Laporan Donasi YPIA periode Bulan Desember 2016
Segala puji bagi Allah ta’ala atas limpahan rahmat dan hidayah dari-Nya. Kami mengucapkan jazakumullohu khairan atas partisipasi dan kepercayaan para donatur yang dalam menyalurkan donasinya untuk dakwah melalui Yayasan Pendidikan Islam Al Atsari.
Semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan memudahkan urusan kita, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Barakallahu fiikum
Berikut ini kami laporkan pemasukan donasi melalui YPIA Bulan Desember 2016. Semoga bantuan dari kaum muslimin sekalian memberikan manfaat yang besar bagi dakwah Islam yang Haq.
Kami mohon maaf, apabila ada penulisan nama ataupun donasi yang belum terlaporkan dalam laporan ini, bisa dikonfirmasikan kepada bidang donasi Dakwah YPIA. Jazakumullohu khairan.
Kami juga memohon maaf, untuk rincian lebih lengkapnya bisa mendownload link yang kami berikan di bawah, sekaligus rincian donasi pulsa, karena banyaknya donatur pada Bulan Desember 2016
Adapun Rekap Donasi Bulan Desember 2016 bisa anda lihat disini. https://muslim.or.id/29220-laporan-donasi-ypia-periode-bula…
Tim Donasi Dakwah YPIA Yogyakarta
======
🔊 Broadcasted by :
Tim Donasi Dakwah YPIA Yogyakarta
(Yayasan Pendidikan Islam Al Atsari)
085747223366
*[ Adalah Bahagia ]*
💎🌸💎
Adalah Bahagia...
ketika bisa mengucapkan : _Alhamdulillahilladzi bini'matihi tathimus shalihaat..._
💎🌸💎
Adalah bahagia...
Nampak dari lisan yang senantiasa basah, berdzikir berulang-ulang, bertakbir dan memuji Allah, Zat yang berhak menerima segala pujian..
💎🌸💎
Adalah bahagia...
Nampak dari senyum-senyum tak tertahan, bagai sepasang insan yang baru dimabuk cinta selepas akad pernikahan...
💎🌸💎
Adalah bahagia...
Nampak dari wajah semu bersemi kemerahan, padahal tidak alergi seafood semacam lobster, kepiting, cumi ataupun udang...
---
💎🌸💎
Adalah bahagia...
Ketika kami bisa melampirkan *laporan donasi* di bulan yang telah lalu *(Desember 2016)* :
https://goo.gl/hxvn8Y
---
💎🌸💎
Adalah bahagia...
Bisa bersinergi bersama donatur sekalian dalam banyak proyek-proyek kebaikan...
Insya Allah, kami akan membuka program:
*DONAT BAKPIA (Donatur Tetap Bulanan Kegiatan YPIA) Tahap II..*
---
🍁🍁🍁
Terima kasih telah membersamai kami dalam kebaikan...
```...Jangan lupa bahagia...```
Bersama....
*Tim Donasi Dakwah YPIA Yogyakarta*
======
🔊 Broadcasted by :
*Tim Donasi Dakwah YPIA Yogyakarta*
_(Yayasan Pendidikan Islam Al Atsari)_
✉/📱085747223366
Pustaka Muslim Jogja:
Iman Kepada Uluhiyah
Kita wajib beriman terhadap tauhid uluhiyah atau tauhid ibadah. Disebut tauhid uluhiyah karena penisbatannya kepada Allah dan disebut tauhid ibadah karena penisbatannya kepada makhluk. Adapun yang dimaksud tauhid uluhiyah adalah pengesaan Allah dalam ibadah karena hanya Allah satu-satunya yang berhak diibadahi. Allah Ta’ala berfirman,
ذَلِكَ بِأَنَّ اللهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَايَدْعُونَ مِن دُونِهِ الْبَاطِلُ
” Demikianlah, karena sesungguhnya Allah, Dialah yang hak dan sesungguhnya yang mereka seru selain Alloh, itulah yang batil” (QS. Luqman: 30).
Banyak manusia yang kufur dan ingkar dalam hal tauhid ini. Karena itulah Allah mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab kepada mereka, sebagaimana Allah jelaskan,
وَمَآأَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلاَّنُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لآ إِلَهَ إِلآ أَنَا فَاعْبُدُونِ
” Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku“.” (QS. Al Anbiya’: 25) (Al Qoulul Mufiid bi Syarhi Kitaabit Tauhiid, Syaikh Muhammad bin Sholih al ’Utsaimin)
Info BUKU: http://pustaka.muslim.or.id/2014/12/jawaban-3-pertanyaan-kubur/
@pustakamuslimjogja
PERBUATAN YANG DILARANG KARENA TASYABBUH, TIDAK MEMANDANG NIAT
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
من تشبه بقوم فهو منهم
“Orang yang menyerupai suatu kaum, ia bagian dari kaum tersebut” (HR. Abu Daud, 4031, di hasankan oleh Ibnu Hajar di Fathul Bari, 10/282, di shahihkan oleh Ahmad Syakir di ‘Umdatut Tafsir, 1/152).
Hadits ini dalil terlarangnya tasyabbuh bil kuffar, menyerupai ciri khas kaum kuffar.
Terkadang ketika seseorang dinasehati agar tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang tasyabbuh bil kuffar ia menyanggah: “saya tidak berniat meniru orang kafir, saya hanya melakukannya karena begini dan begitu“.
Larangan tasyabbuh tidak memandang niat
Jawaban atas pernyataan demikian, tasyabbuh bil kuffar, atau meniru kekhususan orang kafir, tetap terlarang dalam syariat walaupun pelakunya tidak berniat untuk tasyabbuh. Karena larangan tasyabbuh tidak melihat niat, namun melihat zhahir perbuatannya. Walaupun pelakunya tidak meniatkan diri untuk menyerupai orang kafir, akan tetapi hasil dari perbuatan yang ia lakukan adalah ia menjadi serupa dengan orang kafir dan memiliki salah satu ciri khas orang kafir. Oleh karena itu tetap terlarang, walaupun tidak berniat demikian.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menyatakan: “suatu perbuatan yang merupakan tasyabbuh, tidak disyaratkan adanya niat untuk tasyabbuh. Maka, bentuk dari perbuatan tasyabbuh itu terjadi walau tidak dimaksudkan demikian. Maka jika terjadi suatu perbuatan yang merupakan bentuk dari tasyabbuh, hukumnya terlarang. Ini tidak dibedakan baik dalam tasyabbuh dengan orang kafir atau tasyabbuh-nya wanita dengan laki-laki atau tasyabbuh-nya laki-laki dengan wanita. Tidak disyaratkan adanya niat, selama di sana terjadi satu bentuk tasyabbuh (maka terlarang)”.
Di dalam Al Qaulul Mufid, beliau juga menjelaskan: “karena hukum tasyabbuh ini hanya terkait dengan bentuk zhahirnya. Maka perbuatan ini tidak membutuhkan pengecekan niat, karena hukumnya hanya dikaitkan dengan amal. Adapun amal itu berpengaruh pada amal-amal shalih yaitu berpengaruh pada sah atau tidaknya amal shalih tersebut. Juga terkait dengan amal-amal yang tidak disebut batasan pahalnya, sehingga seseorang diberi pahala karena niatnya, atau amalan-amalan semacam itu. Ini tidak berlaku pada yang hanya dikaitkan dengan amalannya saja. Dalam hal ini maka tidak perlu pengecekan niat”.
