهَا
“(Tidak usah berangkat), berbaktilah kepada ibumu karena surga itu di bawah telapak kakinya” (HR. An Nasaa-i)
Keutamaan yang besar bukan?
Berbanggalah jadi muslimah, karena kamu itu istimewa… iyaa kamuu..
—-
FYI, YPIA juga berusaha mengayomi mahasiswa muslimah, dalam wadah wisma muslimah dan komunitas FKKA.
Mari istimewakan muslimah, bersama...
Tim Donasi Dakwah YPIA
085747223366
Sobat jangan lupa seperti biasa malam ini jam 20.00 kami akan menyiarkan secara langsung bincang-bincang kesehatan di www.radiomuslim.com
Tema pada malam ini adalah "Adab Membesuk di Rumah Sakit"
Bersama dr. Adika Zhulhi Arjana
Apakah Anda Politikus? Apakah Anda Ulama? Koq Ikut-Ikutan Komen?
Siapakah yang berhak memberi penilaian & solusi dalam masalah Nawazil Siyasah (kejadian politik kontemporer) dan berhak menjadi politikus Syar’i (penentu strategi politik yang Syar’i)? Simaklah hadits berikut ini :
عن أبِي هُرَيْرَةَ – رضي الله عنه – قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ وَيَنْطِقُ يهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ : وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ : الرَّجُلُ التَّافِهُ يتكلم فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ) رواه ابن ماجة وهو حديث صحيح
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu ia berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang banyak penipuan di dalamnya. Ketika itu pendusta dibenarkan sedangkan orang yang jujur malah didustakan, pengkhianat dipercaya sedangkan orang yang amanah justru dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu Ruwaibidhah ikut-ikutan berkomentar. Ada yang bertanya, “Siapakah yang dimaksud Ruwaibidhah?”. Beliau menjawab, “Orang bodoh yang berkomentar/ikut campur dalam urusan masyarakat luas.” (HR. Ibnu Majah, disahihkan al-Albani dalam as-Shahihah [1887] as-Syamilah).
Ibnu Rajab رحمه الله pernah mencontohkan sosok figur ulama ahli ijtihad yang berhak berfatwa dalam Nawazil, yaitu sosok Imam Ahmad رحمه الله. Ibnu Rojab رحمه الله menjelaskan mengapa Imam Ahmad رحمه الله pantas menjadi salah satu contohnya? Beliau menjelaskan bahwa Imam Ahmad adalah sosok yang sampai pada ketinggian ilmu tentang Al-Qur’an dan As-Sunnah serta atsar.
Adapun tentang Al-Qur’an : Imam Ahmad tahu nasikh dan mansukh, tahu kumpulan tafsir Shahabat dan Tabi’in. Dan tentang As-Sunnah : beliau hafal Hadits-Hadits,tahu mana yang shahih dan mana yang dho’if, tahu Perowi Hadits yang terpercaya,tahu pula jalan periwayatan Hadits dan cacatnya,bahkan bukan hanya tahu Hadits yang marfu’ namun juga yang mauquf dan paham fiqhul Hadits.
Adapun Atsar : beliau tahu pendapat para Imam kaum Muslimin. Dan seterusnya dari penjelasan Ibnu Rojab tentang Imam Ahmad, sampai pada ucapan beliau :
ومعلوم أنَّ مَن فَهِمَ عِلْم هذه العلوم كلّها وبرَع فيها، فأسهلُ شيء عنده معرفةُ الحوادث والجواب عنها
“dan suatu perkara sudah diketahui bahwa orang yang menguasai ilmu-ilmu ini semuanya dan berhasil menjadi pakar dalam ilmu-ilmu tersebut mengungguli yang lainnya,maka adalah sesuatu yang termudah baginya menelaah kejadian -kejadian kontemporer (kekinian) dan solusinya”). Selesai perkataan Ibnu Rajab rahimahullah.
Berarti Ibnu Rajab memandang bahwa orang yang menguasai berbagai disiplin Ilmu Syar’i itulah yang berhak dan mampu berfatwa dalam masalah nawazil.
Oleh karena itu disebutkan dalam salah satu biografi Imam Ahmad, bahwa : Imam Ahmad dahulu berfatwa tentang solusi kejadian-kejadian kontemporer,namun beliau melarang murid-muridnya berbicara dalam masalah itu,karena dipandang mereka belum sampai kepada tingkatan boleh berijtihad dalam masalah itu.
Pandangan Ibnu Rajab dan sikap Imam Ahmad tersebut juga sama dengan pernyataan Ibnul Qoyyim رحمه الله,yang mengatakan :
العالم بكتاب الله وسنة رسوله وأقوال الصحابة فهو المجتهد في النوازل
“Orang yang berilmu tentang Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya dan Ucapan Para Sahabat maka dialah orang yang berhak berijtihad menyampaikan pandangan dan fatwa dalam masalah Nawazil/kejadian-kejadian kontemporer” .
Dan masih banyak ucapan para Imam Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang semakna,seperti ucapan Imam Syafi’i, Asy-Syathibi, Syaikh Al-Albani dan yang lainnya.
نسأل الله -عز وجل- أن يوفقنا وإياكم لما يحبه و يرضاه و أن يجعلنا وإياكم هداة مهتدين إنه ولي ذلك والقادر عليه.
