Mengapa Harus Manhaj Salaf?
Mengapa harus manhaj salaf? Mungkin itu pertanyaan yang terlintas di benak kita dan juga pernahkah terbetik pertanyaan ketika kita membaca, “Tunjukilah kami jalan yang lurus” (QS. Al Fatihah : 6), bagaimana jalan yang lurus itu? Itulah jalan yang telah Allah jelaskan pada ayat berikutnya, “(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka …” Begitu pula dalam surat lain, “Dan barang siapa yang mentaati Allah dan Rasul(-Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang telah dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: para nabi, para shiddiqqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya” (QS. An Nisaa’: 69).
Siapakah Salaf Itu?
Secara bahasa, salaf artinya pendahulu dan secara istilah yang dimaksud dengan salaf itu adalah Rasulullah dan para sahabatnya. Ini bukan klaim tanpa bukti, jika kita cermati ayat di atas, yang dimaksud dengan orang-orang yang telah dianugerahi nikmat oleh Allah tidak lain adalah Rasulullah dan para sahabatnya, generasi salaf.
Nabi yang paling utama ialah Nabi Muhammad, imamnya shiddiqin ialah Abu Bakar, imamnya para syuhada’ ialah Hamzah bin ‘Abdil Muthalib, ‘Umar bin Al Khaththab, ‘Utsman bin ‘Affan dan ‘Ali bin Abi Thalib. Dan orang saleh yang paling saleh adalah seluruh sahabat Nabi.
Merekalah salaf kita, yang jalan mereka (baca: manhaj) dalam beragama itulah yang seharusnya kita ikuti, baik dalam akidah, muamalah maupun dakwah.
Manhaj Salaf Adalah Jalan Kebenaran
Allah berfirman, “Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas petunjuk baginya. dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali” (QS. An Nisaa’: 115)
Ketika ayat ini diturunkan, orang-orang mu’min yang dimaksud adalah para sahabat Nabi. Bahkan Allah telah meridhai mereka dan orang-orang sesudahnya yang mengikuti mereka serta menjanjikan untuk mereka balasan yang besar. “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah, Allah telah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar” (QS. At Taubah: 100).
Demikianlah, Salafiyyah adalah Islam itu sendiri yang murni dari pengaruh-pengaruh peradaban lama dan warisan berbagai kelompok sesat. Islam yang sesuai dengan pemahaman salaf telah banyak dipuji oleh nash-nash al-Qur’an dan as-Sunnah.
Manhaj Salaf Adalah Manhaj Ahlus Sunnah
Penamaan salaf bukanlah suatu hal yang bid’ah. Bahkan Rasulullah telah menegaskan saat beliau sakit mendekati wafatnya, di mana beliau bersabda kepada putrinya, Fathimah, “Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah, dan sesungguhnya aku adalah sebaik-baik salaf bagimu” (HR. Muslim).
Para ulama ahlus sunnah dulu dan sekarang banyak menggunakan istilah salaf dalam ucapan dan kitab-kitab mereka. Seperti contohnya ketika mereka memerangi kebid’ahan, mereka mengatakan, “Dan setiap kebaikan itu dengan mengikuti kaum salaf, sedangkan semua keburukan berasal dari bid’ahnya kaum kholaf (belakangan)”.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata dalam Majmu’ fatawanya bahwa tidak ada aib bagi yang menampakkan madzhab salaf dan bernasab padanya, bahkan wajib menerimanya secara ijma’, karena madzhab salaf itulah kebenaran.
Lanjut baca: https://muslim.or.id/292-mengapa-harus-manhaj-salaf.html
Ust. Abu Yazid Nurdin, Lc.
Hadis: Larangan Mencela Orang yang Sudah Meninggal Dunia
Diriwayatkan dari ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لَا تَسُبُّوا الْأَمْوَاتَ فَإِنَّهُمْ قَدْ أَفْضَوْا إِلَى مَا قَدَّمُوا
“Janganlah kalian mencela (menyebutkan kejelekan atau keburukan) orang yang sudah meninggal dunia, karena mereka telah mendapatkan apa yang telah mereka kerjakan.” (HR. Bukhari no. 1393).
Diriwayatkan dari Al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لَا تَسُبُّوا الْأَمْوَاتَ فَتُؤْذُوا الْأَحْيَاءَ
“Janganlah kalian menghina mereka yang sudah mati, sehingga kalian menyakiti mereka yang masih hidup.” (HR. Tirmizi no. 1982, dinilai sahih oleh Al-Albani).
Terdapat beberapa faedah yang bisa diambil dari dua hadis di atas, di antaranya:
Faedah pertama
Hadis di atas berisi larangan mencela orang yang sudah meninggal dunia atau merendahkan kehormatannya. Hal ini karena kalimat larangan dalam hadis di atas, yaitu لَا تَسُبُّوا (Janganlah kalian mencela), menunjukkan hukum haram. Sebagaimana hal itu adalah hukum asal yang ditunjukkan oleh kalimat larangan. Sebagian ulama berdalil dengan hadis tersebut untuk melarang mencela orang yang sudah meninggal secara mutlak, baik muslim atau kafir, orang saleh maupun fasik, berdasarkan makna umum yang ditunjukkan oleh hadis, yaitu (الْأَمْوَات) (semua orang yang sudah meninggal dunia, siapapun mereka).
Sedangkan sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa hadis tersebut bersifat khusus berkaitan dengan orang yang sudah meninggal dunia dari kalangan kaum muslimin. Karena termasuk dalam ibadah mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala adalah dengan mencela orang-orang kafir. Alasan yang lain, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan, “karena mereka telah sampai (mendapatkan) apa yang telah mereka kerjakan.” Hal ini adalah isyarat bahwa yang Rasulullah maksudkan adalah orang yang sudah meninggal dunia dari kalangan kaum muslimin.
Terdapat pendapat ketiga yang memberikan rincian dalam masalah ini. Yaitu, boleh menyebutkan kejelekan dan keburukan orang kafir yang sudah meninggal dunia, apabila hal itu tidak menyakiti kerabatnya yang muslim. Jika tidak ada kerabatnya yang muslim yang tersakiti, atau memang ketika di masa hidupnya orang kafir tersebut menyakiti kaum muslimin, maka tidak mengapa menyebutkan kejelekan-kejelekannya.
Selengkapnya: https://muslim.or.id/84518-hadis-larangan-mencela-orang-yang-sudah-meninggal-dunia.html
Ust. Muhammad Saifuddin Hakim
💰 Biaya (belum termasuk buku panduan dan ongkos kirim):
▪Kelas Persiapan:
Rp 125.000,- per Level
▪Kelas Nahwu Dasar:
Rp 135.000,- per Level
▪Kelas Shorof Dasar:
Rp 145.000,- per Level
▪Kelas Baca Kitab:
Rp 155.000 per Level
▪Kelas Nahwu & Sharaf Lanjutan:
Rp. 165.000 per Level
📘 Buku Panduan:
| Pemesanan kitab dapat dilakukan secara:
- Offline: Langsung datang di kantor YPIA pada jam operasional: Senin sampai Jum'at pukul 09.00 - 15.00 WIB atau bagi santri akhowat bisa menghubungi Narahubung Akhawat: wa.me/6281388982734
- Online: Melalui link berikut: koleksi.mahadumar.id | setelah mengisi, dimohon konfirmasi ke Tim Pengiriman MUBK (085290866960)
▪Kelas Persiapan:
Modul Pelatihan Bahasa Arab Dasar [Rp 25.000]
▪Kelas Nahwu Dasar:
Nahwu 1/ 2/ 3:
Al Muyassar fii ‘Ilmin Nahwi jilid 1 [Rp. 27.000]
▪Kelas Sharaf Dasar
- Sharaf 1:
Al Kafi Fii ‘Ilmis Sharfi jilid I [Rp. 25.000] dan Al Kafi Fii Ilmi Sharfi Jilid II [Rp. 30.000]
- Sharaf 2:
Al Kafi Fii Ilmi Sharfi Jilid II [Rp. 30.000] dan Al Kafi Fii Ilmi Sharfi Jilid III [Rp. 30.000]
- Sharaf 3:
Al Kafi Fii Ilmi Sharfi Jilid III [Rp. 30.000]
▪Kelas Baca Kitab
- Baca Kitab 1:
Syarah Al Qawaid Al Arba’ (Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan) [Rp. 18.000]
- Baca Kitab 2:
Syarah Muqaddimah Al Ushul Ats Salatsah (Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan) [Rp. 18.000]
- Baca Kitab 3:
Syarah Ba’dhu Fawaid Suratil Fatihah (Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan) [Rp. 18.000]
▪Kelas Nahwu & Sharaf Lanjutan:
Mulakhas Qawaidul Lughatil Arabiyah [Rp. 65.000]
NB: Kitab akan kami kirim setelah pendaftar melakukan pembayaran. Apabila pesan online, jangan lupa cek ongkir dulu melalui link pemesanan kitab
📝 Alur Pendaftaran
Calon santri dapat melakukan pendaftaran pada tanggal: 12 - 25 Syawal 1444H/2 - 15 Mei 2023
(1) Mencermati pengumuman pendaftaran dengan seksama.