Beliau melanjutkan: “dalam hal ini, syariat mengaitkan hukum dengan tasyabbuh. Maksudnya, terkait dengan perbuatan melakukan tasyabbuh, baik disertai niat atau pun tidak. Oleh karena itu dalam masalah tasyabbuh para ulama berkata: ‘(haram) walaupun tidak bermaksud tasyabbuh‘. Karena tasyabbuh itu sudah terjadi semata-mata dengan adanya perbuatan tasyabbuh. Jika ada yang bertanya: ‘ada kaidah bahwasanya amal itu tergantung niatnya, apakah ini bertentangan?’. Jawabnya, tidak bertentangan. Karena perkara yang dikaitkan dengan amalan itu tetap sah walaupun tanpa niat melakukannya. Misalnya perkara-perkara yang haram, seperti zhihar, zina, atau semacamnya”.
SELENGKAPNYA: http://muslim.or.id/29205-perbuatan-yang-dilarang-karena-tasyabbuh-tidak-memandang-niat.html
Ikuti juga channel @muslimahorid
4 Pelancar dan Penghambat Rizki
Ada faidah ilmu berharga yang kami peroleh dan disebutkan oleh ulama rabbani, yang moga kita bisa gali ilmu ini. Ilmu tersebut adalah mengenai pelancar dan penghambat rizki.
Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan:
Ada 4 hal pelancar rezeki:
1- shalat malam
2- memperbanyak istighfar di waktu sahur
3- membiasakan sedekah
4- berdzikir di pagi dan petang
Ada 4 hal penghambat rezeki:
1- tidur pagi
2- sedikit shalat
3- malas-malasan
4- sifat khianat
Ini nasehat umum yang beliau sampaikan dalam Zaadul Ma’ad, 4: 378.
Info BUKU: http://pustaka.muslim.or.id/2016/08/pembuka-pintu-rezeki/
MENINGGALKAN PERKARA YANG TIDAK BERMANFAAT
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:«مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ». حَدِيْثٌ حَسَنٌ, رَوَاهُ التِّرْمِذِي وَغَيْرُهُ هَكَذَا.
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Di antara tanda kebaikan keIslaman seseorang: jika dia meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya.” (Hadits hasan, diriwayatkan oleh at-Tirmidzi no. 2318 dan yang lainnya)
Derajat Hadits:
Derajat hadits ini adalah hasan lighairihi (Syarh al-Arbain an-Nawawiyah, oleh Syaikh Shalih Alu Syaikh, hal: 80). Sebab meskipun hadits ini menurut ulama ahli ‘ilal (Antara lain Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Ma’in dan lain-lain) adalah mursal (Jami’ al-ulum wa al-Hikam, oleh Ibn Rajab, hal 207), akan tetapi ia memiliki syawahid yang cukup banyak dengan redaksi yang semisal, sehingga menguatkannya dan menjadikannya hasan lighairihi (Lihat takhrij hadits ini dalam Shahih Kitab al-Adzkar wa Dha’ifuhu, 1013/774, 1130/884, 1244/978. Dinukil dari Iqadzu al-Himam al-Muntaqa min Jami’ al Ulum wa al-Hikam, oleh Syaikh Salim al-Hilaly, hal 172)
Biografi Singkat Perawi Hadits (Lihat: Tahdzib al-Kamal fi Asma’ ar-Rijal, oleh al-Mizzy, no: 8276, dan Siyar A’lam an-Nubala’, oleh adz-Dzahaby, II/578-632)
Abu Hurairah bernama Abdurrahman bin Shakhr ad-Dausy, berasal dari negeri Yaman. Beliau merupakan sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang paling banyak meriwayatkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hadits-hadits musnad yang beliau riwayatkan sebanyak 5374 hadits. Banyaknya hadits yang beliau riwayatkan membuat orang-orang orientalis dan antek-anteknya merasa berkepentingan untuk menjatuhkan kedudukan beliau, dengan tujuan agar kaum muslimin kehilangan sebagian besar tuntunan Nabinya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akan tetapi ulama kita bahu-membahu dalam membantah tuduhan-tuduhan keji mereka, serta menyapu bersih syubhat-syubhat yang mereka lontarkan. Di antara buku-buka yang ditulis dalam hal ini adalah: Al-Anwar al-Kasyifah fi Kitab Adhwa’ ‘ala as-Sunnah min az-Zalal wa at-Tadhlil wa al-Mujazafah (Cahaya yang menyingkap kesalahan, penyesatan dan sikap serampangan dalam kitab Adhwa’ ‘ala as-Sunnah), yang ditulis oleh salah satu ulama besar negeri Yaman; al-‘Allamah Abdurrahman bin Yahya al-Mu’allimy (1313-1386 H). Pada tahun 57 H. Abu Hurairah meninggal dunia, dalam usia 78 tahun.
Kedudukan Hadits Ini:
Hadits yang ada di hadapan kita ini merupakan salah satu dasar pokok bidang akhlak dalam agama Islam. Imam Ibnu Abi Zaid al-Qairawany menerangkan, “Adab-adab kebaikan terhimpun dan bersumber dari 4 hadits: hadits “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya berkata baik atau diam”, hadits “Salah satu pertanda kebaikan Islam seseorang, jika ia meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya”, hadits “Janganlah engkau marah”, dan hadits “Seorang mu’min mencintai kebaikan untuk saudaranya, sebagaimana ia mencintai kebaikan tersebut bagi dirinya sendiri” (Jami’ al-Ulum wa Al-Hikam, hal 208).
Penjelasan Tentang Hadits Ini:
« مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ »
“Di antara tanda kebaikan keislaman seseorang; jika dia meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya.”
“Min husni islamil mar’i” i’rabnya adalah khabar yang didahulukan. Sedangkan “Tarku” adalah mubtada’ yang diakhirkan (Syarah al-Arba’in an-Nawawiyah oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, hal 181)
Huruf min dalam hadits ini jenisnya tab’idhiyyah (sebagian). Jadi makna hadits ini adalah: meninggalkan perkara-perkara yang tidak bermanfaat, merupakan sebagian dari hal-hal yang bisa mendatangkan baiknya keislaman seseorang (Jami’ al-‘Ulum, hal 208)
Akhlak mulia adalah sebab selamatnya seseorang dari neraka dan masuknya orang ke dalam surga
Dari Abul Muntafiq radhiallahu'anhu, ia berkata:
يا رسول الله! نبئني بما يباعدني من عذاب الله، ويدخلني الجنة؟ قال: تعبدُ الله ولا تشركُ به شيئاً وتقيمُ الصلاة المكتوبة وتؤدّي الزكاة المفروضة وتصومُ رمضان وتحجّ وتعتمرُ وانظر ما تحبّ من النّاس أن يأتوه إليك؛ فافعله بهم، وما كرهت أن يأتوه إليك؛ فذرهم منه
"Wahai Rasulullah, kabarkan kepadaku perkara-perkara yang menyelamatkan aku dari adzab Allah dan memasukkan aku ke surga. Beliau bersabda: 'Engkau menyembah Allah semata dan tidak berbuat syirik kepada Allah sedikitpun, menegakkan shalat wajib, membayar zakat yang wajib, puasa Ramadhan, berhaji dan umrah, dan perhatikanlah sikap apa yang disenangi oleh orang-orang untuk perlalukan kepada mereka lalu lakukanlah, dan perhatikanlah sikap apa yang tidak disenangi orang-orang untuk perlalukan kepada mereka lalu jauhilah'" (HR. Ad Dulabi dalam Al Kuna, 1/56, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Shahihah no.3508)
Channal @silsilahsahihah
TAHUN BARU DAN LARISNYA KONDOM!
(yang punya anak remaja wajib baca!)