***
Penulis: Ust. Sa'id Abu Ukasyah
Sumber: https://muslim.or.id/23577-anda-seorang-politikus-bercerminlah.html
Urgensi Menuntut Ilmu Syar’i
Syariat Islam itu berbeda-beda urgensi dan kedudukannya, sesuai dengan kebutuhan manusia terhadapnya. Mengingat kebutuhan manusia yang sangat tinggi terhadap ilmu syar’i (ilmu agama), maka menuntut ilmu syar’i menempati kedudukan yang sangat penting di antara ajaran-ajaran Islam yang lainnya. Bahkan Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata,
النَّاسُ إِلَى الْعِلْمِ أَحْوَجُ مِنْهُمْ إِلَى الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ. لِأَنَّ الرَّجُلَ يَحْتَاجُ إِلَى الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ فِي الْيَوْمِ مَرَّةً أَوْ مَرَّتَيْنِ. وَحَاجَتُهُ إِلَى الْعِلْمِ بِعَدَدِ أَنْفَاسِهِ
“Kebutuhan manusia terhadap ilmu (syar’i) itu melebihi kebutuhannya terhadap makanan dan minuman. Hal itu karena seseorang membutuhkan makanan dan minuman hanya sekali atau dua kali (saja), adapun kebutuhannya terhadap ilmu (syar’i) itu sebanyak tarikan nafasnya.” [Madaarijus Saalikiin, 2/440]
Dengan Menuntut Ilmu Syar’i, Manusia Terbedakan dari Binatang
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata ketika menjelaskan tentang pentingnya ilmu syar’i dan kebutuhan manusia terhadapnya,
ان الانسان إِنَّمَا يُمَيّز على غَيره من الْحَيَوَانَات بفضيلة الْعلم وَالْبَيَان وَإِلَّا فَغَيره من الدَّوَابّ وَالسِّبَاع أَكثر أكلا مِنْهُ واقوى بطشا وَأكْثر جماعا واولادا واطول اعمارا وَإِنَّمَا ميز على الدَّوَابّ والحيوانات بِعِلْمِهِ وَبَيَانه فَإِذا عدم الْعلم بقى مَعَه الْقدر الْمُشْتَرك بَينه وَبَين سَائِر الدَّوَابّ وَهِي الحيوانية الْمَحْضَة فَلَا يبْقى فِيهِ فضل عَلَيْهِم بل قد يبْقى شرا مِنْهُم
“Manusia itu dibedakan dari jenis binatang dengan adanya keutamaan ilmu dan bayan (penjelasan). Jika manusia tidak memilki ilmu, maka binatang melata dan binatang buas itu lebih banyak makan, lebih kuat, lebih banyak jima’ (berhubungan seksual), lebih banyak memiliki anak, dan lebih panjang umurnya daripada manusia. Manusia itu dibedakan dari binatang karena ilmu dan bayan yang dimilkinya. Jika keduanya tidak ada, maka yang tersisa adalah adanya sisi persamaan antara manusia dan binatang, yaitu ‘sifat kehewanan’ saja. Dan tidak ada keutamaan manusia atas binatang, bahkan bisa jadi manusia lebih jelek darinya.” [Miftaah Daaris Sa’aadah, 1/78]
Maksudnya, jika manusia tidak memiliki ilmu terhadap hal-hal yang bermanfaat untuk dunianya dan tempat kembalinya di akhirat, maka seakan-akan binatang itu lebih baik darinya. Hal ini karena selamatnya binatang di akhirat dari apa yang menghancurkannya, sedangkan manusia yang bodoh tidak bisa selamat. Semoga Allah Ta’ala merahmati seorang penyair yang berkata,
فليجتهد رجل فى العلم يطلبه … كيلا يكون شبيه الشاء و البقر
Hendaklah seseorang bersemangat dalam menuntut ilmu,
Agar dia tidak serupa dengan kambing atau lembu
Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata,
لولا العلماء لصار الناس كابهائم
“Kalaulah bukan karena ulama, maka manusia sama dengan binatang.” [Mukhtashar Minhajul Qashidin]
Ilmu Syar’i Merupakan Penjaga dari Kesesatan, Penyelewengan dan Beramal Tanpa Ilmu
Ibnul Qayyim rohimahulloh berkata,”Beramal tanpa ilmu itu seperti berjalan tanpa petunjuk. Tentu saja akan lebih dekat kepada kerusakan daripada keselamatan. Kemungkinan untuk ditaqdirkan selamat adalah sangat kecil (yaitu, apabila seseorang beramal tanpa ilmu). Hal tersebut tidaklah terpuji, bahkan sangat tercela bagi orang-orang yang berakal. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,
من فَارق الدَّلِيل ضل السَّبِيل وَلَا دَلِيل إِلَّا بِمَا جَاءَ بِهِ الرَّسُول
‘Barangsiapa yang terpisah dari petunjuk, maka dia akan tersesat. Serta tidak ada petunjuk kecuali ajaran yang dibawa oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.’
Selengkapnya: https://muslim.or.id/24755-urgensi-menuntut-ilmu-syari.html
*Souvenir Nikah dari Pustaka Muslim*
Bingung nyari souvenir nikah atau souvenir buat acara perusahaan?
Mau memberikan hadiah kenangan Untuk saudara, sahabat, teman sekolahan, teman kuliah atau teman kerja?
Bisa lho pesan dengan desain custom souvenir pustaka muslim
*konten buku souvenir*
1. Dzikir Pagi Petang
2. Untukmu yang sedang Sakit
*Pemesanan dapat menghubungi*
WA/SMS/Telp: 085290888668
PIN BBM: 5D10F8FE
IG: pustakamuslim
pustaka.muslim.or.id
Ingin menjadi insan yang lapang dada? Coba kiat-kiat berikut ini...
Ikhwan fillah…
Ketahuilah, bahwa lapang dada adalah satu kondisi yang menjadikan sesorang mampu melaksanakan keta’atan kepada Allah Ta’ala dengan semaksimal mungkin. Dia mampu mendidik anak-anaknya dan memberikan perhatian untuk kemaslahatan mereka. Juga dengan lapang dada seseorang bisa melaksanakan berbagai macam tugas kewajibannya, baik kecil maupun besar.