Pendaftar mencermati terlebih dahulu pengumuman pendaftaran sebelum memutuskan untuk mengikuti program, baik itu waktu, buku panduan, dll.
(2) Mengisi formulir pendaftaran di www.mahadumar.id/pendaftaran
(3) Konfirmasi Pendaftaran
Konfirmasi pendaftaran ke nomor WhatsApp MUBK wa.me/6285786599931 (Admin Pusat) dengan format: Nama_Jenis Kelamin_Pilihan Kelas. Contoh: Abdullah/Aisyah_Laki-laki/Perempuan_Nahwu Dasar 1 (Pastikan antum sudah mengisi link pendaftaran sebelum melakukan konfirmasi pendaftaran. Peserta tetap dinyatakan tidak terdaftar apabila belum mengisi link pendaftaran walaupun sudah melakukan konfirmasi pendaftaran).
(4) Melaksanakan Placement Test
Tes dilaksanakan untuk santri yang mengikuti kelas yang mempersyaratkan adanya placement test dan bagi santri yang tidak memiliki syahadah yang berlaku. Tes akan dilaksanakan secara online.
▪Waktu Placement Test (Online)
- Rabu, 27 Syawal 1444 H/17 Mei 2023 pukul 13.00 - 21.00 WIB
▪Pengumuman Hasil Tes
- Jumat, 29 Syawal 1444 H/19 Mei 2023
Catatan : Untuk kelas persiapan tidak ada placement test
(5). Setelah mendapatkan pengumuman kelulusan, menunaikan biaya : Maksimal Rabu, 24 Mei 2023
Berikut merupakan teknis pembayaran: transfer ke rekening Bank Syariah Indonesia (BSI) no rek. 7755332261 a.n. Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari
📍Catatan:
- Untuk kelas persiapan bisa langsung melakukan pembayaran setelah pendaftar mendapatkan konfirmasi ulang dari pengurus
- Untuk selain kelas persiapan, pembayaran dapat dilakukan setelah lulus placement test dan kelas yang dipilih buka
- Pembayaran hanya dapat dilakukan secara transfer
- Bagi pendaftar selain kelas persiapan, pembayaran dapat dilakukan setelah dinyatakan lolos placement test dan kelas yang dipilih buka.
(6). Konfirmasi pembayaran
Setelah selesai melakukan pembayaran, maka santri wajib untuk melakukan konfirmasi pembayaran secara online di www.mahadumar.id/pendaftaran
📌 Keterangan : Kuota kelas terbatas, sehingga apabila calon peserta tidak menunaikan tanggungan biaya pada waktu yang ditentukan maka tidak diperkenankan mengikuti program.
=========
| Ma'had Umar bin Khattab Yogyakarta |
| Yayasan Pendidikan Islam Al Atsari |
Jika Diundang Ke Walimah Nikah
Setelah berjalannya bulan Syawal, kita jumpai kian berdatangannya undangan walimatul urs (pernikahan). Undangan silih berganti menghampiri, mulai dari undangan tetangga, kakak tingkat, kerabat hingga teman sejawat. Dan mengenai hal ini, ada beberapa hal yang hendaknya diperhatikan oleh setiap kita, selaku orang yang diundang ke walimah nikah, salah satunya adalah doa untuk pengantin.
Memenuhi Undangan
Pada asalnya, wajib hukumnya seseorang memenuhi undangan. Sebab, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda :
إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْوَلِيْمَةِ فَلْيَأْتِهَا
“Jika salah seorang diantara kalian diundang menghadiri acara walimah, maka datangilah” (HR. Bukhari no. 5173).
Bahkan, orang yang sedang berpuasa pun tetap wajib memenuhi undangan walimah tersebut,
إذا دعي أحدكم إلى طعام فليجب، فإن كان مفطراً فليطعم، وإن كان صائماً فليصل. يعني: الدعاء
“Bila salah seorang diantara kalian diundang menghadiri jamuan makan, hendaklah ia memenuhi undangan tersebut. Jika ia tidak sedang berpuasa maka hendaklah ia ikut makan. Dan jika ia sedang berpuasa hendaknya ia mendoakan” (HR. Muslim no. 1431).
Mendoakan Keberkahan Bagi Pengantin Pria dan Wanita
Sejatinya, ada beberapa lafazh doa untuk pengantin yang dianjurkan untuk dibaca dalam hal ini. Diantara doa pengantin yang sudah masyhur di telinga kita ialah doa yang terdapat pada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Doa tersebut ialah,
بَارَكَ اللهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِي خَيْرٍ
“Semoga Allah memberkahimu di waktu bahagia dan memberkahimu di waktu susah, serta semoga Allah mempersatukan kalian berdua dalam kebaikan” (HR. Abu Dawud no. 2130).
Adapun, doa-doa dengan redaksi lainnya dapat dilihat di dalam kitab Adabuz Zifaf, buah karya dari Syaikh Al-albani.
Mendoakan Orang yang Mengundang Setelah Selesai Makan
Syariat Islam yang begitu sempurna, mengatur setiap detail permasalahan kehidupan. Tak luput pula, mengenai hal adab ketika kita diundang. Diantara sunnah yang sering terlupakan ialah mendoakan orang yang mengundang setelah selesai makan. Diantara doa yang disunnahkan untuk dibaca ialah,
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُمْ، وَارْحَمْهُمْ، وَبَاِرِكْ لَهُمْ فِيْمَا رَزَقْتَهُمْ
“Ya Allah, ampunilah mereka, sayangilah mereka dan berkahilah mereka pada apa-apa yang Engkau karuniakan kepada mereka” (HR. Ahmad IV/187-188).
Atau boleh pula dengan doa,
اَللَّهُمَّ أَطْعِمْ مَنْ أَطْعَمَنِي، وَاسْقِ مَنْ سَقَانِي
“Ya Allah, berikanlah makan kepada orang yang telah memberi makan kepadaku, dan berkahilah minum kepada orang yang telah memberi minum kepadaku” (HR. Muslim no. 2055).
Lanjut baca: https://muslim.or.id/22459-bila-di-undang-ke-walimah-nikah.html
Ust. Erlan Iskandar
Yuk dukung dakwah untuk kalangan mahasiswa dengan mengajak mereka lebih tertarik belajar agama islam yang mulia.
YPIA serius menggarap dakwah mahasiswa melalui organisasi FKIM (Forum Kajian Islam Mahasiswa) dan FKKA (Forum Kajian Kemuslimahan Al Atsari).
FKIM dan FKKA berusaha mengumpulkan mahasiswa untuk duduk bersama menggali dan menerapkan bekal agama yang patut dimiliki dalam perjalanan seorang mahasiswa untuk terjun menjadi pemimpin di masa depan.
Info selengkapnya https://ypia.or.id/campaign/operasional-dakwah-mahasiswa/
✅ Atau Transfer ke Rekening:
Bank Syariah Indonesia (BSI)
7755332245 (kode transfer 451) a.n. YPIA Yogyakarta
Konfirmasi donasi via WhatsApp:
👉🏻 wa.me/6282225979555 (Narahubung Donasi Dakwah YPIA)
Anda Seorang Politikus? Bercerminlah!
Siapakah yang berhak memberi penilaian & solusi dalam masalah Nawazil Siyasah (kejadian politik kontemporer) dan berhak menjadi politikus Syar’i (penentu strategi politik yang Syar’i)? Simaklah hadits berikut ini :
عن أبِي هُرَيْرَةَ – رضي الله عنه – قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ وَيَنْطِقُ يهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ : وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ : الرَّجُلُ التَّافِهُ يتكلم فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ) رواه ابن ماجة وهو حديث صحيح
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu ia berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang banyak penipuan di dalamnya. Ketika itu pendusta dibenarkan sedangkan orang yang jujur malah didustakan, pengkhianat dipercaya sedangkan orang yang amanah justru dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu Ruwaibidhah ikut-ikutan berkomentar. Ada yang bertanya, “Siapakah yang dimaksud Ruwaibidhah?”. Beliau menjawab, “Orang bodoh yang berkomentar/ikut campur dalam urusan masyarakat luas.” (HR. Ibnu Majah, disahihkan al-Albani dalam as-Shahihah [1887] as-Syamilah).