Menjelang malam perayaan tahun baru, ramai-ramai diberitakan bahwa kondom mulai laris manis dan terjadi peningkatan penjualan luar bisa, bahkan sepekan sebelumnya sudah diborong dan tentu saja yang menjadi masalah yang membeli dan memborong adalah remaja.
Berikut beberapa beritanya:
http://www.jpnn.com/read/2013/12/30/208207/Jelang-Malam-Tahun-Baru,-Kondom-Laris-Manis-
tidak hanya kondom tetapi pil KB juga laris manis, seperti berita berikut:
http://www.aktual.co/sosial/083237pil-kb-dan-kondom-laris-manis-jelang-perayaan-tahun-baru
dan yang beli kebanyakan adalah remaja, seperti berita berikut:
http://www.tempo.co/read/news/2010/12/31/180303018/Jelang-Tahun-Baru-Remaja-Jombang-Borong-Kondom
jika remaja yang belum menikah membeli kondom maka digunakan apalagi kalau bukan berzina di malam tahun baru? Ini perlu kesadaran kita bersama..
mana para ayah yang tidak peduli anak perempuannya dibawa oleh laki-laki lain?
Mana para ibu yang tidak lagi tidak sedih anak wanitanya dicicipin laki-laki hidung belang?
Mana para abang yang seharusnya menjaga adik perempuannya?
Haruskah laki-laki yang suci berkata, “tolong sisakan perawan untuk kami?”
Tidakkah kita peduli dan sedih?
Sebagian mereka merasa biasa saja?
Tidak terjadi seusatu yang besar?
Padahal Allah Azza wa jalla berfirman,
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (Al-Isra’/17: 32)
Tidakkah kita khawatir akan hilangnya keimanan dan dicabutnya hdayah dari para anak dan pemuda kita?
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا زَنَى الرَّجُلُ خَرَجَ مِنْهُ الإِيمَانُ كَانَ عَلَيْهِ كَالظُّلَّةِ فَإِذَا انْقَطَعَ رَجَعَ إِلَيْهِ الإِيمَانُ
“Jika seseorang itu berzina, maka iman itu keluar dari dirinya seakan-akan dirinya sedang diliputi oleh gumpalan awan (di atas kepalanya). Jika dia lepas dari zina, maka iman itu akan kembali padanya.”(HR. Abu Daud no. 4690, dishahihkan oleh Al Albani )
Belum lagi malam tahun baru bisa jadi disertai dengan minum khamer, maka lengkap sudah sebagaimana dalam hadits,
مَنْ زَنَا أَوْ شَرِبَ الْخَمْرَ نَزَعَ اللهُ مِنْهُ اْلإِيْمَانَ كَمَا يَخْلَعُ اْلإِنْسَانُ اْلقَمْيصَ مِنْ رَأْسِهِ
“Siapa yang berzina atau minum khamr maka Allah mencabut keimanan dari orang itu sebagaimana seorang manusia melepas bajunya dari arah kepalanya.” (HR al-Hakim, dishahihkan oleh as-Suyuthi)
Semoga Allah selalu menjaga pemuda kaum muslimin.
—
Penulis: dr. Raehanul Bahraen
Like fanspage https://facebook.com/muslimorid
a, karena penyerupaannya dengan Yahudi. Dan orang yang rusak dari kalangan ahli ibadah kita, karena penyerupaannya dengan Nashrani.” 5
Orang nashrani dan yahudi tidak akan ridha sampai kita mengikuti mereka. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَن تَرْضَى عَنكَ الْيَهُودُ وَلاَ النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka.” (Al-Baqarah: 120).
—
Catatan kaki
1.HR. Abu Daud, shahih
2. Iqtidha Ash-Shirathil Mustaqim 1/356, Dar A’Alamil Kutub, Beirut, cet. VII, 1419 H, tahqiq: Nashir Abdul Karim Al-‘Aql, syamilah
3. HR. Ahmad dan Abu Daud. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih dalam Irwa’ul Ghalil no. 1269.
4. HR. Muslim no. 2669
5. Iqtidha’ Ash-Shirathil Mustaqim 1/79 Dar A’Alamil Kutub, Beirut, cet. VII, 1419 H, tahqiq: Nashir Abdul Karim Al-‘Aql, syamilah
—
Penulis: dr. Raehanul Bahraen
Artikel Muslim.Or.Id https://muslim.or.id/19406-terompet-adalah-ciri-khas-ibadah-kaum-yahudi.htm
MEMAHAMI MAKNA SYIRIK
Saat membaca judul di atas, mungkin terbersit di dalam benak kita sebuah pertanyaan, “mengapa kita harus memahami syirik? Bukankah syirik adalah dosa yang terbesar?” Jika memang demikian, maka simaklah perkataan Hudzaifah bin Yaman radhiyallahu ‘anhu ini,
كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنِ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي
“Dahulu manusia bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang kebaikan, sedangkan aku justru bertanya kepada beliau tentang keburukan disebabkan rasa takut keburukan itu akan menimpaku.”
Sebagaimana seorang muslim dituntut untuk mengetahui berbagai macam kebaikan agar dapat mengamalkannya, begitu pula selayaknya bagi dia untuk mengetahui pelbagai macam keburukan agar mampu menghindarinya. Jika dicermati sejenak, betapa banyak kitab-kitab ulama terdahulu yang mengupas masalah dosa-dosa besar. Hal itu bertujuan untuk memperingatkan umat agar tidak terjerumus ke dalamnya.
Terlebih lagi perkara syirik, yang merupakan kezaliman terbesar, yang mampu menyeret manusia menjadi bahan bakar api neraka selama-lamanya. Sudah sepantasnyalah kita memahami hakikat kesyirikan itu sendiri. Karena siapa yang tidak mengetahuinya, dikhawatirkan akan terperosok di dalamnya tanpa disadarinya.
Sebagaimana yang dikatakan oleh penyair Arab, Abu Faras al-Hamdani,
عَرَفْتُ الشَّرَّ لَا لِلشَّر … رِ لَكِنْ لِتَوَقِّيهِ
وَمَنْ لَا يَعْرِفِ الشَّرَّ … مِنَ النَّاسِ يَقَعْ فيهِ!
“Aku mengetahui keburukan bukan untuk berbuat keburukan…
Akan tetapi agar mampu terhindar darinya…
Karena barang siapa dari manusia yang tidak mengetahui keburukan..
Suatu saat akan terjerumus ke dalamnya!”
Makna Syirik
Secara etimologi, syirik berarti persekutuan yang terdiri dari dua atau lebih yang disebut sekutu. Sedangkan secara terminologi, syirik berarti menjadikan bagi Allah tandingan atau sekutu. Definisi ini bermuara dari hadis Nabi tentang dosa terbesar,
أَنْ تَجْعَلَ لِلَّهِ نِدًّا وَهْوَ خَلَقَكَ
“…Engkau menjadikan sekutu bagi Allah sedangkan Dia yang menciptakanmu.”[3]
Sebagian ulama membagi makna syirik menjadi makna umum dan makna khusus. Bermakna umum, jika menyekutukan Allah di dalam peribadahan hamba kepada-Nya (uluhiyyah), menyekutukan-Nya di dalam perbuatan-Nya (rububiyyah), nama-Nya, dan sifat-Nya (al-asma’ wa ash-shifat).
Akan tetapi, jika disebutkan secara mutlak, syirik berarti memalingkan suatu ibadah kepada selain Allah. Dan inilah makna syirik secara khusus. Sebagaimana tauhid bermakna mengesakan Allah -dalam ibadah- jika disebut secara mutlak. Karena kesyirikan jenis inilah yang diperangi oleh Rasulullah semasa hidup beliau. Bahkan, kesyirikan pertama yang terjadi di muka bumi ini disebabkan oleh penyelewengan dalam beribadah kepada selain Allah yang telah menimpa kaum Nabi Nuh ‘alaihissalam.