Lapang dada merupakan karunia pemberian Allah Ta’ala, perhatikanlah doa dan permohonan Nabi Musa ‘alaihis salam tatkala Allah Ta’ala memerintahkannya untuk melasanakan tugas yang begitu berat; yaitu mendatngi Fir’aun yang sudah melampaui batas,
اذهب إلى فرعون إنه طغى
“Pergilah kamu kepada Fir’aun, karena dia telah berbuat melampui batas“. (QS. Thaha:24).
Suatu tugas yang sangat berat, dan besar, tatkala Allah Ta’ala perintahkan hal itu dia berkata,
رب اشرح لي صدري ويسر لي أمري
“Berkata Musa: “Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku“. (QS. Thaha:25-26).
Dan tidak diragukan lagi bahwa lapangnya dada merupakan karunia Allah Ta’ala dan taufik dari-Nya, dengan mengusahakan sebab-sebabnya. Diantara sebab-sebab agar dada menjadi lapang:
1. Mentauhidkan Allah Ta’ala dan mengikhlaskan agama bagi-Nya, menujukan ibadah hanya kepada-Nya, dan menjauhi kesyirikan baik kecil maupun besar.
2. Cahaya keimanan yang Allah berikan pada hati seorang hamba.
3. Ilmu yang bermanfaat yang bersumber dari al-Quran dan sunnah Nabi صلى الله عليه و سلم.
4. Inabah (kembali) kepada Allah Ta’ala dan cinta kepada-Nya, serta mendahulukan cinta kepada Allah dari pada cinta kepada selain-Nya.
5. Konsisten dan terus-menerus dalam dzikir kepada Allah Ta’ala dan memberikan perhatian yang besar dalam hal itu.
6. Berbuat baik kepada semua makhluk, sesuai dengan kemampuannya, baik dalam bentuk harta, pertolongan, kedudukan dll.
7. Kebranian dan kuatnya hati (tidak pengecut).
8. Menghilangkan kedengkian (penyakit hati).
9. Meninggalkan fudhul (berlebih-lebihan), baik ucapan, pandangan mata, pendengaran, ataupun makanan.
10. Baik dalam ittiba‘ (mengikuti) Nabi صلى الله عليه و سلم.
(Disarikan dari kajian Syekh Prof. Dr. Abdurrazak bin Abdul Muhsin al-Badr)
https://muslim.or.id/22321-lapang-dada-dan-sebab-sebabnya.html
Mengambil Pelajaran Dari Perang Uhud [2/2]
Pelajaran dari kemenangan di masa khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq
Setelah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam wafat, kesedihan melanda. Bahkan kekacauan terjadi pada kekhalifahan Islam yang baru berdiri, muncul Nabi-Nabi palsu, banyak kabilah Arab yang tidak mau membayar zakat, keamanan kota Madinah ibu kota Negara Islam terancam. Saat itu Abu Bakar radiyallahu’anhu sebagai Khalifah memerintahkan agar pasukan Usamah bin Zaid radiyallahu’anhu segera diberangkatkan. Pasukan yang dibentuk oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam untuk memerangi kabilah-kabilah Arab di daerah perbatasan dengan negeri Syam, kabilah-kabilah Arab yang telah memerangi kaum muslimin bersama dengan tentara Romawi.
Banyak dari sahabat tidak menyetujui keputusan Abu Bakar radiyallahu’anhu. Madinah sedang terancam dari serangan musuh, pasukan Usamah sebaiknya untuk memperkuat pertahanan kota Madinah. Sebagian lagi berpendapat, kalaupun pasukan Usamah memang terpaksa diberangkatkan, maka panglimanya diganti, karena Usamah masih terlalu muda untuk memimpin sebuah pasukan.
Abu Bakar radiyallahu’anhu telah mengetahui rahasia kemenangan, yang banyak dari sahabat lalai darinya karena beban musibah kematian Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam terasa sangat berat. Dengan tegas ia mengatakan, “Aku akan tetap memberangkat pasukan Usamah, walaupun aku harus pergi seorang diri“. Ia berkata, “Apakah aku mengganti sebuah bendera (sebuah pasukan), yang telah dikibarkan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam?”
Apa yang terjadi?
Pasukan Usamah meraih kemenangan, dengan sebab itu banyak kabilah Arab akhirnya tunduk pada Khalifah kaum muslimin, karena mereka mengetahui bahwa Khalifah kaum muslimin tidak mungkin mengirim pasukan keluar Madinah, kecuali mereka memiliki pertahanan yang kuat untuk membela kota Madinah.
Kita ingin meraih kemenangan dan kejayaan kembali bagi Umat Islam? Ingat perang Uhud, ingat Abu Bakar dan pasukan Usamah. Lalu kita lihat diri kita, dimanakah sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam berada ? Dan dimanakah kita bertempat ?
Mengikut jalan Sunnah adalah kemenagan.
—
Penulis: Ust. Muhammad Sanusin, Lc.
Sumber: https://muslim.or.id/22234-mengambil-pelajaran-dari-perang-uhud.html
__
Like fanspage https://www.facebook.com/mutiaranasihatislam
Pengaruh Penguasa Terhadap Rakyatnya
Ibnu Jarir mengutip perkataan Ali bin Muhammad al Madaini yang mengatakan, “al Walid bin Abdul Malik menurut pandangan penduduk Syam adalah penguasa mereka yang terbaik. Beliaulah yang membangun berbagai masjid di kota Damaskus, membangun berbagai menara, memberi rakyat yang perlu bantuan financial dan menggaji bulanan para penyandang lepra dan berkata kepada mereka, para penyandang lepra, “Janganlah kalian mengemis”. Beliau memberikan kepada setiap orang yang lumpuh pelayan dan kepada setiap orang yang buta penuntun. Ketika beliau berkuasa beliau menaklukkan banyak negeri-negeri kafir. Beliau kirimkan semua anak laki-lakinya dalam setiap peperangan dengan Romawi. Beliau berhasil menaklukkan India, Spanyol dan berbagai negeri non arab. Pasukan beliau bahkan sudah memasuki Cina dan selainnya.