Ibnu Rajab رحمه الله pernah mencontohkan sosok figur ulama ahli ijtihad yang berhak berfatwa dalam Nawazil, yaitu sosok Imam Ahmad رحمه الله. Ibnu Rojab رحمه الله menjelaskan mengapa Imam Ahmad رحمه الله pantas menjadi salah satu contohnya? Beliau menjelaskan bahwa Imam Ahmad adalah sosok yang sampai pada ketinggian ilmu tentang Al-Qur`an dan As-Sunnah serta atsar.
Adapun tentang Al-Qur`an : Imam Ahmad tahu nasikh dan mansukh, tahu kumpulan tafsir Shahabat dan Tabi’in. Dan tentang As-Sunnah : beliau hafal Hadits-Hadits,tahu mana yang shahih dan mana yang dho’if, tahu Perowi Hadits yang terpercaya,tahu pula jalan periwayatan Hadits dan cacatnya,bahkan bukan hanya tahu Hadits yang marfu’ namun juga yang mauquf dan paham fiqhul Hadits.
Adapun Atsar : beliau tahu pendapat para Imam kaum Muslimin. Dan seterusnya dari penjelasan Ibnu Rojab tentang Imam Ahmad, sampai pada ucapan beliau :
ومعلوم أنَّ مَن فَهِمَ عِلْم هذه العلوم كلّها وبرَع فيها، فأسهلُ شيء عنده معرفةُ الحوادث والجواب عنها
“dan suatu perkara sudah diketahui bahwa orang yang menguasai ilmu-ilmu ini semuanya dan berhasil menjadi pakar dalam ilmu-ilmu tersebut mengungguli yang lainnya,maka adalah sesuatu yang termudah baginya menelaah kejadian -kejadian kontemporer (kekinian) dan solusinya”). Selesai perkataan Ibnu Rajab rahimahullah.
Berarti Ibnu Rajab memandang bahwa orang yang menguasai berbagai disiplin Ilmu Syar’i itulah yang berhak dan mampu berfatwa dalam masalah nawazil.
Oleh karena itu disebutkan dalam salah satu biografi Imam Ahmad, bahwa : Imam Ahmad dahulu berfatwa tentang solusi kejadian-kejadian kontemporer,namun beliau melarang murid-muridnya berbicara dalam masalah itu,karena dipandang mereka belum sampai kepada tingkatan boleh berijtihad dalam masalah itu.
Pandangan Ibnu Rajab dan sikap Imam Ahmad tersebut juga sama dengan pernyataan Ibnul Qoyyim رحمه الله,yang mengatakan :
العالم بكتاب الله وسنة رسوله وأقوال الصحابة فهو المجتهد في النوازل
“Orang yang berilmu tentang Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya dan Ucapan Para Sahabat maka dialah orang yang berhak berijtihad menyampaikan pandangan dan fatwa dalam masalah Nawazil/kejadian-kejadian kontemporer” .
Selengkapnya: https://muslim.or.id/23577-anda-seorang-politikus-bercerminlah.html
Ust. Sa'id Abu Ukasyah
Hukum Memajang Foto Di Dinding
Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin
Soal:
Apa hukum memajang foto di dinding?
Jawab:
Memajang foto di dinding hukumnya haram, terlebih lagi ukurannya besar. Walaupun foto yang dipajang tersebut hanya sebagian badan dan kepala, (tetap tidak dibolehkan). Hal ini karena terlihat jelas adanya itikad ingin mengagungkan orang yang ada di foto tersebut. Perbuatan ini adalah awal munculnya kesyirikan dan ghulu sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Abbas radhiallahu’anhu mengenai berhala kaum Nabi Nuh yang mereka sembah.
أنها كانت أسماء رجال صالحين صوروا صورهم ليتذكروا العبادة، ثم طال عليهم الأمد فعبدوهم
“Sesungguhnya sesembahan-sesembahan tersebut awalnya adalah para orang-orang shalih yang digambar oleh orang-orang sebagai pengingat mereka untuk beribadah. Lalu berlalulah waktu yang lama hingga akhirnya mereka menyembah gambar-gambar tersebut”
Beliau juga mengatakan, “memajang foto kenangan hukumnya terlarang. Karena Nabi shallallahu’alaihi wa sallam mengabarkan bahwa malaikat -yang dimaksud adalah malaikat rahmat- tidak akan masuk rumah yang terdapat gambar. Ini menunjukkan bahwa memajang gambar di rumah itu terlarang.”
Selengkapnya: https://muslim.or.id/31238-hukum-memajang-foto-di-dinding.html
Silakan di-share...
Dukung Dakwah Sunnah via Internet Melalui Muslim.or.id
Klik link berikut ini:
https://ypia.or.id/campaign/bantu-operasional-website-dakwah-islam/
Ambil peran anda dalam menyebarkan Islam yang benar ke seluruh penjuru tanah air
Pelajaran Dari Hadits Bithoqoh
Hadits bitoqoh ini menceritakan tentang seseorang yang telah melakukan banyak dosa ketika di dunia. Ia punya catatan dosa sebanyak 99 kartu. Setiap catatan amal tersebut jika dibentangkan sejauh mata memandang. Namun ia punya kartu ampuh (bitoqoh) ‘laa ilaha illallah’ sehingga ia bisa selamat dari siksa.
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يُصَاحُ بِرَجُلٍ مِنْ أُمَّتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رُءُوسِ الْخَلاَئِقِ فَيُنْشَرُ لَهُ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ سِجِلاًّ كُلُّ سِجِلٍّ مَدَّ الْبَصَرِ ثُمَّ يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ هَلْ تُنْكِرُ مِنْ هَذَا شَيْئًا فَيَقُولُ لاَ يَا رَبِّ فَيَقُولُ أَظَلَمَتْكَ كَتَبَتِى الْحَافِظُونَ ثُمَّ يَقُولُ أَلَكَ عُذْرٌ أَلَكَ حَسَنَةٌ فَيُهَابُ الرَّجُلُ فَيَقُولُ لاَ. فَيَقُولُ بَلَى إِنَّ لَكَ عِنْدَنَا حَسَنَاتٍ وَإِنَّهُ لاَ ظُلْمَ عَلَيْكَ الْيَوْمَ فَتُخْرَجُ لَهُ بِطَاقَةٌ فِيهَا أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ قَالَ فَيَقُولُ يَا رَبِّ مَا هَذِهِ الْبِطَاقَةُ مَعَ هَذِهِ السِّجِلاَّتِ فَيَقُولُ إِنَّكَ لاَ تُظْلَمُ. فَتُوضَعُ السِّجِلاَّتُ فِى كِفَّةٍ وَالْبِطَاقَةُ فِى كِفَّةٍ فَطَاشَتِ السِّجِلاَّتُ وَثَقُلَتِ الْبِطَاقَةُ
“Ada seseorang yang terpilih dari umatku pada hari kiamat dari kebanyakan orang ketika itu, lalu dibentangkan kartu catatan amalnya yang berjumlah 99 kartu. Setiap kartu jika dibentangkan sejauh mata memandang. Kemudian Allah menanyakan padanya, “Apakah engkau mengingkari sedikit pun dari catatanmu ini?” Ia menjawab, “Tidak sama sekali wahai Rabbku.” Allah bertanya lagi, “Apakah yang mencatat hal ini berbuat zholim padamu?” Lalu ditanyakan pula, “Apakah engkau punya uzur atau ada kebaikan di sisimu?” Dipanggillah laki-laki tersebut dan ia berkata, “Tidak.” Allah pun berfirman, “Sesungguhnya ada kebaikanmu yang masih kami catat. Dan sungguh tidak akan ada kezaliman atasmu hari ini.” Lantas dikeluarkanlah satu bitoqoh (kartu sakti) yang bertuliskan syahadat ‘laa ilaha ilallah wa anna muhammadan ‘abduhu wa rosuluh’. Lalu ia bertanya, “Apa kartu ini yang bersama dengan catatan-catatanku yang penuh dosa tadi?” Allah berkata padanya, “Sesungguhnya engkau tidaklah zalim.” Lantas diletakkanlah kartu-kartu dosa di salah satu daun timbangan dan kartu ampuh ‘laa ilaha illallah’ di daun timbangan lainnya.Ternyata daun timbangan penuh dosa tersebut terkalahkan dengan beratnya kartu ampuh ‘laa ilaha illalah’ tadi. (HR. Ibnu Majah no. 4300, Tirmidzi no. 2639 dan Ahmad 2: 213. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini qowiy yaitu kuat dan perowinya tsiqoh termasuk perowi kitab shahih selain Ibrahim bin Ishaq Ath Thoqoni. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Ibnul Qayyim dalam Madarijus Salikin berkata, “Amalan tidaklah berlipat-lipat karena bentuk dan banyaknya amalan tersebut. Amalan bisa berlipat-lipat karena sesuatu di dalam hati. Bentuk amal bisa jadi satu (sama dengan yang dikerjakan orang lain). Akan tetapi bisa jadi ada perbedaan satu amal dan amal lainnya yang perbedaannya antara langit dan bumi (artinya: jauh). Cobalah renungkan hadits bitoqoh. Lihatlah catatan amalnya yang berisi kalimat laa ilaha ilallah diletakkan di salah satu daun timbangan dan 99 catatan dosa di timbangan lainnya. Bayangkan pula bahwa satu catatan dosa saja jika dibentangkan sejauh mata memandang. Namun ternyata kartu ampuh berisi kalimat tauhid (laa ilaha illalah) mengalahkan catatan penuh dosa. Ia ternyata tidak disiksa. Kita pun tahu bahwa setiap ahli tauhid memiliki kartu ampuh ini (kartu laa ilaha illalah). Namun kebanyakan mereka malah masuk neraka karena sebab dosa yang mereka perbuat.” Wallahul musta’an.