Diriwayatkan bahwa di zaman Nabi Nuh terdapat beberapa orang saleh. Ketika mereka wafat, setan membisikkan kepada manusia-manusia setelah mereka untuk mendirikan patung orang-orang saleh tersebut dan menamakannya dengan nama-nama mereka. Hal itu bertujuan untuk membuat mereka semangat dalam beribadah tatkala melihat patung tersebut.
Kala itu tiada seorang pun yang menyembah patung itu. Akan tetapi, ketika generasi pembuat patung wafat dan manusia berada di dalam kungkungan kebodohan, maka generasi setelahnya menjadikan patung-patung tersebut sebagai sesembahan. Mereka telah menduakan Allah dan itulah sebesar-besar dosa.
SELENGKAPNYA: http://muslim.or.id/18629-memahami-makna-syirik.html
***
Donasi peduli Suriah https://bit.ly/SuriahBerduka
TEROMPET ADALAH CIRI KHAS KAUM YAHUDI
Malam tahun baru tidak afdhal kalau tidak ada terompet, menurut mereka yang merayakannya. Di negara kita, sudah menjadi tradisi sebagian kaum Muslimin merayakannya dan ikut-ikutan meniup terompet. Akan tetapi perlu diketahui bahwa terompet merupakan ciri khas ibadah orang Yahudi sebagaimana dalam hadits berikut.
فعن أبي عميرٍ بن أنسٍ عن عمومةٍ له من الأنصار قال: “اهتم النبي – صلى الله عليه وسلم – للصلاة كيف يجمع الناس لها؟ فقيل له: انصب راية عند حضور الصلاة فإذا رأوها آذن بعضهم بعضاً، فلم يعجبه ذلك، قال: فذكر له القنع يعني الشبور (هو البوق كما في رواية البخاري) ، وقال زياد: شبور اليهود، فلم يعجبه ذلك، وقال: ((هو من أمر اليهود))، قال فذكر له الناقوس، فقال: ((هو من أمر النصارى))، فانصرف عبد الله بن زيد بن عبد ربه وهو مهتمٌ لهمِّ رسول الله – صلى الله عليه وسلم -، فأُريَ الأذان في منامه
Dari Abu ‘Umair bin Anas dari bibinya yang termasuk shahabiyah Anshor, “Nabi memikirkan bagaimana cara mengumpulkan orang untuk shalat berjamaah. Ada beberapa orang yang memberikan usulan. Yang pertama mengatakan, ‘Kibarkanlah bendera ketika waktu shalat tiba. Jika orang-orang melihat ada bendera yang berkibar maka mereka akan saling memberi tahukan tibanya waktu shalat. Namun Nabi tidak menyetujuinya. Orang kedua mengusulkan agar memakai teropet. Nabi pun tidak setuju, beliau bersabda, ‘Membunyikan terompet adalah perilaku orang-orang Yahudi.’ Orang ketiga mengusulkan agar memakai lonceng. Nabi berkomentar, ‘Itu adalah perilaku Nasrani.’ Setelah kejadian tersebut, Abdullah bin Zaid bin Abdi Rabbihi pulang dalam kondisi memikirkan agar yang dipikirkan Nabi. Dalam tidurnya, beliau diajari cara beradzan.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyukai terompet Yahudi yang ditiup dengan mulut dan lonceng Nashrani yang dipukul dengan tangan. Beliau beralasan karena meniup terompet merupakan perbuatan orang Yahudi dan membunyikan lonceng itu merupakan perbuatan orang Nashrani. Karena penyebutan sifat setelah hukum menunjukkan alasan (pelarangan) tersebut. Hal ini menunjukkan larangan beliau dari seluruh perkara yang merupakan kebiasaan Yahudi dan Nashrani.”
Kesamaan fisik dan zhahir bisa membuat kedekatan hati dan batin
Mungkin ada yang bertanya, mengapa hanya sekedar mirip sedikit kemudian meniru dalam ciri khas ibadah mereka sudah dilarang? Maka jawabannya, kesamaan fisik dan zhahir bisa membuat kedekatan hati dan batin. Contoh sederhananya, misalnya jika seseroang bertemu dengan orang lain yang seragamnya sama, maka ia akan langsung merasa dekat dan bisa jadi akrab. Atau bertemu dari suku dan asal yang sama, maka ia bisa langsung akrab dan merasa ada kesatuan hati. Inilah adalah sebab larangan menyerupai suatu kaum. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam telah bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَمِنْهُمْ
”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka”
Walaupun dalam hal yang mungkin dianggap kecil seperti terompet, akan tetapi Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam telah mengingatkan hal ini. Karena sedikit demi sedikit, sejengkal demi sejengkal dan mulai dari hal yang kecil akan mengikuti mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَا لَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَ ذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ , قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ : فَمَنْ
“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang sempit sekalipun, -pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?”
SELENGKAPNYA: http://muslim.or.id/19406-terompet-adalah-ciri-khas-ibadah-kaum-yahudi.html
***
Donasi peduli Suriah https://bit.ly/SuriahBerduka
TOLERANSI BUKAN BERARTI KORBANKAN AKIDAH
Sebagian di antara para tokoh agama yang membolehkan natal bersama atau ucapan “selamat Natal” berdalih dengan firman Allah:
لَّا يَنْهَىٰكُمُ ٱللَّهُ عَنِ ٱلَّذِينَ لَمْ يُقَـٰتِلُوكُمْ فِى ٱلدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَـٰرِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوٓا۟ إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُقْسِطِينَ ﴿٨﴾ إِنَّمَا يَنْهَىٰكُمُ ٱللَّهُ عَنِ ٱلَّذِينَ قَـٰتَلُوكُمْ فِى ٱلدِّينِ وَأَخْرَجُوكُم مِّن دِيَـٰرِكُمْ وَظَـٰهَرُوا۟ عَلَىٰٓ إِخْرَاجِكُمْ أَن تَوَلَّوْهُمْ ۚ وَمَن يَتَوَلَّهُمْ فَأُو۟لَـٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّـٰلِمُونَ ﴿٩﴾
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim” (QS al-Mumtaḥanah [60]: 8–9).
Mereka telah lalai atau pura-pura lalai bahwa berbuat baik kepada orang kafir, sekalipun memang boleh, bukan berarti kita mengorbankan akidah dan prinsip kita dengan melakukan loyalitas dan cinta kepada mereka yang terlarang dalam agama.
Allah Ta‘āla berfirman:
لَّا تَجِدُ قَوْمًۭا يُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ يُوَآدُّونَ مَنْ حَآدَّ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَلَوْ كَانُوٓا۟ ءَابَآءَهُمْ أَوْ أَبْنَآءَهُمْ أَوْ إِخْوَٰنَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ ۚ أُو۟لَـٰٓئِكَ كَتَبَ فِى قُلُوبِهِمُ ٱلْإِيمَـٰنَ وَأَيَّدَهُم بِرُوحٍۢ مِّنْهُ ۖ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّـٰتٍۢ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَـٰرُ خَـٰلِدِينَ فِيهَا ۚ رَضِىَ ٱللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا۟ عَنْهُ ۚ أُو۟لَـٰٓئِكَ حِزْبُ ٱللَّهِ ۚ أَلَآ إِنَّ حِزْبَ ٱللَّهِ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ ﴿٢٢﴾
“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam Surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah rida terhadap mereka, dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah ḥizbullāh (golongan Allah). Ketahuilah, bahwa sesungguhnya ḥizbullāh (golongan Allah) itu adalah golongan yang beruntung” (QS al-Mujādilah [58]: 22).