Meski demikian, suatu ketika beliau melewati penjual sayur mayur lantas beliau mengambil satu ikat sayuran dengan tangannya lalu bertanya kepada penjual, “Berapa harganya?”. “Satu fulus”, jawab sang penjual sayur. Beliau kemudian mengatakan, “Tambahi sayurannya karena engkau terlalu untung dengan harga tersebut”.
Para pakar sejarah mengatakan bahwa obsesi al Walid bin Abdul Malik adalah membangun. Rakyatnya pun demikian. Jika ada seseorang bertemu kawannya maka pertanyaan yang terlontar, “Apa yang telah kaubangun saat ini? Kau makmurkan dengan bangunan apa tanah yang kau miliki?”.
Sedangkan obsesi saudaranya, Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik adalah perempuan sehingga rakyatnya pun demikian. Jika ada seseorang bertemu dengan kawannya maka yang pertama kali ditanyakan, “Berapa kali engkau menikah? Berapa budak perempuan yang kau gauli?”.
Sedangkan obsesi Umar bin Abdul Aziz adalah membaca al Qur’an, shalat dan ibadah. Kondisi rakyat di masa beliau seperti itu. Jika ada seorang bersua dengan kawannya maka pertanyaan yang pertama kali terlontar adalah “Berapa rakaat shalat malam yang kau rutinkan? Berapa lembar mushaf al Qur’an yang kau baca setiap harinya? Shalat apa yang kau kerjakan semalam?”.
Banyak orang mengatakan, “Rakyat itu mengikuti agama atau ketaatan penguasanya. Jika sang penguasa hobi menenggak khamr maka akan banyak khamr yang beredar di masyarakat”.
Jika penguasa memiliki penyimpangan seksual berupa homoseksual maka kondisi rakyat juga demikian. Jika penguasa itu pelit dan rakus dengan harta maka kondisi rakyat juga demikian. Namun jika penguasa dermawan dan berjiwa sosial tinggi maka kondisi rakyat juga serupa. Jika penguasanya rakus dan suka bertindak kezaliman maka kondisi rakyat juga demikian. Jika penguasa adalah seorang yang bagus agamanya, bertakwa, suka berbuat baik dan menolong maka kondisi rakyat juga demikian. Pengaruh penguasa semacam ini dijumpai pada sebagian masa pada sebagian person penguasa tertentu (Al Bidayah wan Nihayah, karya Ibnu Katsir 9/186).
Selengkapnya: https://muslim.or.id/22486-pengaruh-penguasa-terhadap-rakyatnya.html
___
Join Telegram:
/channel/muslimorid
/channel/muslimahorid
FansPage:
https://www.facebook.com/muslim.or.id
https://www.facebook.com/muslimah.or.id
https://www.facebook.com/mutiaranasihatislam
Install aplikasi android:
https://bitly.com/MuslimAndroid
Penghalang Ittiba’ : Kebodohan Terhadap Ajaran Agama
Ittiba’ artinya meneladani dan mencontoh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam di dalam keyakinan, perkataan, perbuatan dan di dalam perkara-perkara yang ditinggalkan oleh beliau. Di sana ada banyak hal yang menghalangi seorang hamba dari ittiba’ kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dengan benar. Yang paling nampak adalah:
1. Kebodohan Terhadap Ajaran Agama
Kebodohan adalah penghalang terbesar dari ittiba’. Bahkan ia adalah sebab terbesar yang menjerumuskan seseorang ke dalam seluruh perkara yang haram, baik berupa kekufuran, bid’ah maupun kemaksiatan. Kebodohan itu bisa berupa kebodohan terhadap nash-nash, yaitu tidak mengetahui nash-nash tersebut. Atau kebodohan terhadap kedudukan nash-nash tersebut di dalam agama – bahwa nash-nash itulah yang berhak didahulukan, sedangkan sumber-sumber yang lain mengikutinya. Atau kebodohan terhadap penunjukan lafadz, maksud-maksud syariat dan kaidah-kaidah serta landasan-landasan dalam ilmu, seperti mutlaq dan muqayyad, umum dan khusus, nasikh dan mansukh, mujmal dan mubayyan.
Dan karena besarnya bahaya kebodohan ini, kita dapati al-Qur’an al-Karim dan sunnah shahihah penuh dengan nash-nash yang memberikan peringatan dari kebodohan dan menjelaskan bahayanya, serta memberi anjuran untuk berilmu dan menjelaskan keutamaannya.