Lanjut baca: https://muslim.or.id/16629-pelajaran-dari-hadits-bitoqoh.html
Ust. Muhammad Abduh Tuasikal
Segudang Proyek Akhirat
Mega proyek dakwah bersama YPIA. Mulai dari pengelolaan program pendidikan tentang Islam, belajar Tahsin, Tahfidz, bahasa Arab, baca kitab, hingga ke pengelolaan program Wisma mahasiswa, radio dakwah, website dakwah, buletin, dan pembinaan generasi muda serta kaum muslimah.
Berapa pun donasi yang anda salurkan, semoga Allah beri balasan terbaik atasnya. Sebab betapa banyak kebaikan itu digerakkan oleh sesuatu yang tampaknya kecil namun menjadi raksasa pahala berkat ketulusan niat pelakunya.
Istiqamah Setelah Ramadhan
Tidak terasa, waktu begitu cepat berlalu, dan bulan Ramadhan yang penuh dengan keberkahan dan keutamaan berlalu sudah. Semoga kita tidak termasuk orang-orang yang celaka karena tidak mendapatkan pengampunan dari Allah Ta’ala selama bulan Ramadhan, sebagaimana yang tersebut dalam doa yang diucapkan oleh malaikat Jibril ‘alaihissalam dan diamini oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam: “Celakalah seorang hamba yang mendapati bulan Ramadhan kemudian Ramadhan berlalu dalam keadaan dosa-dosanya belum diampuni (oleh Allah Ta’ala )” (HR Ahmad (2/254), al-Bukhari dalam “al-Adabul mufrad” (no. 644), Ibnu Hibban (no. 907) dan al-Hakim (4/170), dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban, al-Hakim, adz-Dzahabi dan al-Albani).
Salah seorang ulama salaf berkata: “Barangsiapa yang tidak diampuni dosa-dosanya di bulan Ramadhan maka tidak akan diampuni dosa-dosanya di bulan-bulan lainnya” (Dinukil oleh imam Ibnu Rajab dalam kitab “Latha-iful ma’aarif” (hal. 297)).
Oleh karena itu, mohonlah dengan sungguh-sungguh kepada Allah Ta’ala agar Dia menerima amal kebaikan kita di bulan yang penuh berkah ini dan mengabulkan segala doa dan permohonan ampun kita kepada-Nya, sebagaimana sebelum datangnya bulan Ramadhan kita berdoa kepada-Nya agar Allah Ta’ala mempertemukan kita dengan bulan Ramadhan dalam keadaan hati kita kita dipenuhi dengan keimanan dan pengharapan akan ridha-Nya. Imam Mu’alla bin al-Fadhl berkata: “Dulunya (para salaf) berdoa kepada Allah Ta’ala (selama) enam bulan agar Allah mempertemukan mereka dengan bulan Ramadhan, kemudian mereka berdoa kepada-Nya (selama) enam bulan (berikutnya) agar Dia menerima (amal-amal shalih) yang mereka (kerjakan)” (Dinukil oleh imam Ibnu Rajab al-Hambali dalam kitab “Latha-iful ma’aarif” (hal. 174)).
Lalu muncul satu pertanyaan besar dengan sendirinya: Apa yang tertinggal dalam diri kita setelah Ramadhan berlalu? Bekas-bekas kebaikan apa yang terlihat pada diri kita setelah keluar dari madrasah bulan puasa?
Apakah bekas-bekas itu hilang seiring dengan berlalunya bulan itu? Apakah amal-amal kebaikan yang terbiasa kita kerjakan di bulan itu pudar setelah puasa berakhir?
Jawabannya ada pada kisah berikut ini:
Imam Bisyr bin al-Harits al-Hafi pernah ditanya tentang orang-orang yang (hanya) rajin dan sungguh-sungguh beribadah di bulan Ramadhan, maka beliau menjawab: “Mereka adalah orang-orang yang sangat buruk, (karena) mereka tidak mengenal hak Allah kecuali hanya di bulan Ramadhan, (hamba Allah) yang shaleh adalah orang yang rajin dan sungguh-sungguh beribadah dalam setahun penuh” (Dinukil oleh imam Ibnu Rajab al-Hambali dalam kitab “Latha-iful ma’aarif” (hal. 313)).
Demi Allah, inilah hamba Allah Ta’ala yang sejati, yang selalu menjadi hamba-Nya di setiap tempat dan waktu, bukan hanya di waktu dan tempat tertentu.
Imam Asy-Syibli pernah ditanya: Mana yang lebih utama, bulan Rajab atau bulan Sya’ban? Maka beliau menjawab: “Jadilah kamu seorang Rabbani (hamba Allah Ta’ala yang selalu beribadah kepada-Nya di setiap waktu dan tempat), dan janganlah kamu menjadi seorang Sya’bani (orang yang hanya beribadah kepada-Nya di bulan Sya’ban atau bulan tertentu lainnya)” (Dinukil oleh imam Ibnu Rajab al-Hambali dalam kitab “Latha-iful ma’aarif” (hal. 313)).
Lanjut baca: https://muslim.or.id/10042-istiqamah-setelah-ramadhan.html
Ust. Abdullah Taslim, Lc., MA.
URGENSI TAUHID
1. Tauhid Adalah Tujuan Manusia Diciptakan
Kaum Muslimin yang dirahmati oleh Allah, wajib bagi setiap Muslim untuk memprioritaskan tauhid daripada selainnya. Yaitu hendaknya kita mempersembahkan segala ibadah kepada Allah semata dan meninggalkan semua bentuk ibadah kepada selain Allah. Karena tujuan kita diciptakan oleh Allah di dunia ini adalah agar kita mentauhidkan-Nya. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku” (QS. Adz Dzariyat: 56).
Dan keselamatan seseorang di akhirat kelak ditentukan oleh tauhid. Orang yang mati dalam keadaan bertauhid, maka ia akan selamat di akhirat walaupun membawa dosa yang banyak. Adapun orang yang mati dalam keadaan musyrik, maka ia tidak akan selamat dan merugi selamanya. Allah Ta’ala berfirman:
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya hendaklah dia beramal shalih dan tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Nya dalam beribadah kepada-Nya” (QS. Al Kahfi: 110).
Allah Ta’ala juga berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya” (QS. An Nisa’: 48).
2. Tauhid Adalah Syarat Diterimanya Amalan Kebaikan
Rabb pencipta dan pengatur alam semesta hanya satu, ialah Allah Ta’ala. Sesembahan yang berhak disembah juga hanya satu, ialah Allah Ta’ala. Dan Allah Ta’ala hanya menerima amalan kebaikan dari orang-orang yang bertauhid.
إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
“Sesungguhnya Allah hanya menerima amalan dari orang-orang yang bertaqwa” (QS. Al Maidah: 27).
فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاء رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحاً وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَداً
“Barangsiapa yang mengharapkan pertemuan dengan Rabb-Nya maka amalkanlah amalan kebaikan dan jangan mempersekutukan Rabb-nya dengan sesuatu apapun” (QS. Al Kahfi: 110)
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ
“tidaklah mereka diperintahkan kecuali untuk beribadah keada Allah semata dan mengikhlaskan amalan hanya kepada-Nya” (QS. Al Bayyinah: 5).
Orang-orang kafir dan musyrik, yang mereka tidak bertauhid, sebesar apapun amalan kebaikan mereka tidak akan diterima oleh Allah Ta’ala dan hanya menjadi debu-debu yang beterbangan.
وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاء مَّنثُوراً
“dan kami persaksikan kepada mereka, bahwa amalan kebaikan yang mereka amalkan kami jadikan debu-debu yang beterbangan” (QS. Al Furqan: 23).
3. Tauhid Adalah Kunci Surga
Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
من قال لا إله إلا الله صدقًا من قلبه دخل الجنة
“Barangsiapa yang mengatakan: tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah. Tulus dari hatinya, ia masuk surga” (HR. Abu Ya’la dalam Musnad-nya, 6/10).
Namun bukan sekedar pengucapan saja, melainkan juga disertai ilmu dan menjalankan konsekuensinya. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
مَن مات وهو يعلمُ أن لا إله إلا اللهُ دخل الجنةَ
“Barangsiapa yang mati dalam keadaan mengilmui bahwa tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah, ia masuk surga” (HR. Muslim no. 26).
Al Hasan Al Bashri rahimahullah ketika ia ditanya: “orang-orang mengatakan bahwa barangsiapa yang mengucapkan Laa ilaaha illallah pasti akan masuk surga”. Al Hasan berkata:
من قال « لا إله إلا الله » فأدَّى حقها وفرضها دخل الجنة
“barangsiapa yang mengucapkan Laa ilaaha illallah, lalu menunaikan hak dan kewajibannya (konsekuensinya), pasti akan masuk surga“ (diriwayatkan Al Asbahani dalam Al Hujjah fi Bayanil Mahajjah, 2/152. Dinukil dari Kalimatul Ikhlash Fadhluha wa Syurutuha, 502).
SELENGKAPNYA: https://muslim.or.id/41194-urgensi-tauhid.html
Silakan di-share...
SEDEKAH ADALAH BUKTI PEPERANGAN KITA DENGAN SYAITAN
Allah ta'ala berfirman
"Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir), sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan-Nya dan karunia dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengatahui" (Al-Baqarah: 268).
Karena sedekah di jalan Allah akan membuka banyak pintu kebaikan..
Karena sedekah di jalan Allah akan menyuburkan bibit-bibit dakwah tauhid di tengah masyarakat..
Karena sedekah di jalan Allah berpotensi besar meluaskan syiar-syiar sunnah di berbagai kalangan..
Karena sedekah di jalan Allah adalah bukti benarnya keimanan kita..
MARI BANTU KAMI MENYEMAI BIBIT-BIBIT PENGHAFAL ALQURAN DI RUMAH TAHFIDZ ASHABUL KAHFI!
UPDATE VIDEO KAMI: https://youtube.com/playlist?list=PLnUEs-mUCK8pp3YLBDy7ECMn18yJMAh1A
Salah satu Muhsinin telah merelakan properti rumahnya untuk dijadikan sebagai tempat bernaung para pemuda penghafal Alquran di Yogyakarta.
Anda pun bisa membantu operasional Rumah Tahfidz yang mulia ini! Dukungan anda akan dialokasikan untuk:
1. Konsumsi penghilang lapar dan dahaga para santri sehari-hari;
2. Kebutuhan rumah tangga Rumah Tahfidz untuk menjalankan berbagai fasilitas penunjang para santri;
3. Biaya untuk menunjang program dakwah para santri untuk masyarakat sekitar; dan
4. Biaya operasional untuk ustadz dan staf pengajar.
MULAI HANYA RP10.000 BISA BANTU PROGRAM DAKWAH MELALUI RUMAH TAHFIDZ ASHABUL KAHFI!
Yuk salurkan dukungan anda! Klik:
https://ypia.or.id/campaign/dukungan-untuk-para-penghafal-quran/
Atau melalui transfer manual:
Bank Syariah Indonesia (BSI)
7755332245 (kode trf. 451)
a.n. Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari
WAJIB KONFIRMASI
Konfirmasi via WhatsApp ke nomor 082225979555
Kirimkan bukti transfer kemudian ketik nama, nama program, dan nominal donasi.
=====
Disiarkan oleh:
Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari
Website: ypia.or.id
YouTube: YPIA official
IG | FB | TG: @ypiaorid
[ PROGRAM BELAJAR BAHASA ARAB REGULER DARING ( ONLINE ) DAN LURING ( OFFLINE ) JUNI 2023 ]
Ma'had Umar bin Khattab Yogyakarta kembali membuka Program Belajar Bahasa Arab Reguler Daring (Online) dan Luring (Offline) 1 Bulan.
📑 Terdiri dari 5 Pilihan Kelas
1. Kelas Persiapan
Kelas ini ditujukan bagi yang belum pernah belajar Bahasa Arab atau relatif masih “nol” dalam pembelajaran Bahasa Arab dan sangat minim kosakata Bahasa Arab-nya. Di kelas ini para peserta belajar mengenali macam kata dan susunan kalimat sederhana dalam Bahasa Arab dengan menggunakan buku Modul Pelatihan Bahasa Arab 12 Jam sebagai persiapan untuk mengikuti pembelajaran bahasa Arab pada tingkat dasar.
Kelas Persiapan tidak perlu melakukan Placement Test
2. Kelas Nahwu Dasar
Kelas ini ditujukan bagi pembelajar pemula Bahasa Arab. Di kelas ini peserta mempelajari dasar-dasar tata kalimat Bahasa Arab dengan menggunakan kitab Al-Muyassar fi Ilmin Nahwi Jilid 1 yang akan dipelajari dalam tiga level. Dengan menyelesaikan semua level, peserta diharapkan bisa mengenali pola kalimat Bahasa Arab, memahami ragam fungsi kata dalam kalimat, serta menangkap maksud susunan kalimat tersebut.
▪Nahwu Dasar 1*
▪Nahwu Dasar 2*
▪Nahwu Dasar 3*
Syarat : mengikuti dan lulus placement test
3. Kelas Sharaf Dasar
Kelas ini ditujukan bagi pembelajar pemula Bahasa Arab. Di kelas ini peserta mempelajari dasar-dasar struktur kosakata Bahasa Arab dengan menggunakan kitab Al Kafi fi Ilmis Sharfi Jilid 1, 2, dan 3 yang akan dipelajari dalam tiga level. Dengan menyelesaikan semua level, peserta diharapkan bisa mengenali aneka bentuk kata Bahasa Arab dan perubahannya, serta paham pengaruh bentuk dan perubahan tersebut terhadap arti kata.
▪Sharaf Dasar 1*
▪Sharaf Dasar 2*
▪Sharaf Dasar 3*
Syarat : mengikuti dan lulus placement test
4. Kelas Baca Kitab
Kelas ini ditujukan bagi pembelajar yang sudah memiliki bekal nahwu dan sharaf dasar untuk berlatih membaca kitab gundul dengan menerapkan kaidah-kaidah tashrif maupun i’rab. Di kelas ini peserta berlatih membaca, menganalisis, dan menerjemahkan naskah dari syarah kitab Al-Qawaid Al-Arba’, Al-Ushul Ats-Tsalatsah, dan Ba’dhu Fawaid Surah Al-Fatihah. Seraya menambah khazanah kosakata dan menumbuhkan kepekaan rasa bahasa, peserta mampu mengasah kecakapannya dalam membaca dan memahami teks Bahasa Arab.
▪Baca kitab 1 *
▪Baca kitab 2 *
▪Baca kitab 3 *
Syarat : menguasai nahwu & sharaf dasar dan mengikuti placement test
5. Kelas Nahwu & Sharaf Lanjutan
Kelas ini ditujukan bagi pembelajar bahasa Arab yang telah memiliki keterampilan dasar membaca kitab gundul dan hendak meningkatkan pemahaman dan penguasaannya terhadap bahasa Arab dengan mempelajari ilmu nahwu dan sharaf lebih lanjut dari kitab Mulakhas Qawaid al Lughah al Arabiyyah Juz 1 & Juz 2. Di kelas ini peserta akan mempelajari ilmu nahwu dan sharaf secara lebih luas dan terperinci dibandingkan di kelas-kelas dasar, termasuk mengenal beberapa uslub Bahasa Arab yang khas .