Ibn al-Jauzi Rahimahullahu Ta’ala mengatakan ketika menafsirkan QS al-Mumtaḥanah [60]: 8, “Ayat ini merupakan keringanan tentang bolehnya menyambung tali kerabat terhadap orang-orang kafir yang tidak memerangi kaum Muslimin dan bolehnya berbuat baik kepada mereka sekalipun loyalitas (saling mencintai) terputus dari mereka”.
SELENGKAPNYA: http://muslim.or.id/29176-toleransi-bukan-berarti-korbankan-akidah.html
***
Donasi peduli Suriah: https://bit.ly/SuriahBerduka
DOSA BID'AH ITU BERTINGKAT-TINGKAT
Orang yang melakukan perbuatan bid’ah sedangkan ia sudah tahu itu bid’ah, apakah ia telah jatuh dalam dosa besar? Seperti yang ditunjukkan hadits
«من أحدث حدثًا أو آوى محدثًا؛ فعليه لعنة الله والملائكة والناس أجمعين، لا يقبل الله منه صرفًا ولا عدلًا
“Barangsiapa yang mengada-adakan suatu bid’ah dalam agama, maka ia mendapat laknat dari Allah, dari Malaikat dan dari seluruh manusia. Allah tidak meneriman amalnya baiknya yang wajib maupun sunnah” ?
Syaikh Muhammad bin Abdillah Al Imam menjawab:
Memang benar bahwa terkadang orang yang melakukan perbuatan bid’ah jatuh dalam dosa besar. Namun bid’ah itu bertingkat-tingkat, dan orang yang berbuat bid’ah juga memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam meninggalkan bid’ahnya. Demikian juga perlu ditinjau dari sisi pengaruh perbuatan bid’ah yang dilakukan terhadap masyarakat serta kadar bahayanya bagi masyarakat. Semakin berbahaya pengaruh suatu perbuatan bid’ah terhadap masyarakat, maka semakin besar pula dosanya bagi orang yang pertama kali mencetuskan bid’ah tersebut dan melakukannya. Ini jika memang mereka sengaja melakukannya.
Demikian juga, bid’ah itu dosanya berbeda-beda tergantung tempat, waktu dan kemampuan. Wallahu’alam.
Sumber: http://muslim.or.id/18542-fatwa-ulama-dosa-bidah-itu-bertingkat-tingkat.html
***
Donasi peduli Suriah https://bit.ly/SuriahBerduka
IKHLAS AKAN MENJADIKAN SESEORANG TERJAGA DARI DOSA
Diantara pelajaran yang dapat kita petik dari kisah Nabi Yusuf ‘alaihissalam adalah, ikhlas merupakan sebab teragapainya berbagai macam kebaikan. Dengan ikhlas pula seorang hamba akan terjaga dari segala bentuk kekejian atau dosa.
Hal ini sebagaimana disebutkan dalam firman Allah ta’ala (setelah Allah menyebutkan kisah Nabi Yusuf dengan Zulaikha’ , tatkala Zulakha’ merayu Yusuf untuk melakukan tindakan asusila) :
كَذَٰلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ ۚ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ
“Demikianlah Kami memalingkan Yusuf dari perbuatan munkar dan keji. Sesungguhnya, Yusuf itu termasuk hamba-hamba kami yang ikhlas.” (QS. Yusuf: 24).
Dalam qira’ah lain (red. qira’ah Ibnu Katsir) disebutkan “al-mukhlishin“; huruf “laam” nya berharakat kasrah. Maknanya adalah orang-orang yang dipilih Allah dengan akhlak yang luhur. Karena mereka senantiasa mengingat negeri akhirat.
Kedua makna ini (red. ikhlas dan orang-orang yang dipilih Allah..) saling berkaitan erat, Allah ta’ala memilih mereka karena keikhlasan mereka dalam beribadah kepadaNya.
Oleh karena itu barangsiapa yang ikhlas, ia akan menjadi hamba-hamba pilihan Allah dan Allah akan menyelamatkan dia dari mara bahaya, Allah juga akan menjaga dia dari dosa dan perbuatan keji.(Lihat: Fawaaid mustanbatoh min qisshoti yusuf, hal: 38. Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah).
Bagaimana Agar Bisa Ikhlas ?
Bukan perkara mudah memang untuk meraih keikhlasan itu. Namun bukan berarti kemudian kita berpangku tangan tanpa kesungguhan untuk menggapainya. Sufyan Ats Tsauriy pernah mengatakan,
ما عالجت شيئا أشد علي من نيتي لأنها تتقلب عليَّ
“Tak ada sesuatu yang lebih susah aku obati daripada niatku. Karena niat senantiasa berubah-ubah.”
Kita semua tahu siapa Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah. Seorang alim besar dan ahli ibadah yang hidup di masa tabi’in, tiga generasi emas umat ini yang disebutkan dalam sabda Nabi shallallahua’laihiwasallam. Seorang alim sekelas beliau saja harus berjuang keras dan selalu berjuang untuk untuk bisa ikhlas. Lalu siapalah kita sehingga kita mengabaikan keikhlasan ?! Jadi untuk meraih keikhlasan dibutuhkan kesungguhan dan perjuangan yang besar.
Allah tidak akan membebani hambaNya di luar batas kemampuannya. Oleh karena itu barangsiapa yang bersungguh-sungguh dalam menggapai keikhlasan serambi memohon taufik dari Allah, maka ia akan menggapai keikhlasan tersebut. Dan betapa indahnya ibadah yang dilakukan karena ikhlas hanya mengharap wajah Allah; tanpa mengharap pujian atau penilaian dari seorang makhlukpun.
SELENGKAPNYA: http://muslim.or.id/22491-ikhlas-menjadikan-seorang-terjaga-dari-perbuatan-dosa.html
___
Donasi Suriah: https://bit.ly/SuriahBerduka
CARA WUDHU ORANG YANG BUNTUNG ANGGOTA BADANNYA
Yang dimaksud anggota wudhu bagian tubuh yang dibasuh atau dicuci ketika berwudhu. Ulama menjelaskan bahwa cara wudhu orang yang anggota wudhunya hilang atau buntung adalah dengan berusaha membasuh secara sempurna dan ujung anggota badan yang buntung juga tetap dibasuhi dengan air. Sebagaimana fatwa berikut ini.
Syaikh Abdullah bin Jibrin rahimahullah ditanya: “Seseorang yang terpotong tangannya sampai lengan atas, bagaimana ia menyempurnakan wudhu untuk shalat?”. Beliau menjawab:
ج: حيث أمر الله بغسل اليدين والرجلين وحدد منتهى الغسل، فقد عرف من ذلك أن الصلاة لا تصح إلا بتمام الطهارة التي منها غسل الأعضاء المذكورة، وأما المقطوع فإن بقي شيء من المفروض كبعض الذراع أو القدم لزم غسل ما بقي وإن لم يبق من المفروض شيء فقد ذكر الفقهاء أن يغسل رأس العضد الموجود، أو رأس الساق الموجود حتى يصدق عليه أنه غسل مسمى اليدين والرجلين
“Ketika Allah memerintahkan agar membasuh kedua tangan dan kaki serta menentukan batas yang dibasuh. Maka diketahui dari dari hal tersebut bahwa shalat tidak sah kecuali dengan menyempurnakan wudhu dengan membasuh anggota badan yang disebutkan.