Di antaranya adalah firman Allah Ta’ala,
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ
“Katakanlah, sesungguhnya Rabbku hanyalah mengharamkan perbuatan-perbuatan keji yang lahir maupun batin, mengharamkan perbuatan dosa, kezhaliman tanpa hak, mengharamkan kalian menyekutukan Allah dengan sesuatu yang tidak ada bukti padanya dan Dia mengharamkan kalian berkata atas nama Allah sesuatu yang tidak kalian ketahui” (QS. Al-A’raaf: 33)
As-Sa’di berkata, “Dan Dia mengharamkan kalian berkata atas nama Allah, sesuatu tidak kalian ketahui, di dalam nama-namaNya, sifat-sifatNya, perbuatan-perbuatanNya dan syariatNya”
Ibnul Qayyim berkata, “Adapun berbicara atas nama Allah tanpa ilmu, maka ini adalah perkara yang paling haram dan paling besar dosanya. Oleh karena itu, dia disebutkan pada tingkatan yang ke empat di antara perkara-perkara haram yang telah disepakati keharamannya oleh berbagai syariat dan agama, dan tidak dibolehkan sama sekali, bahkan senantiasa diharamkan. Kemudian beralih darinya kepada sesuatu yang lebih besar lagi. Yaitu Allah Ta’ala berfirman,
وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ
“dan Dia mengharamkan kalian berkata atas nama Allah sesuatu yang tidak kalian ketahui”
Maka ini lebih besar keharamannya dan lebih berat dosanya di sisi Allah. Karena mengandung kedustaan atas nama Allah, penisbatan Allah kepada sesuatu yang tidak layak bagiNya, perubahan dan penggantian terhadap agamaNya, penolakan terhadap apa yang Dia tetapkan, penetapan terhadap apa yang Dia tiadakan, pembenaran sesuatu yang Dia batalkan, pembatalan sesuatu yang Dia benarkan, permusuhan terhadap wali-waliNya, kecintaan terhadap musuh-musuhNya, kecintaan terhadap apa yang Dia benci, kebencian terhadap apa yang Dia cintai, pensifatan Allah dengan sesuatu yang tidak layak bagiNya di dalam dzatNya, sifat-sifatNya, perkataan-perkataanNya dan perbuatan-perbuatanNya. Maka tidak ada jenis keharaman yang lebih besar dan lebih berat di sisi Allah dari pada hal ini. Dia adalah pangkal kesyirikan dan kekufuran, pondasi bid’ah dan kesesatan. Maka seluruh bid’ah yang menyesatkan di dalam agama, pondasinya adalah perkataan atas nama Allah tanpa ilmu …”
Selengkapnya:
https://muslim.or.id/17716-penghalang-ittiba-1-kebodohan-terhadap-ajaran-agama.html
Join Telegram:
/channel/muslimorid
/channel/muslimahorid
FansPage:
https://www.facebook.com/muslim.or.id
https://www.facebook.com/muslimah.or.id
https://www.facebook.com/mutiaranasihatislam
Install aplikasi android:
https://bitly.com/MuslimAndroid
Sikap Imam Asy Syafi’i Terhadap Hadits Lemah
Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata :
وَجِمَاعُ هَذَا أَنَّهُ لَا يُقْبَلُ إِلَّا حَدِيثٌ ثَابِتٌ كَمَا لَا يُقْبَلُ مِنَ الشُّهُودِ إِلَّا مَنْ عُرِفَ عَدْلُهُ، فَإِذَا كَانَ الْحَدِيثُ مَجْهُولًا أَوْ مَرْغُوبًا عَمَّنْ حَمَلَهُ كَانَ كَمَا لَمْ يَأْتِ؛ لِأَنَّهُ لَيْسَ بِثَابِتٍ
“Kesimpulan dari semua ini, bahwa tidaklah (sebuah hadits) diterima kecuali hadits yang valid, sebagaimana tidaklah para saksi diterima (pesaksiannya) kecuali orang yg dikenal adilnya. Sehingga apabila hadits itu tidak diketahui atau dibenci perawinya, maka seakan hadits itu tidak ada, karena ketidak-validannya”
(kitab Ma’rifat Sunan Wal Atsar, karya Imam Al Baihaqi, 1/180).
Karena sikap seperti inilah Imam Syafi’i dijuluki sebagai “Naashirussunnah” (Pembela Sunnah Nabi). Beliau tidaklah berdalil dengan hadits, kecuali bila hadits tersebut bisa dipertanggung-jawabkan kevalidannya.
Namun sayang banyak dari orang-orang yang mengaku sebagai pengikutnya, bermudah-mudahan dalam berdalil dengan hadits lemah.
Parahnya lagi, bila kita mengatakan kepada mereka bahwa haditsnya lemah, maka langsung saja kita dicap sebagai Wahabi! Wallahul musta’an, tidakkah mereka merenungi perkataan Imam Asy Syafi’i –rahimahullah– di atas?!
Allahu yahdiina wa iyyaahum.
—
Penulis: Ustadz Musyaffa Ad Darini, Lc., MA.
Sumber: https://muslim.or.id/21297-sikap-imam-asy-syafii-terhadap-hadits-lemah.html
***
Kirim donasi dakwah juga bisa melalui aplikasi android Muslim.or.id: https://bitly.com/MuslimAndroid
Orang Tua Dan Anak Saling Mengangkat Derajat Di Akhirat
Telah kita ketahui bahwa anak yang shalih bisa mengangkat derajat orang tua di akhirat nanti, baik dengan doa maupun amal jariyah dari sang anak. Sebagaimana hadits yang sering kita dengar, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang diambil manfaatnya, atau doa anak yang shalih"[1. HR. Muslim no. 1631].
Demikian juga orang tua bisa mengangkat derajat anaknya di akhirat kelak, bahkan ini berlaku bagi cucu dan keturunannya ke bawah. Jika derajat anak-cucunya berada di bawahnya, maka bisa diangkat setara dengan derajat orang tuanya.
Dari Sa'id bin Jubair dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu'anhuma, beliau berkata,
إن الله ليرفع ذرية المؤمن إليه في درجته و إن كانوا دونه في العمل ، لتقربهم عينه ، ثم قرأ : *( و الذين آمنوا و اتبعتهم ذريتهم بإيمان ) الآية ،ثم قال : و ما نقصنا الآباء بما أعطينا البنين "
“Allah mengangkat derajat anak cucu seorang mukmin setara dengannya, meskipun amal perbuatan anak cucunya di bawahnya, agar kedua orangtuanya tenang dan bahagia. Kemudian beliau membaca firman Allah yang artinya, “Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan” ( AthThuur : 21) kemudian beliau berkata: dan kami tidak mengurangi dari bapak-bapak mereka apa yang kami berikan kepada anak mereka"[2. As-Silsilah Ash-Shahihah no.2490 5/495, Al-Maktabah As-Syamilah].