▪Nahwu Lanjutan 1 *
▪Nahwu Lanjutan 2 *
▪Nahwu Lanjutan 3 *
▪Sharaf Lanjutan 1 *
▪Sharaf Lanjutan 2 *
Syarat : bisa membaca kitab gundul & mengikuti placement test
Catatan:
A) Kelas akan dibuka jika kuota terpenuhi
B) Untuk kelas persiapan tidak perlu placement test
C) Calon santri diperbolehkan untuk tidak mengikuti placement test jika memiliki Sertifikat dengan nilai minimal 60 (Jayyid) dari level sebelumnya, dan sertifikat tersebut didapatkan pada program reguler/intensif periode Oktober 2022 - Mei 2023.
📃 Fasilitas:
- Sertifikat (PDF)
- Sertifikat (PDF) khusus bagi yang sudah menyelesaikan satu kelas (tiga level)
- Hadiah bagi santri berprestasi
🗓️ Kegiatan Belajar
(1) KBM: 9 - 27 Dzulqaidah 1444 H/29 Mei - 16 Juni 2023
(2) Evaluasi: 28 Dzulqaidah - 1 Dzulhijjah 1444 H/17 - 19 Juni 2023
(3) Hari Belajar: Senin sampai Jumat
(4) Waktu Belajar (memilih salah satu):
▪Pagi 05.30 - 06.45 WIB
▪Sore 16.00 - 17.15 WIB
▪Malam 20.00 - 21.15 WIB
💻 Media Pembelajaran: Aplikasi video-conference: Zoom/Google Meet
Hadits Palsu: Agama Adalah Akal
Hadits:
الدِّينُ هو العَقلُ ، ومَن لا دينَ لهُ ، لا عقلَ له
“agama adalah akal, barangsiapa tidak punya agama maka ia tidak punya akal”
Derajat Hadits
Hadits ini batil. Diriwayatkan oleh An Nasa-i dalam Al Kuna, Ad Dulabi dalam Al Kuna Wal Asma‘ 2/104 dari Abu Malik Bisyr bin Ghalib dari Zuhri dan Majma’ bin Jariyah dari pamannya secara marfu‘.
Berkata An Nasa-i: “ini adalah sebuah hadits yang batil lagi munkar”.
Sisi cacatnya adalah pada sanadnya terdapat Bisyr bin Ghalib. Dia itu adalah seorang yang majhul sebagaimana dikatakan oleh Al Azdi, Adz Dzahabi dan Ibnu Hajar.
Al Harits bin Abu Usamah dalam Musnad beliau meriwayatkan dari Dawud bin Al Muhabbir lebih dari 30 hadits menyebutkan tentang keutamaan akal. Namun dikatakan oleh Al Hafidz Ibnu Hajar: “semua palsu”.
Berkata Ibnul Qayyim rahimahullah: “semua hadits yang berhubungan dengan akal adalah palsu” (Al Manarul Munif hal. 25)
Selengkapnya: https://muslim.or.id/21712-hadits-lemah-agama-adalah-akal.html
@muslimorid
Beramal Tanpa Panduan
Di antara bentuk kesalahpahaman yang tersebar di tengah masyarakat muslim adalah melandaskan amal kepada niat semata. Yang penting ikhlas, atau yang penting niatnya baik, dan sebagainya. Kerancuan berpikir seperti ini telah dijawab oleh Imam Bukhari rahimahullah. Di dalam Kitabul Ilmi dari Shahih Bukhari beliau membuat bab dengan judul ‘Bab Ilmu sebelum ucapan dan amalan.’
Para ulama menjelaskan bahwa amal saleh harus memenuhi 2 kriteria: 1) ikhlas karena Allah dan 2) mengikuti tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Kehilangan syarat pertama membuat pelakunya terjerumus ke dalam syirik. Kehilangan syarat kedua membuatnya jatuh ke dalam bid’ah.
Contoh orang yang beramal tanpa ikhlas adalah tiga orang yang pertama kali diadili dan menjadi bahan bakar neraka: 1) orang yang berjihad untuk mencari pujian, 2) orang yang membaca Al-Qur’an dan mencari ilmu untuk mencari sanjungan, dan 3) orang yang berinfak supaya dikenal sebagai dermawan. Allah berfirman,
وَقَدِمۡنَاۤ إِلَىٰ مَا عَمِلُوا۟ مِنۡ عَمَلࣲ فَجَعَلۡنَـٰهُ هَبَاۤءࣰ مَّنثُورًا
“Dan Kami hadapkan segala amal yang mereka lakukan, kemudian Kami jadikan ia bagi debu yang beterbangan.” (QS. Al-Furqan: 23)
Hal ini menunjukkan bahwa ilmu tentang ikhlas sangat penting dalam menjaga amal dari kerusakan. Para ulama memiliki perhatian yang sangat besar untuk memahamkan kaum muslimin tentang makna ikhlas. Sebagaimana menjaga amal agar sesuai dengan tuntunan dibutuhkan ilmu, maka menjaga amal agar ikhlas juga perlu bekal ilmu.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan, niscaya Allah pahamkan dia dalam hal agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kebaikan seorang muslim sangat erat kaitannya dengan ilmu dan pemahamannya dalam agama. Tidak cukup bermodal semangat. Karena orang yang beramal tanpa ilmu akan lebih banyak merusak daripada memperbaiki.
Karena itulah setiap kali salat kita berdoa kepada Allah meminta petunjuk jalan yang lurus. Hakikat jalan lurus atau shirathal mustaqim adalah mengenali kebenaran dan beramal dengannya. Dengan demikian, untuk bisa mendapatkan ilmu seorang muslim membutuhkan pertolongan Allah dan petunjuk dari-Nya.
Malik bin Dinar berkata, “Barangsiapa menimba ilmu untuk beramal, maka Allah akan memberikan taufik kepadanya. Dan barangsiapa menimba ilmu bukan untuk beramal, maka semakin banyak ilmu akan justru membuatnya semakin bertambah congkak.” (lihat Ta’thir Al-Anfas, hal. 575-576)
Syekh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Orang yang diberikan kenikmatan adalah orang yang mengambil ilmu dan amal. Adapun orang yang dimurkai adalah orang-orang yang mengambil ilmu dan meninggalkan amal. Dan orang-orang yang sesat adalah orang-orang yang mengambil amal, namun meninggalkan ilmu.” (lihat Syarh Ba’dhu Fawa’id Surah al-Fatihah, hal. 25)
Oleh sebab itu, kita dapati para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang-orang yang bersemangat untuk menimba ilmu sekaligus mengamalkannya. Tidaklah mereka melewati sekitar sepuluh ayat, melainkan mereka berusaha memahami maknanya dan mengamalkannya. Mereka berkata, “Maka kami mempelajari ilmu dan amal secara bersama-sama.” (lihat Al-‘Ilmu, Wasa’iluhu wa Tsimaaruhu oleh Syekh Sulaiman Ar-Ruhaili, hal. 19)
Lanjut baca: https://muslim.or.id/84470-beramal-tanpa-panduan.html
Ust. Ari Wahyudi
💡 [ DAURAH TAUHID ]
Gratis! Terbuka untuk Umum (Putra dan Putri)
Offline & Online
Wajib untuk Santri Ma’had Al ‘Ilmi Yogyakarta 1443/1444 H
💺 Pemateri:
Ustadz Ikrimah حفظه الله تعالى
📗 Kitab:
Kitabut Tauhid, karya Syaikh Muhammad At-Tamimi رحمه الله تعالى
(Pembahasan Bab 34: Merasa Aman dari Makar Allah - Bab 59: Su'uzhan kepada Allah)
🗓 Hari, tanggal:
Insya Allah pada hari Sabtu & Ahad, 8 - 9 & 15 - 16 Syawwal 1444 H / 29 - 30 April & 6 - 7 Mei 2023 (4 pertemuan)
🕰 Pukul:
08.15 - 14.30 WIB (3 sesi/hari)
Rincian Sesi:
Sesi 1: 08.15 - 09.50
Sesi 2: 10.10 - 11.35
Sesi 3: 12.45 - 14.30
📌 Tempat:
Masjid Pogung Baru | http://bit.ly/lokasimpb
🔴 Live Streaming:
InsyaAllah disiarkan secara langsung melalui Youtube YPIA Academy | Link: bit.ly/yt_ypiaacademy
⚠️ Catatan bagi peserta offline:
▪️Parkir peserta daurah di lapangan kosong sebelah timur masjid (parkir ikhwan bagian utara dan parkir akhawat bagian selatan)
▪️Peserta ikhwan di lt. 1 masjid dan peserta akhawat di lt. 2 masjid
▪️Peserta akhawat masuk melalui pintu utama sebelah timur masjid, pintu bagian selatan (setelah masuk pintu dapat langsung naik ke lt. 2 masjid)
▪️Tempat wudhu dan kamar mandi ikhwan di lt. 1 masjid sisi utara dan selatan, sedangkan untuk akhawat di lt. 2 masjid
▪️Dimohon juga untuk menjaga protokol kesehatan (prokes)
=======
📡 Diselenggarakan Oleh:
| Ma'had Al 'Ilmi Yogyakarta
| YPIA Academy
| Yayasan Pendidikan Islam Al Atsari (YPIA) Yogyakarta
Bekerjasama Dengan:
Takmir Masjid Pogung Baru (MPB)
📲 Narahubung:
wa.me/6281392658080 (YPIA Academy)
•••••
| Mari Dukung Ma'had Al-'Ilmi Yogyakarta!