Adapun anggota badan (wudhu) yang terpotong seperti sebagian lengan bawah atau kaki, maka wajib membasuh anggota badan yang tersisa. Jika tidak tersisa sedikitpun anggota badan (wudhu) maka para ahli fiqh menjelaskan agar ia membasuh ujung lengan atas yang masih ada (ujung tangan yang bunting, pent) atau ujung betis yang masih ada sampai ia telah benar-benar membasuh apa yang disebut tangan dan kaki”.
Sumber: http://muslim.or.id/27675-cara-berwudhu-orang-yang-buntung-anggota-wudhunya.html
Join juga channel @muslimahorid
JANGAN BUAT MEREKA LARI....
Berdakwah kepada masyarakat bukanlah perkara yang mudah, tak selalu diterima dan tak jarang mendapat penolakan keras. Sebagian menerima, sebagian malah lari dari dakwah kita. Hidayah memang milik Allah, namun Dia membuat hidayah itu teranugerahi kepada seseorang melalui usaha. Dan tentunya, usaha kita mengajak manusia kepada hidayah mesti merujuk pada sebaik-baik teladan, yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ketika mengutus sahabat Mu’adz bin Jabal dan Abu Musa Al Asy’ari -radhiyallahu ‘anhumaa- untuk berdakwah ke Yaman, beliau menyampaikan pesan emas kepada kedua sahabat tersebut:
“Berilah kemudahan dan jangan mempersulit, Berilah kabar gembira dan jangan membuat mereka lari..” [HR Bukhari dan Muslim].
Meskipun pesan tersebut singkat, namun maknanya sangat luas dan mendalam. Disebutkannya “jangan mempersulit” sebagai antonim setelah “berilah kemudahan”, memberikan faidah penegasan, bahwa perintah tersebut tidak hanya sekali saja, namun dalam segala kondisi. Karena bisa jadi seseorang memberi kemudahan pada orang lain di satu waktu namun di waktu yang lain dia mempersulit. Begitu pula perintah memberi kabar gembira dan larangan membuat lari. Demikian yang dijelaskan oleh Imam An Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim.
Dalam sebuah riwayat dalam Shahihain, diceritakan bahwa Mu’adz bin Jabal shalat Isya bersama Rasulullah lalu pulang ke masjid kampungnya di Bani Salimah (sekarang dikenal dengan Masjid Qiblatain) dan mengimami shalat orang-orang di sana dengan membaca surat Al Baqarah. Ada seorang laki-laki yang keluar dari barisan dan shalat sendiri. Maka setelah itu Mu’adz menegurnya. Laki-laki ini tidak terima lalu mengadu kepada Rasulullah bahwa Mu’adz shalatnya panjang, sedangkan dia telah lelah bekerja seharian. Rasulullah pun menegur Mu’adz, lalu bersabda, “Sesungguhnya di antara kalian ada yang membuat lari orang lain.”
Barangkali ada di antara kita yang masuk ke dalam sabda beliau tersebut? Karena kita sering tidak sadar telah membuat orang lain lari dengan mendakwahkan hal-hal yang memberatkan mereka,yaitu dengan menekankan hal-hal yang sunnah menjadi seolah wajib, dan menekankan hal mubah seolah-oleh makruh bahkan haram.
Misalnya, mendakwahi orang yang shalat fardhunya masih sering bolong. Tentunya kita dakwahkan ke mereka bahwa shalat itu yang wajib hanya 5 kali, sekali shalat juga paling sekitar10 menit. Mudah. Jangan dulu didakwahi suruh shalat rawatib, dhuha, dan shalat sunnah lainnya. Inilah wujud dari kabar gembira bahwa Islam itu mudah dan tidak sulit.
Tentang bersuci, amat banyak kemudahan dari Islam mengenainya. Jika sedang di daerah yang susah air, Anda boleh bertayamum, dan dijadikan oleh Allah seluruh tempat di bumi ini suci untuk bersuci dan tempat sujud. Bisa shalat dimana saja. Anda pegawai di bengkel, tubuh dan baju belepotan oli? Jangan khawatir, oli tidak najis, dan anda bisa gunakan sabun untuk mencuci anggota tubuh yang kena wudhu. Tidak perlu menunda apalagi sampai tidak shalat hanya karena masalah-masalah semacam itu. Dan jika Anda musafir, terdapat kemudahan untuk jama’ shalat.. Shalat bisa kapan saja, dimana saja.
SELENGKAPNYA: http://muslim.or.id/10674-jangan-buat-mereka-lari.html
—
Penulis: Ristiyan Ragil P
Like juga fanspage kami https://facebook.com/muslimorid
Fatwa Ulama: Dahulu Tidak Pernah Shalat, Apa Yang Harus Dilakukan?
Soal:
Selama hidup saya sebagian besarnya saja jalani tanpa pernah mengerjakan shalat, apa yang harus saya lakukan sekarang? Apakah meng-qadha-nya ataukah ada kafarah ataukah taubat? Jika qadha bagaimana caranya saya meng-qadha semuanya? Ataukah ada cara lain?
Syaikh Shalih Fauzan Al Fauzan menjawab:
Yang wajib bagi anda sekarang adalah bertaubat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan menjaga shalat di sisa hidup anda. Dan hendaknya anda bersungguh-sungguh dalam bertaubat dengan menunaikan semua syarat-syaratnya, yaitu
1. Menyesal atas dosa yang telah dilakukan
2. Berhenti dari dosa yang dilakukan dan mewaspadainya
3. Bertekad untuk tidak mengulangi dosa tersebut
Jika anda telah benar-benar bertaubat dan senantiasa melakukan ketaatan pada sisa hidup anda dan senantiasa melaksanakan shalat, maka itu cukup bagi anda insya Allah. Dan anda tidak perlu meng-qadha shalat-shalat yang terlewat karena anda meninggalkannya dengan sengaja. Dan ini sebenarnya sebuah kekufuran terhadap Allah ‘azza wa jalla. Karena menurut pendapat yang tepat dari perselisihan yang ada diantara para ulama, meninggalkan shalat dengan sengaja membuat pelakunya keluar dari Islam walaupun ia tidak menganggap meninggalkan shalat itu boleh.
Sumber: http://muslim.or.id/16796-fatwa-ulama-dahulu-tidak-pernah-shalat-apa-yang-harus-dilakukan.html
Follow twitter kami di @muslimorid
MENINGGALKAN PERKARA YANG TIDAK BERMANFAAT (2)
Kapankah keislaman seseorang dianggap baik? Para ulama berbeda pendapat:
1. Sebagian memandang bahwa kebaikan Islam seseorang dicapai dengan mengerjakan kewajiban-kewajiban dan menjauhi larangan-larangan. Dan ini adalah tingkatan golongan yang pertengahan, yang disitir oleh Allah ta’ala dalam firman-Nya,
ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِيْنَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللهِ
“Kemudian kitab itu kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri, di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah.” (QS. Fathir: 32)
Orang yang baik keislamannya adalah golongan pertengahan yang mengerjakan kewajiban-kewajiban dan sebagian yang sunah, serta meninggalkan semua hal-hal yang diharamkan.
2. Pendapat kedua mengatakan: Kebaikan Islam seseorang artinya: jika ia telah mencapai tingkatan ihsan yang disebutkan dalam hadits,
قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ الإِحْسَانِ, قَالَ: «أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ, فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ»
Jibril bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Apakah ihsan itu?” Beliau menjawab: “Kamu beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Seandainya engkau tidak mampu, ketahuilah bahwasanya Dia itu melihatmu.” (HR. Muslim no: 93)
3. Pendapat ketiga memandang bahwa kebaikan keislaman itu bertingkat-tingkat, masing-masing orang berbeda-beda tingkatannya. Besarnya pahala dan keutamaan seseorang tergantung tingkatan kebaikan keislaman dia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« إِذَا أَحْسَنَ أَحَدُكُمْ إِسْلاَمَهُ فَكُلُّ حَسَنَةٍ يَعْمَلُهَا تُكْتَبُ لَهُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ »
“Jika Islam salah seorang dari kalian baik, maka setiap amal kebaikan yang ia lakukan akan dicatat (pahalanya) sepuluh kali lipat hingga tujuh ratus kali lipat.” (HR. Bukhari no: 42)
Keterangan para ulama ahli penelitian (tahqiq) mengatakan bahwa kebaikan keislaman itu bertingkat-tingkat, tidak hanya satu level saja (menguatkan pendapat ketiga).
