muslimorid | Неотсортированное

Telegram-канал muslimorid - Muslim.or.id

43075

Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

Подписаться на канал

Muslim.or.id

*Hari ini...!!!*

*C-I-N-T-A*

"Cinta bukanlah karena keindahan dan yang tampak di mata, tetapi karena bersatunya hati dan jiwa."
(Ibnul Qayyim al Jauziyah)


Ada begitu banyak cinta di dunia ini. Cinta yang mampu membuat orang buta menjadi penghafal Al Qur'an. Cinta yang mampu membuat pembenci menjadi pembela di garda terdepan. Cinta yang hadirnya menentramkan dan jauhnya dirindukan.


Tapi, seperti apakah cinta yang sesungguhnya?
Apakah hanya sebuah ikatan suci dua insan Rabbani?
Apakah hanya sebuah judul film yg tak pernah nyata adanya?
Atau, sebuah kesadaran manusia akan hakikat dirinya yg diwujudkan dalam amalan kesehariannya?

Ingin tahu seperti apa cinta yang sesungguhnya?

Yuk, hadiri :

*KAJIAN AKBAR #VI*


*_“Sudah Benarkah Rasa Cintaku?”_*

🎙Ustadz Afifi Abdul Wadud.
🗓Sabtu, 12 November 2016
🕰 mulai pukul 08:00 - 09.30 WIB
🕌 di Nurul Ashri Deresan

Mari ajak teman-teman, bapak-ibu, dan saudara-saudara supaya mengadiri kajiannya & saling bergenggam tangan dibawah naungan cintaNya.

Semoga Allah Ta'ala memudahkan kita dalam ketaatan kepadanya dan dalam semua kebaikan. aamiin.

*NB*: _Disediakan 100 buku GRATIS bagi 100 peserta pertama_

_Jazaakumullahu khairan_

-------
*Forum Kajian Islam Mahasiswa*
📱 *081314851301*


Diselenggarakan oleh:

-Forum Kajian Islam Mahasiswa (FKIM)
-Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari (YPIA)
-Forum Kegiatan Kemuslimahan Al-Atsari (FKKA)
-Masjid Nurul Ashri, Deresan

Читать полностью…

Muslim.or.id

SUDAHKAH KITA MENELADANI AKHLAK SALAFUS SHALIH?

Tauhid dan keimanan yang benar pasti akan membuahkan amal nyata. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنْ الطَّرِيقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنْ الْإِيمَانِ

"Iman itu terdiri dari tujuh puluh atau enam puluh lebih cabang. Yang tertinggi adalah ucapan la ilaha illallah dan yang terendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan rasa malu juga termasuk cabang keimanan." (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairairah radhiyallahu'anhu ini lafaz Muslim)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

اتَّقِ اللَّهِ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعْ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ

"Bertakwalah kepada Allah di mana saja engkau berada. Dan ikutilah perbuatan dosa dengan perbuatan baik niscaya akan menghapuskannya. Dan pergaulilah orang dengan akhlak yang baik." (HR. Tirmidzi dari Abu Dzar radhiyallahu'anhu, hadits hasan sahih).

Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah mengatakan, "Rasulullah menyebutkan perintah berakhlak secara terpisah (padahal ia termasuk bagian dari takwa, pen) dikarenakan kebanyakan orang mengira bahwa ketakwaan itu hanya berkutat dengan masalah pemenuhan hak-hak Allah dan tidak berurusan dengan pemenuhan hak hamba-hamba-Nya..." "Dan orang yang menunaikan hak-hak Allah sekaligus hak-hak sesama hamba dengan baik adalah sesuatu yang sangat jarang ditemukan, kecuali pada diri para nabi dan orang-orang yang shidiq/benar..." (Jami'ul 'Ulum wal Hikam, hal. 237)

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, beliau berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya tentang sebab paling banyak yang mengakibatkan orang masuk surga? Beliau menjawab, "Takwa kepada Allah dan akhlaq mulia." Beliau juga ditanya tentang sebab paling banyak yang mengakibatkan orang masuk neraka, maka beliau menjawab, "Mulut dan kemaluan." (HR. Tirmidzi, dia berkata: 'Hadits hasan shahih.')

Dua macam akhlak mulia

Imam an-Nawawi rahimahullah membuat sebuah bab khusus di dalam kitab Riyadhush Shalihin yang berjudul Bab Husnul Khuluq (Akhlak mulia). Maksud penyusunan bab ini oleh beliau ialah dalam rangka memotivasi agar kita memiliki akhlak yang mulia. Di dalam bab ini beliau juga hendak menerangkan keutamaan-keutamaannya serta siapa sajakah di antara hamba-hamba Allah yang memiliki sifat-sifat mulia itu. Husnul khuluq meliputi berakhlaq mulia kepada Allah dan berakhlaq mulia kepada hamba-hamba Allah.