✅ Klik link berikut:
https://ypia.or.id/campaign/bantu-santri-mahad-ilmi-yogyakarta/
✅ Atau Transfer ke Rekening:
Bank Syariah Indonesia (BSI)
7755332245 (kode transfer 451) a.n. YPIA Yogyakarta
Konfirmasi donasi via WhatsApp:
👉🏻 wa.me/6282225979555 (Narahubung Donasi Dakwah YPIA)
Keutamaan Berjalan Menuju Masjid
Sesungguhnya, pahala yang paling besar adalah yang paling jauh rumahnya dari masjid. Para fuqaha (ulama ahli fiqih) rahimahumullah menegaskan dianjurkannya memperpendek langkah menuju masjid dan tidak tergesa-gesa (alias berjalan dengan tenang) ketika menuju masjid. Hal ini untuk memperbanyak pahala kebaikan ketika berjalan menuju masjid, berdasarkan berbagai dalil yang menunjukkan adanya keutamaan memperbanyak langkah menuju masjid. [1]
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللهُ بِهِ الْخَطَايَا، وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ؟ قَالُوا: بَلَى يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ: إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ، وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ، وَانْتِظَارُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ، فَذَلِكُمُ الرِّبَاطُ
“Maukah kalian aku tunjukkan kepada suatu amal yang dapat menghapus kesalahan (dosa) dan meninggikan derajat?” Para sahabat menjawab, ”Ya, wahai Rasulullah.” Rasulullah bersabda, ”(Yaitu) menyempurnakan wudhu dalam kondisi sulit, banyaknya langkah menuju masjid, menunggu shalat setelah mendirikan shalat. Itulah ar-ribath (kebaikan yang banyak).” (HR. Muslim no. 251)
Baca Juga: Mendahulukan Kaki Kanan ketika Masuk Masjid
Berjalan Kaki Ke masjid Meskipun Jauh
Dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَعْظَمُ النَّاسِ أَجْرًا فِي الصَّلاَةِ أَبْعَدُهُمْ، فَأَبْعَدُهُمْ مَمْشًى وَالَّذِي يَنْتَظِرُ الصَّلاَةَ حَتَّى يُصَلِّيَهَا مَعَ الإِمَامِ أَعْظَمُ أَجْرًا مِنَ الَّذِي يُصَلِّي، ثُمَّ يَنَامُ
“Orang yang paling banyak mendapatkan pahala dalam shalat adalah mereka yang paling jauh (jarak rumahnya ke masjid), karena paling jauh jarak perjalanannya menuju masjid. Dan orang yang menunggu shalat hingga dia melaksanakan shalat bersama imam itu lebih besar pahalanya dari orang yang melaksanakan shalat kemudian tidur.” (HR. Bukhari no. 651 dan Muslim no. 662)
Hadits-hadits tersebut menunjukkan keutamaan rumah yang jauh dari masjid, karena banyaknya langkah menuju masjid yang membuahkan pahala yang besar. Besarnya pahala itu karena jauhnya rumah dari masjid dan juga karena bolak-balik pergi ke masjid.
Selengkapnya: https://muslim.or.id/54513-keutamaan-berjalan-menuju-masjid.html
Ust. Muhammad Saifuddin Hakim
Inilah Para Pengikut Dajjal
Bismillah.. berikut kami sampaikan pembahasan singkat terkait pengikut dajjal. Semoga bermanfaat.
Dajjal, digambarkan dalam hadis-hadis Nabi sebagai seorang pendusta yang sebelah matanya buta, tertulis di keningnya huruf kaf fa’ dan ra’ (ك ف ر). Kemunculannya pertanda kiamat sudah sangat dekat. Dia menjadi fitnah terbesar dalam sejarah kehidupan manusia. Sampai-sampai, setiap Nabi yang diutus, mengingatkan umatnya tentang fitnah Dajjal.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا بُعِثَ نَبِيٌّ إِلَّا أَنْذَرَ أُمَّتَهُ الأَعْوَرَ الكَذَّابَ، أَلاَ إِنَّهُ أَعْوَرُ، وَإِنَّ رَبَّكُمْ لَيْسَ بِأَعْوَرَ، وَإِنَّ بَيْنَ عَيْنَيْهِ مَكْتُوبٌ كَافِرٌ
“Tidaklah diutus seorang nabi, melainkan dia mengingatkan kaumnya tentang si buta sebelah, sang pendusta. Ketahuilah Dajjal itu buta sebelah dan Tuhan kalian tidak buta sebelah. Diantara dua matanya tertulis: Kafir” (HR. Bukhari 7131).
Suatu yang menarik, ternyata Dajjal adalah sosok raja yang ditunggu-tunggu oleh sekelompok aliran agama. Siapakan mereka? Yahudi!
Iya, orang-orang Yahudi meyakini Dajjal sebagai raja yang akan menguasai lautan dan daratan. Mereka juga meyakininya sebagai salah satu tanda daripada tanda-tanda kebesaran Allah.
Orang-orang Yahudi menamainya dengan nama Al-Masih bin Dawud.
Perbedaan yang sangat mencolok antara mukmin dan yahudi. Orang-orang beriman, menunggu kedatangan Imam Mahdi dan turunnya Nabi Isa ‘alaihissalam. Sementara mereka menunggu sang pendusta yang buta sebelah, penebar fitnah, yang bernama Dajjal.
Bukti wahyu yang menunjukkan informasi ini, adalah hadis dari sahabat ‘Utsman bin Abil ’ash radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahualaihi wa sallam bersabda,
أكثر أتباع الدجال اليهود و النساء
“Kebanyakan pengikut Dajjal, adalah orang yahudi dan kaum wanita” (HR. Ahmad, dalam musnad beliau 4/216-217).
Lanjut baca: https://muslim.or.id/36168-ternyata-inilah-para-pengikut-dajjal.html
Ust. Ahmad Anshori, Lc.
Tahdzir Terhadap Da'i Ahlul Bid’ah
Tahdzir atau memperingatkan umat terhadap bahaya dai yang menyimpang adalah bagian dari agama. Karena ini bentuk amar makruf nahi mungkar dan upaya untuk menjaga kemurnian agama.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam pun melakukan tahdzir terhadap orang-orang menyimpang secara umum maupun secara khusus. Dari Abu Umayyah al Jumahi Radhiallahu ’anhu, Nabi Shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,
إن من أشراط الساعة أن يلتمس العلم عند الأصاغر
“Di antara tanda kiamat adalah orang-orang menuntut ilmu dari al ashoghir” (HR. Ibnul Mubarak dalam Az Zuhd [2: 316], Al Lalikai dalam Syarah Ushulus Sunnah [1: 230], dihasankan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah [695]).
Ibnul Mubarak ketika meriwayatkan hadis ini, beliau menjelaskan,
الأصاغر : أهل البدع
“Al Ashoghir adalah ahlul bid’ah”
Ini bentuk tahdzir secara umum.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda tentang Dzul Khuwaisirah,
إِنَّهُ يَخْرُجُ مِنْ ضِئْضِىءِ هذَا قَوْمٌ يَتْلُوْنَ كِتَابَ اللهِ رَبْطًا، لاَ يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ، يَمْرُقُوْنَ مِنَ الدِّيْنِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ.