SELENGKAPNYA: http://muslim.or.id/444-meninggalkan-perkara-tidak-bermanfaat-1.html
Like juga fanspage https://facebook.com/muslimorid
PATOKAN TASYABBUH
Banyak kalangan yang masih bingung tentang patokan tasyabbuh yang dilarang dalam agama Islam, sehingga mereka menghukumi banyak hal sebagai tasyabbuh padahal bukan, seperti kopyah hitam, pakaian jawa, dan sebagainya.
Bagaimana sebenarnya patokan tasyabbuh itu? Simak penjelasan ulama berikut:
Syaikh Sulaiman Ar Ruhaili berkata:
الضابط للتشبه بالكفار (أن يفعل الإنسان فعلًا لا يفعله إلا الكفار لا بمقتضى الإنسانية)
“Patokan tasyabbuh adalah melakukan perbuatan yang tidak dilakukan kecuali orang kafir bukan karena kebutuhan manusia”.
Perhatikan patokan ini baik-baik, jika bukan ciri khas orang kafir maka tidak termasuk tasyabbuh. Seperti celana jeans-nya menurut saya.
Demikian juga hal itu dilakukan oleh orang kafir karena kebutuhan manusia seperti mobil maka ini bukan termasuk tasyabbuh (kajian Tsalatsah Ushul di Masjid Nabawi pada musim haji tahun 1429-1430 H).
Syaikh Ibnu Utsaimin juga berkata:
مقياس التشبه أن يفعل المتشبِه ما يختص به المتشبَه به، فالتشبه بالكفار أن يفعل المسلم شيئاً من خصائصهم، أما ما انتشر بين المسلمين وصار لا يتميز به الكفار فإنه لا يكون تشبهاً، فلا يكون حراماً من أجل أنه تشبه، إلا أن يكون محرماً من جهة أخرى. وهذا الذي قلناه هو مقتضى مدلول هذه الكلمة. وقد صرح بمثله صاحب الفتح حيث قال (صــ272 ج10.
“Patokan Tasyabbuh kepada orang kafir adalah seorang muslim melakukan hal yang merupakan ciri khas kafir. Adapun jika hal itu tersebar antara kaum muslimin dan bukan ciri khas kaum kuffar maka bukanlah tasyabbuh, tidak terlarang karena tasyabbuh kecuali jika ada alasan lainnya yang mengharamkan.
Apa yang kami sampaikan ini sesuai dengan kandungan kalimat dan dikuatkan oleh penulis Fathul Bari (Ibnu Hajar Al Asqolani, 10/272)”.
Maka jangan gegabah menghukumi tasyabbuh….
***
Penulis: Ust. Abu Ubaidah As Sidawi
Sumber: http://muslim.or.id/27819-patokan-tasyabbuh.html
Like juga fanspage https://facebook.com/muslimahorid
💎💎💎
"Kuharap keimanan selalu manis..
Walau kadang kehidupan ini begitu pahit
Kuharap Allah selalu ridha
Walau segenap ciptaan dan manusia,
membenciku, memarahiku, memakiku
Walau jalin kelindan hubunganku dengan semesta ini
begitu rapuh....
Jika kasih-Nya nan tulus membersamaiku,
segalanya tiada arti bagiku
Apalah artinya semesta di atas tanah ini
semuanya hanya tanah belaka..."
---
🌸🌸🌸
Semoga kita bisa tetap tegar di atas sunnah dan fokus mengejar ridho ilahi...
Berbahagia menjadi yang sedikit...
Di zaman yang terasa *_'asing'_* dengan kebenaran...
Jangan bersedih...
Ketahuilah, Perahu Nabi Nuh, tak tenggelam meski hanya dibuat oleh sejumlah yang sedikit...
Sedangkan, Kapal Titanic ditakdirkan tenggelam, meskipun dibuat oleh banyak orang.
_Berbahagia mengejar ridho ilahi, meski menjadi yang terasing dan sedikit.._
💎💎💎
======
🔊 Broadcasted by :
*Tim Donasi Dakwah YPIA Yogyakarta*
_(Yayasan Pendidikan Islam Al Atsari)_
✉/📱085747223366
Trompet Adalah Ciri Khas Ibadah Kaum Yahudi
Malam tahun baru tidak afdhal kalau tidak ada terompet, menurut mereka yang merayakannya. Di negara kita, sudah menjadi tradisi sebagian kaum Muslimin merayakannya dan ikut-ikutan meniup terompet. Akan tetapi perlu diketahui bahwa terompet merupakan ciri khas ibadah orang Yahudi sebagaimana dalam hadits berikut.
فعن أبي عميرٍ بن أنسٍ عن عمومةٍ له من الأنصار قال: “اهتم النبي – صلى الله عليه وسلم – للصلاة كيف يجمع الناس لها؟ فقيل له: انصب راية عند حضور الصلاة فإذا رأوها آذن بعضهم بعضاً، فلم يعجبه ذلك، قال: فذكر له القنع يعني الشبور (هو البوق كما في رواية البخاري) ، وقال زياد: شبور اليهود، فلم يعجبه ذلك، وقال: ((هو من أمر اليهود))، قال فذكر له الناقوس، فقال: ((هو من أمر النصارى))، فانصرف عبد الله بن زيد بن عبد ربه وهو مهتمٌ لهمِّ رسول الله – صلى الله عليه وسلم -، فأُريَ الأذان في منامه
Dari Abu ‘Umair bin Anas dari bibinya yang termasuk shahabiyah Anshor, “Nabi memikirkan bagaimana cara mengumpulkan orang untuk shalat berjamaah. Ada beberapa orang yang memberikan usulan. Yang pertama mengatakan, ‘Kibarkanlah bendera ketika waktu shalat tiba. Jika orang-orang melihat ada bendera yang berkibar maka mereka akan saling memberi tahukan tibanya waktu shalat. Namun Nabi tidak menyetujuinya. Orang kedua mengusulkan agar memakai teropet. Nabi pun tidak setuju, beliau bersabda, ‘Membunyikan terompet adalah perilaku orang-orang Yahudi.’ Orang ketiga mengusulkan agar memakai lonceng. Nabi berkomentar, ‘Itu adalah perilaku Nasrani.’ Setelah kejadian tersebut, Abdullah bin Zaid bin Abdi Rabbihi pulang dalam kondisi memikirkan agar yang dipikirkan Nabi. Dalam tidurnya, beliau diajari cara beradzan.”1
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyukai terompet Yahudi yang ditiup dengan mulut dan lonceng Nashrani yang dipukul dengan tangan. Beliau beralasan karena meniup terompet merupakan perbuatan orang Yahudi dan membunyikan lonceng itu merupakan perbuatan orang Nashrani. Karena penyebutan sifat setelah hukum menunjukkan alasan (pelarangan) tersebut. Hal ini menunjukkan larangan beliau dari seluruh perkara yang merupakan kebiasaan Yahudi dan Nashrani.”2
Kesamaan fisik dan zhahir bisa membuat kedekatan hati dan batin
Mungkin ada yang bertanya, mengapa hanya sekedar mirip sedikit kemudian meniru dalam ciri khas ibadah mereka sudah dilarang? Maka jawabannya, kesamaan fisik dan zhahir bisa membuat kedekatan hati dan batin. Contoh sederhananya, misalnya jika seseroang bertemu dengan orang lain yang seragamnya sama, maka ia akan langsung merasa dekat dan bisa jadi akrab. Atau bertemu dari suku dan asal yang sama, maka ia bisa langsung akrab dan merasa ada kesatuan hati. Inilah adalah sebab larangan menyerupai suatu kaum. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam telah bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَمِنْهُمْ
”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka”3
Walaupun dalam hal yang mungkin dianggap kecil seperti terompet, akan tetapi Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam telah mengingatkan hal ini. Karena sedikit demi sedikit, sejengkal demi sejengkal dan mulai dari hal yang kecil akan mengikuti mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَا لَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَ ذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ , قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ : فَمَنْ
“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang sempit sekalipun, -pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?”4
Berkata Sufyan Ibnu ‘Uyainah dan yang lainnya dari kalangan salaf,
ولهذا كان (2) السلف (3) سفيان بن عيينة (4) وغيره، يقولون: إن (5) من فسد من علمائنا ففيه شبه من اليهود! ومن فسد من عبّادنا ففيه شبه من النصارى
“Sungguh orang yang rusak dari kalangan ulama kit
ORANG MATI MENGETAHUI KEADAAN ORANG YANG HIDUP?