Syaikh Al-Albani rahimahullahu menjelaskan bahwa riwayat ini sanadnya shahih. Beliau berkata,
قلت : و لا شك في ذلك ، و لكن من الممكن أن يقال : إن الموقوف في حكم المرفوع ،لأنه لا يقال بمجرد الرأي ، بل هو ظاهر الآية المذكورة ...فهو صحيح الإسناد
“Tidak diragukan lagi mengenai hal tersebut, akan tetapi mungkin bisa dikatakan hadits ini mauquf (perkataan sahabat) sengan status hukum marfu’ (sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam). Karena tidak dikatakan semata-mata ra’yu (pendapat Ibnu Abbas), bahkan ini adalah zahir ayat yang disebutkan... dan sanadnya shahih"[3. idem].
Ibnu Katsir rahimahullahu mengatakan,
هذا فضله تعالى على الأبناء ببركة عمل الآباء، وأما فضله على الآباء ببركة دعاء الأبناء
“Ini adalah keutamaan dari Allah Ta’ala kepada anak-keturunan karena berkah dari amal bapak-bapak mereka, adapun keutamaan dari Allah kepada bapak-bapak mereka adalah kerena berkah doa anak-anak mereka"[4. Tafsir Ibnu Katsir 7/433, Darut Thayyibah, cet.II, 1420 H, Syamilah].
Dalam Tafsir Jalalain dijelaskan bahwa anak tersebut diangkat derajatkan setara orang tua mereka agar mereka bisa berkumpul besama dengan anak-cucu mereka di surga kelak,
{ألحقنا بهم ذرياتهم} المذكورين في الجنة فيكونون في درجتهم وإن لم يعملوا تكرمة للآباء باجتماع الأولاد إليهم
“Maksud dari “Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka” yaitu, anak-cucu mereka kelak di surga, sehingga jadilah anak-cucu mereka sama derajatnya dengan mereka walaupun anak-cucu mereka tidak beramal seperti mereka, sebagai penghormatan terhadap bapak-bapak mereka agar bisa berkumpul dengan anak-cucu mereka (di surga kelak)"[5. Tafsir Jalalain hal. 535, Darus Salam, Riyadh, cet.II, 1422 H].
Selengkapnya: https://muslim.or.id/28700-orang-tua-dan-anak-saling-mengangkat-derajat-di-akhirat.html
___
Join Telegram:
/channel/muslimorid
/channel/muslimahorid
FansPage:
https://www.facebook.com/muslim.or.id
https://www.facebook.com/muslimah.or.id
https://www.facebook.com/mutiaranasihatislam
Install aplikasi android:
https://bitly.com/MuslimAndroid
Mengapa Bencana Terus Melanda?
Bencana demi bencana menimpa negeri ini secara bertubi-tubi; tanah longsor, tsunami, kebakaran, gunung meletus, dan yang sedang marak sekarang ini adalah bencana banjir.
Tentu saja, sebagai seorang muslim kita harus yakin bahwa di balik bencana tersebut terkandung hikmah bagi kita semuanya, di antaranya agar kita semua berintrospeksi dan berbenah diri, bertaubat dan bersimpuh di hadapan Allah.
Sungguh, termasuk kesalahan yang amat fatal jika kita hanya meyakini seperti kebanyakan orang bahwa bencana banjir dan sejenisnya adalah sekadar bencana alam murni tanpa ada sebab dan hikmah di dalamnya.
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin berkata dalam khutbahnya yang berjudul Atsaril Ma’ashi:
“Sesungguhnya kebanyakan manusia sekarang menganggap bahwa musibah yang menimpa mereka baik dalam bidang perekonomian, keamanan, atau politik disebabkan karena faktor-faktor dunia semata.
Tidak ragu lagi bahwa semua ini merupakan kedangkalan pemahaman mereka dan lemahnya iman mereka serta kelalaian mereka dari merenungi al-Qur‘an dan sunnah Nabi.
Sesungguhnya di balik musibah ini terdapat faktor penyebab syar’i yang lebih besar dari faktor-faktor duniawi. Allah berfirman:
ظَهَرَ ٱلْفَسَادُ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِى ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ ٱلَّذِى عَمِلُوا۟ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ ﴿٤١﴾
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS ar-Rum [30]: 41)”.
Semoga Allah merahmati para ulama salaf yang selalu melakukan introspeksi atas segala musibah yang menimpa mereka, lalu segera sadar dan memperbaiki diri.
Ibnu Sirin berkata, “Saya tahu dosa apa yang menyebabkan aku sekarang ini memikul hutang, karena dahulu empat puluh tahun silam saya pernah mengatakan kepada seorang: ‘Wahai muflis (orang yang bangkrut)’”.
Sufyan bin Uyainah mengatakan, “Dahulu aku diberi pemahaman tentang al-Qur‘an, namun tatkala aku menerima kantong uang maka pemahaman itu hilang dariku”.
Demikianlah orang-orang yang cerdas, mereka selalu melakukan introspeksi dan mengakui kesalahan dan dosa yang menyebabkan musibah yang terjadi pada dirinya.
***
Penulis: Ust. Abu Ubaidah As Sidawi
Sumber: https://muslim.or.id/28694-mengapa-bencana-terus-melanda.html
___
Dengan meng-install aplikasi android:
https://bitly.com/MuslimAndroid
Anda akan mendapatkan notifikasi di smartphone anda, berisi info kajian terbaru dan tausiyah singkat
Ilmu agama bukan untuk dibanggakan, atau hanya untuk pengetahuan dan wawasan, tapi dia menuntut Anda untuk mengamalkannya.
Dalam sebuah tulisannya, Tajuddin As Subki –rahimahullah– yang wafat tahun 771 H / 1370 M seakan menjelaskan keadaan sebagian penuntut ilmu di masa kita ini, beliau mengatakan:
“Diantara mereka (yang berilmu agama), ada segolongan orang yang memang tidak meninggalkan amal-amal wajib, tapi senang ilmu dan perdebatan, dia senang bila dikatakan: “si fulan sekarang adalah pakar fikih di daerah ini“, kesenangannya terhadap hal-hal itu sampai mendarah daging, hingga kesibukannya untuk itu menghabiskan sebagian besar waktunya.