“Sesungguhnya akan keluar dari keturunan orang ini, sekelompok kaum yang membaca Kitabullah (Al-Quran) secara rutin. Namun bacaan Al-Quran mereka tidak melampaui kerongkongan mereka. Mereka melesat dari (batas-batas) agama seperti anak panah yang melesat menuju sasarannya” (HR. Bukhari no. 3344, 7432, Muslim no. 1064).
Ini bentuk tahdzir secara khusus.
Oleh karena itu, Syekh Shalih Al Fauzan Hafizhahullah menjelaskan,
التحذير من أهل الضلال هذا واجب، التحذير من الأخطاء في أمور الدين هذا واجب ونصيحة للمسلمين وليس فيه غِيبة لأنه مقصودٌ به النصيحة وليس المقصود به تَنَقُّص الشخص
“Tahdzir terhadap orang-orang yang menyimpang hukumnya wajib. Tahdzir terhadap kesalahan-kesalahan agama (yang ada di tengah umat) hukumnya wajib, dan ini bentuk nasihat untuk kaum Muslimin. Tahdzir itu bukan ghibah. Karena tujuan dari tahdzir adalah untuk menasihati kaum Muslimin, bukan untuk merendahkan individu tertentu”
Lanjut baca: https://muslim.or.id/67830-tahdzir-terhadap-dai-menyimpang-bukan-berarti-merasa-suci.html
Ust. Yulian Purnama
FIKIH PUASA SYAWAL
Puasa Syawal hukumnya mustahab (sunah), berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
من صام رمضان ثم أتبعه ستا من شوال كان كصيام الدهر
“Barangsiapa yang puasa Ramadan lalu mengikutinya dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka ia mendapat pahala puasa setahun penuh” (HR. Muslim no. 1164).
Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni mengatakan:
صَوْمَ سِتَّةِ أَيَّامٍ مِنْ شَوَّالٍ مُسْتَحَبٌّ عِنْدَ كَثِيرٍ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ
“Puasa enam hari di bulan Syawal hukumnya mustahab menurut mayoritas para ulama” (Al-Mughni, 3/176).
Dijelaskan dalam Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah (28/92): “Jumhur ulama dari Malikiyyah, Syafi’iyyah, Hanabilah dan ulama Hanafiyah yang muta’akhir (kontemporer) berpendapat bahwa puasa enam hari di bulan Syawal setelah puasa Ramadan itu mustahab. Dan dinukil dari Abu Hanifah bahwa beliau berpendapat hukumnya makruh secara mutlak, baik jika dilaksanakan berurutan atau tidak berurutan. Dan dinukil dari Abu Yusuf (ulama Hanafi) bahwa beliau berpendapat hukumnya makruh jika berurutan, namun boleh jika tidak berurutan. Namun jumhur (mayoritas) ulama Hanafiyah muta’akhirin berpendapat hukumnya tidak mengapa. Ibnu Abidin (ulama Hanafi) dalam kitab At-Tajnis menukil dari kitab Al-Hidayah yang mengatakan: ‘Pendapat yang dipilih para ulama Hanafi muta’akhirin hukumnya tidak mengapa. Karena yang makruh adalah jika puasa Syawal berisiko dianggap sebagai perpanjangan puasa Ramadan, sehingga ini tasyabbuh terhadap Nasrani. Adapun sekarang, ini sudah tidak mungkin lagi’. Al-Kasani mengatakan: ‘Yang makruh adalah puasa di hari Id, lalu puasa lima hari setelahnya. Adapun jika di hari Id tidak puasa lalu besoknya baru puasa enam hari, ini tidak makruh, bahkan mustahab dan sunah’.”
Maka yang rajih adalah pendapat jumhur ulama yaitu puasa enam hari di bulan Syawal hukumnya mustahab (sunah) sebagaimana ditunjukkan oleh hadis.
Lanjut: https://muslim.or.id/30930-fikih-puasa-syawal.html
Ust. Yulian Purnama
Khotbah Salat Idulfitri: Tugas Kita Setelah Ramadan Pergi
Sumber: https://muslim.or.id/84531-khotbah-salat-idulfitri-tugas-kita-setelah-ramadan-pergi.html
📜 Mengapa Berdakwah?
Cuplikan faidah dari
Ust. Afifi hafizhahullah
Daurah Penggerak Dakwah ke-1
Yogyakarta 6 Rabiul awwal 1444 H
🧩 Dakwah adalah perintah Allah. Tidak cukup menjadi orang yang salih. Kita juga harus mushlih/pelaku perbaikan.
♻️ Dakwah merupakan jalan Nabi dan pengikutnya. Walaupun kita akan dilupakan, tetaplah berdakwah. Karena target dakwah bukan kepada kelompok atau Yayasan kita. Karena dakwah mengajak menuju Allah.
📒 Nabi dan pengikutnya berdakwah menuju jalan Allah di atas bashirah.
Dakwah ini banyak unsur yang kita bisa ikut nimbrung di dalamnya. Dakwahnya harus mengikuti manhaj Ahlussunnah.
🛺 Dakwah ini kebutuhan kita dan kebutuhan semua manusia. Allah tidak membutuhkan ketaatan kita sedikitpun. Beban ibadah itu menjadi kebutuhan yang terasa lezat. Ini bagi orang yang telah mencapai derajat Iman yang tinggi.
🔰 Dakwah termasuk bentuk perdagangan yang paling menguntungkan. Yang paling diuntungkan oleh dakwah adalah diri kita sendiri.
🧩 Yuk dukung dakwah bersama YPIA untuk memurnikan aqidah dan menebarkan sunnah ke berbagai penjuru...
📝 Dapatkan info lebih lengkap melalui link berikut ini :
https://ypia.or.id/dd2023
Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:
“Siapa pun yang ingin meraih cinta Allah ‘Azza wa Jalla, maka hendaklah ia gemar dan tekun berdzikir kepada-Nya”
(Al-Wabil Al-Mushayyib 1/42)
Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata:
“Barang siapa yang tidak beradab terhadap Allah di atas permukaan bumi, maka ia akan diazab oleh Allah di bawah permukaan bumi”
Madarijus Shalikin 2/67, karya Ibnul Qayyim
Fikih I'tikaf (Bagian 1)
Al-Allamah Syaikh Syarafud Din Abun Naja Musa bin Ahmad Al-Hajjaawi rahimahullah mengatakan dalam kitabnya Zadul Mustaqni’ fi ikhtishar Al-Muqni’ mendefinisikan I’tikaf,
هُوَ لُزُومُ مَسْجِدٍ لِطَاعَةِ اللهِ تَعَالَى
“Yaitu menetap di masjid untuk melakukan ketaatan kepada Allah Ta’ala”
Penjelasan:
Apakah maksud لُزُومُ (menetap) di sini? Syaikh Manshur bin Yunus Al-Bahuti rahimahullah ketika menjelaskan kata tersebut dalam kitabnya Ar-Raudhul Murbi’,
لزوم مسلم عاقل ولو مميزا لا غسل عليه مسجدا ولو ساعة
“Menetapnya seorang muslim yang berakal, walaupun seorang anak yang mumayyiz, yang tidak berkewajiban mandi, di dalam masjid walaupun sesaat saja”.
Pada kalimat di atas, terdapat sebagian syarat-syarat sah I’tikaf, bahwa seseorang yang hendak beri’tikaf haruslah memiliki kriteria, di antaranya sebagai berikut,
1. Muslim
Di antara syarat sahnya I’tikaf adalah beragama Islam, hal ini disepakati oleh empat madzhab Hanafiyyah, Malikiyyah, Syafi’iyyah, dan Hanabilah. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala tentang orang-orang kafir
وَقَدِمْنَا إِلَىٰ مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا
“Dan Kami hadapi segala amal (jenis kebaikan) yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan” (Al-Furqaan: 23).
Dalam ayat di atas, Allah Ta’ala mengabarkan bahwa amal apa saja dari jenis amal kebaikan yang mereka kerjakan, maka akan tidak diterima, tidak diberi pahala dan sirna begitu saja karena tidak adanya keimanan dalam hati mereka. Dengan demikian orang yang kafir atau murtad sedangkan ia belum bertaubat, maka tidak sah I’tikafnya, karena I’tikaf adalah jenis amal shalih dan tidaklah diterima jika yang melakukannya adalah orang kafir.
Lanjut baca: https://muslim.or.id/25873-fikih-itikaf-1.html
Ust. Said Abu Ukasyah