Sebagian orang beranggapan bahwa orang yang sudah mati bisa mengetahui keadaan orang yang masih hidup. Sehingga dengan anggapan itu mereka berbondong-bondong datang ke kuburan untuk meminta pertolongan kepada penghuni kubur.
Ternyata Al Qur’an mengatakan lain. Renungkanlah ayat tentang Nabi Isa berikut ini:
وَكُنْتُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا مَا دُمْتُ فِيهِمْ فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِي كُنْتَ أَنْتَ الرَّقِيبَ عَلَيْهِمْ وَأَنْتَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ
“Aku (Isa) MENYAKSIKAN mereka SELAMA AKU berada DI TENGAH-TENGAH MEREKA. maka setelah Engkau MEWAFATKAN AKU, ENGKAULAH YG MENGAWASI mereka“. (QS. Al Ma’idah: 117)
Berapa faidah yang bisa kita ambil dari ayat ini:
Ayat ini menunjukkan bahwa Nabi Isa mengetahui keadaan umatnya, SELAMA beliau masih hidup. Adapun setelah wafat, beliau tidak tahu keadaan mereka, namun yang tahu keadaan mereka adalah Allah Yang Maha Mengawasi hambaNya.
Jika mayat mengetahui keadaan orang-orang yang masih hidup, bukankah itu akan banyak mendatangkan kesusahan dan kesedihan baginya?!. Dan hal ini sangat kontradiktif dengan keyakinan bahwa “alam setelah kKematian” itu adalah kebahagiaan yang murni, atau kesusahan yang murni.
Bayangkan bagaimana sedihnya orang yang tahu keadaan yang buruk, namun ia tidak mampu berbuat apapun untuk mengubah keadaan itu. Jika ada yang meyakini sang mayit bisa merubah keadaan, bukankah seharusnya ia lebih dulu mengubah keadaan dia, sebelum mengubah keadaan orang lain menjadi lebih baik?!
Wallahu a’alam.
—
Penulis: Ustadz Musyaffa Ad Darini, Lc.
Sumber: http://muslim.or.id/21853-orang-mati-mengetahui-keadaan-orang-yang-hidup.html
***
Donasi peduli Suriah https://bit.ly/SuriahBerduka
Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan:
“Tawakkal kepada Allah adalah sebab terbesar tercapainya hajat-hajat. Karena Allah akan mencukupkan orang yang bertawakkal kepada Allah”
(Jami’ Al ‘Ulum wal Hikam)
Bagaimana hukumnya seorang Muslim memberi ucapan selamat pada hari raya orang kafir?
Simak penjelasan dari Syaikh Musthafa Al 'Adawi berikut ini
https://www.youtube.com/watch?v=3sNtonZnYg8&t=4s
Klik CC untuk menampilkan terjemah / subtitle
___
Channel youtube: https://www.youtube.com/muslimorid
Web: https://muslim.or.id
Fanspage https://facebook.com/muslimorid
Twitter: https://twitter.com/muslimorid
Pembicaraan Kelahiran Isa dalam Al Qur’an
Bacalah kutipan ayat di bawah ini. Allah Ta’ala berfirman,
فَحَمَلَتْهُ فَانْتَبَذَتْ بِهِ مَكَانًا قَصِيًّا (22) فَأَجَاءَهَا الْمَخَاضُ إِلَى جِذْعِ النَّخْلَةِ قَالَتْ يَا لَيْتَنِي مِتُّ قَبْلَ هَذَا وَكُنْتُ نَسْيًا مَنْسِيًّا (23) فَنَادَاهَا مِنْ تَحْتِهَا أَلَّا تَحْزَنِي قَدْ جَعَلَ رَبُّكِ تَحْتَكِ سَرِيًّا (24) وَهُزِّي إِلَيْكِ بِجِذْعِ النَّخْلَةِ تُسَاقِطْ عَلَيْكِ رُطَبًا جَنِيًّا (25)
“Maka Maryam mengandungnya, lalu ia mengasingkan diri dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh. Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma, dia berkata: ‘Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi barang yang tidak berarti, lagi dilupakan.’ Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah: “Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu.” (QS. Maryam: 22-25)
Kutipan ayat di atas menunjukkan bahwa Maryam mengandung Nabi ‘Isa ‘alahis salam pada saat kurma sedang berbuah. Dan musim saat kurma berbuah adalah musim panas. Jadi selama ini natal yang diidetikkan dengan musim dingin (winter), adalah suatu hal yang keliru.
Info BUKU: http://pustaka.muslim.or.id/2016/11/natal-hari-raya-siapa/
@pustakamuslimjogja
🌸🌸🌸
Berawal dari beranda di pelataran kata..
Banyak ucapan "Selamat Hari Ibu" yang terbaca..
Hingga ku terjangkit kagum yang serupa..
Lalu ku mencari puisi yang paling pantas untuk disulam..
Sebagai kalam yang hendak dikirimkan sebagai tanda sayang dan perhatian..
Supaya dibilang "kekinian" oleh teman-teman..
======
🌸🌸🌸
Aku tahu...
Selimut puisi itu tidak akan mampu menghangatkan dinginnya kerinduan untuk membahagiakanmu, ibu..
Aku tahu...
Lagipula dalam Islam, 'perhatian' padamu ibu, *_tak hanya terbatas pada waktu tertentu..._*
Aku tahu...
Betapa sudah terlalu banyak ibu memaafkan, dan, aku yakin maaf itu masih senantiasa ibu punya, selalu...
======
🌸🌸🌸
Ibu.... ku kan berusaha terus berbakti, menyayangi tanpa henti...
Mendoakanmu dalam tengadah tangan dan sujud-sujud panjang setiap hari...
Semoga ketulusan ini, dapat memendekkan jarak dan mempersingkat jeda...
Serta mengumpulkan kita, kembali di Surga Allah ta'ala...
=======
🌸🌸🌸
*"Karena, rindu ibu.... Selalu menjadi jalan pulang... "*
🌸🌸🌸
=====
🔊 Broadcasted by :
*Tim Donasi Dakwah YPIA Yogyakarta*
_(Yayasan Pendidikan Islam Al Atsari)_
✉/📱085747223366