Dan dia pun menyepelekan Al Qur’an, lupa dengan hapalan Qur’annya, tapi tetap saja dia bangga, dan mengatakan: “kamilah para ulama”. Apabila dia mendirikan sholat fardhu, dia memang sholat 4 rakaat, tapi tidaklah dia mengingat Allah di dalam sholatnya kecuali sedikit, sholatnya dicampuri dengan memikirkan permasalahan dalam bab haidh dan jinayat yang pelik.
Lalu bila kamu menanyakan kepada salah seorang dari mereka: “Apakah kamu sudah sholat sunnah Zhuhur?” Dia akan mengatakan kepadamu: “Imam Syafi’i telah mengatakan: menuntut ilmu lebih afdhol daripada sholat sunnah“.
Atau bila kamu mengatakan kepadanya: “khusyu’ kah kamu dalam sholatmu?“. Dia akan mengatakan: “Khusyu’ tidaklah termasuk syarat sah sholat“.
Atau bila kamu katakan kepadanya: “Kamu lupa hapalan Qur’anmu?“. Dia akan mengatakan kepadamu: “Tidak ada yang berpendapat bahwa melupakan hapalan Qur’an itu dosa besar, kecuali penulis kitab Al-‘Uddah, lalu mana dalil pendapat itu?! Belum lagi aku tidak lupa semua hapalan Qur’an, karena aku masih hapal Al Fatihah dan banyak lagi dari Al Qur’an“.
Maka katakanlah kepadanya: “Wahai pakar fikih, memang perkataan itu benar, tapi untuk tujuan kebatilan, karena Imam Syafi’i tidaklah menginginkan dari perkataannya itu apa yang kau inginkan…“.
Dikhawatirkan orang yang keadaannya seperti ini, akan keluar total dari agamanya.
(dari kitab Mu’idun Ni’am wa Mubidun Niqom, Tajuddin Assubki, hal: 84-85).
Semoga kita bukan termasuk dari mereka…
—
Penulis: Ust. Musyaffa Ad Darini, Lc., MA.
Sumber: https://muslim.or.id/24839-ilmu-bukan-untuk-dibanggakan-namun-untuk-diamalkan.html
***
Join Telegram:
/channel/muslimorid
/channel/muslimahorid
FansPage:
https://www.facebook.com/muslim.or.id
https://www.facebook.com/muslimah.or.id
https://www.facebook.com/mutiaranasihatislam
Install aplikasi android:
https://bitly.com/MuslimAndroid
Tawaadhu’ Akhlak Yang Sering Dilalaikan
Ummul Mu’minin ‘Aisyah radhiyallaahu ta’ala ‘anha mengatakan:
ﺇﻧﻜﻢ ﻟﺘﻐﻔﻠﻮﻥ ﻋﻦ ﺃﻓﻀﻞ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺍﺕ: ﺍﻟﺘﻮﺍﺿﻊ.
“Sesungguhnya kalian sungguh sangat melalaikan ibadah yang paling utama, yaitu tawadhu’“(Az-Zuhd Li Imam Wakii’ II/463, Taarikh Jurjaan: I/86).
Al-Imam Fudhai bin ‘Iyadh ketika ditanya apa yang dimaksud dengan tawadhu’, maka beliau rahimahullah berkata:
أﻥ ﺗﺨﻀﻊ ﻟﻠﺤﻖ ﻭﺗﻨﻘﺎﺩ ﻟﻪ ، ﻭﻟﻮ ﺳﻤﻌﺘﻪ ﻣﻦ ﺻﺒﻲ ﻗﺒﻠﺘﻪ ، ﻭﻟﻮ ﺳﻤﻌﺘﻪ ﻣﻦ ﺃﺟﻬﻞ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻗﺒﻠﺘﻪ
“(tawadhu’) adalah engkau merendah dan tunduk kepada kebenaran. Jika engkau mendengarnya dari seorang bocah engkau menerimanya, bahkan walaupun engkau mendengar kebaikan itu dari orang yang paling bodoh sekalipun engkau mau menerimanya”(Hilyatul Auliya: III/329).
Imam Hasan al-Bashri rahimahullah pernah berkata:
ﻫﻮ ﺃﻥ ﺗﺨﺮﺝ ﻣﻦ منزلك ولا ﺗﻠﻘﻰ مسلما ﺇﻻ ﺭﺃﻳﺖ له عليك فضلا
“tawadhu’ adalah tatkala engkau keluar dari rumahmu dan tidaklah engkau menjumpai seorang muslim pun kecuali engkau menganggap dia lebih utama dibandingkan dirimu”(Al-Ihyaa’: III/28).
Ibunda kita yang mengingatkan kelalaian kita akan ibadah yang utama ini benar-benar mempraktekkan apa yang dikatakannya, ‘Uqbah Bin Shuhban al-Hunnaa’i rahimahullah mengisahkan:
Aku pernah bertanya kepada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha tentang makna ayat: “Kemudian wariskan al-Kitab pada orang-orang yang kami pilih dari hamba-hamba kami, di antara mereka ada yg menzalimi dirinya, dan diantara mereka ada yg pertengahan dan diantara mereka ada orang-orang yang berlomba-lomba dalam kebaikan”. (QS. Faathir:32)
Beliaupun menjawab:
: ﻳﺎ ﺑﻨﻲ ، ﻫﺆﻻﺀ ﻓﻲ ﺍﻟﺠﻨﺔ. أﻣﺎ ﺍﻟﺴﺎﺑﻖ ﺑﺎﻟﺨﻴﺮﺍﺕ ﻓﻤﻦ ﻣﻀﻰ ﻋﻠﻰ ﻋﻬﺪ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ، ﺷﻬﺪ ﻟﻪ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺑﺎﻟﺤﻴﺎﺓ ﻭﺍﻟﺮﺯﻕ. ﻭﺃﻣﺎ ﺍﻟﻤﻘﺘﺼﺪ ﻓﻤﻦ ﺍﺗﺒﻊ ﺃﺛﺮﻩ ﻣﻦ ﺻﺤﺎﺑﻪ ﺣﺘﻰ ﻟﺤﻖ ﺑﻪ. ﻭﺃﻣﺎ ﺍﻟﻈﺎﻟﻢ ﻟﻨﻔﺴﻪ ﻓﻤﺜﻠﻲ ﻭﻣﺜﻠﻜﻢ
“Wahai anakku , mereka semuanya merupakan ahli surga. Yang berlomba-lomba dalam kebaikan adalah mereka yang telah wafat di masa Rasulullah (hidup), mereka adalah orang-orang yang mendapat persaksian dari Rasulullah dengan kenikmatan hidup dan kebaikan rizki. Kaum pertengahan adalah mereka para shahabat Nabi yg mengikuti jejaknya hingga mereka bertemu dengannya(wafat). Adapun yang menzalimi dirinya sendiri adalah mereka adalah mereka yang seperti saya dan kamu”.(Tafsiir al-Qur’anil ‘Adziim:VI/549).
Sungguh menakjubkan, Ibunda Aisyah memasukkan dirinya ke dalam golongan orang-orang yang mendzalimi dirinya sendiri. Padahal kita tahu beahwa beliau adalah wanita terbaik, wanita yang Allah bela kesucian dirinya dari atas langit, seorang wanita cerdas yang paling banyak meriwayatkan sunnah-sunnah kepada ummat.
Semoga Allah merahmatimu wahai As-Shiddiqah bintu as-Shiddiq. Dan semoga kami bisa meneladani keindahan akhlakmu.
Sumber: https://muslim.or.id/20928-tawadhu-akhlak-yang-sering-dilalaikan.html
***
Join Telegram:
/channel/muslimorid
/channel/muslimahorid
FansPage:
https://www.facebook.com/muslim.or.id
https://www.facebook.com/muslimah.or.id
https://www.facebook.com/mutiaranasihatislam
Install aplikasi android:
https://bitly.com/MuslimAndroid
Resensi Kitab Tauhid
Kitab ini berjudul Kitābut tauḥīd allażī Huwa Ḥaqqullāh ‘alal ‘Abīd, ‘Kitab tentang penjelasan tauḥīd yang merupakan hak Allāh atas hamba-Nya’ atau lebih dikenal luas di masyarakat kita dengan sebutan singkat Kitab Tauḥīd. Kitab ini adalah karya ilmiyah populer dari seorang mujaddid, ulama Ahli tauḥīd, Syaikh Muḥammad At-Tamīmī raḥimahullāh.
Kitab ini ditulis oleh Al-Imām Al-‘Allāmah Al-Mujaddid lid dinillāh, Syaikhul Islam Abu ‘Ali, Muḥammad At-Tamīmī raḥimahullāh. Beliau lahir di daerah Al-‘Uyainah KSA pada tahun 1115 H dan wafat di kota Ad-Dir‘iyyah KSA pada tahun1206 H, dengan umur 91 tahun. Beliau adalah sosok yang tumbuh berkembang di tengah-tengah keluarga yang berilmu, bapaknya adalah ‘Abdul Wahhāb seorang ahli fikih sekaligus seorang hakim pengadilan syar’i. Sedangkan kakeknya adalah ketua ulama Najed dan ahli fatwa (mufti). Sedangkan paman-paman dan anak paman-pamannya adalah orang-orang yang memiliki kedudukan tinggi di tengah-tengah masyarakatnya. Oleh karenanya, beliau tumbuh berkembang di lingkungan keluarga yang terhormat dengan pendidikan yang ilmiyyah.
Beliau adalah seorang ulama pembaharu Islam (Al-Mujaddid) pada kurun kedua belas hijriyyah. Makna pembaharu Islam adalah sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh Ṣāliḥ Al-Fauzan ḥafiẓahullāh berikut. Sesungguhnya pembaharuan (Islam) bermakna menghilangkan dan memerangi (kotoran yang mengotori) ajaran agama (Islam) berupa khurafat, kesyirikan dan kebid‘ahan yang dalilnya tidak Allāh turunkan, serta menjelaskan agama (Islam) yang benar dan keyakinan yang bersih sebagaimana yang diajarkan oleh Rasūlullāh ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam.
Dengan demikian, hakikat dakwah sang penulis Kitab tauḥīd ini bukanlah membawa ajaran baru dari diri beliau sendiri, namun semata-mata yang beliau lakukan adalah mengajak manusia untuk kembali kepada ajaran Islam yang murni. Beliaupun juga berusaha melaksanakan sabda Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam,
إِنَّ الإِيْمَانَ لَيَخْلَقُ فِيْ جَوْفِ أَحَدِكُمْ كَمَا يَخْلَقُ الثَّوْبُ، فَاسْأَلُوْا اللَّهَ أَنْ يُجَدِّدَ الإِيْمَانَ فِيْ قُلُوْبِكُمْ
“Sesungguhnya iman dalam hati salah seorang di antara kalian itu benar-benar bisa usang sebagaimana usangnya pakaian, maka berdoalah kepada Allāh agar memperbaharui iman dalam hati kalian” (HR. Al-Hakim dan dishahihkan Syaikh Al-Albani).
Selengkapnya: https://muslim.or.id/28610-resensi-kitab-tauhid-1.html
___
Kunjungi terus website Muslim.or.id, ada artikel baru setiap harinya, ada ilmu baru setiap harinya - insya Allah -