Berakhlaq mulia kepada Allah yaitu senantiasa ridha terhadap ketetapan hukum-Nya, baik yang berupa aturan syari'at maupun ketetapan takdir, menerimanya dengan dada yang lapang tanpa keluh kesah, tidak berputus asa ataupun bersedih. Apabila Allah menakdirkan sesuatu yang tidak disukai menimpa seorang muslim maka hendaknya dia ridha terhadapnya, pasrah dan sabar dalam menghadapinya. Dia ucapkan dengan lisan dan hatinya: radhiitu billaahi rabban 'Aku ridha Allah sebagai Rabb'. Apabila Allah menetapkan keputusan hukum syar'i kepadanya maka dia menerimanya dengan ridha dan pasrah, tunduk patuh melaksanakan syari'at Allah 'Azza wa Jalla dengan dada yang lapang dan hati yang tenang, inilah makna berakhlak mulia terhadap Allah 'Azza wa Jalla.

Selengkapnya: http://muslim.or.id/899-sudahkah-kita-meneladani-akhlak-salafus-shalih.html

_____

Dukung pendidikan Islam yang berdasarkan Al Qur'an dan As Sunnah sesuai dengan pemahaman salafus shalih dengan mendukung pembangunan SDIT YaaBunayya Yogyakarta http://bit.ly/YaaBunayya

Читать полностью…

Muslim.or.id

Sleman, 09 Shafar 1438 H.

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه، وبعد

Semoga Bapak, Ibu dan keluarga dalam keadaan sehat dan senantiasa mendapat limpahan taufik hidayah dari Allaah تعالى.
آمين

Kami informasikan kepada Bapak dan Ibu walimurid bahwa sekolah akan mengadakan kegiatan parenting insya Allah pada :

🔸 Hari/tanggal : Sabtu, 12 Shafar 1438 H/12 November 2016
🔸 Waktu : 08.00 - 11.00 WIB
🔸 Tempat : Mushalla SDIT Yaa Bunayya
🔸 Pengisi materi : Ustadz dr. Raehanul Bahraen (Penggiat Dakwah, dan Ketua YPIA) حفظها الله,
🔸 Tema : Badan Sehat, Belajarpun Giat

Demikian informasi ini Kami sampaikan. Atas perhatian Bapak dan Ibu, Kami ucapkan terimakasih.
جزاكم الله خيرا

والسّلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ttd
Kasek SDIT Yaa Bunayya


:: SDIT Yaa Bunayyaa ::

Beraqidah Shahih, Beramal Shalih dan Berakhlak Mulia
☎ 0274 2921193
💻 www.sdityaabunayya.com
📧 sdityaabunayya.ypia@gmail.com

*Didukung oleh:* Yayasan Pendidikan Islam Al Atsari (YPIA)

Читать полностью…

Muslim.or.id

P.A.M.E.R

Saya yakin sangat sedikit di antara kita yang mau bekerja tanpa digaji. Alasannya tentu, “Ngapain capek-capek, tapi ndak dapat apa-apa!”. Tahukah Anda bahwa ada yang lebih naas dibanding orang yang bekerja tanpa digaji? Yakni orang yang lelah beramal di dunia, namun ia tidak mendapatkan balasan pahala kelak di akhirat.

Banyak hal yang menyebabkan seseorang gagal meraih pahala. Di antara faktor penghalang yang paling banyak terjadi adalah pamer. Maksudnya pamer dalam beramal salih. Bahasa agamanya adalah riya’.

Definisi riya’: menampakkan ibadah dengan maksud agar dilihat orang lain supaya dipuji oleh mereka.

Rasululullah shallallahu ‘alaihiwasallam bersabda,

“بَشِّرْ هَذِهِ الْأُمَّةَ بِالسَّنَاءِ، وَالرِّفْعَةِ، وَالنَّصْرِ، وَالتَّمْكِينِ فِي الْأَرْضِ، فَمَنْ عَمِلَ مِنْهُمِ عَمَلَ الْآخِرَةِ لِلدُّنْيَا، لَمْ يَكُنْ لَهُ فِي الْآخِرَةِ نَصِيبٌ “
“Berilah kabar gembira kepada umat ini dengan keluhuran, ketinggian, kemenangan dan kekokohan di muka bumi. Barang siapa di antara mereka melakukan amalan ukhrawi untuk meraih dunia; pada hari akhirat kelak ia tidak akan memperoleh bagian (pahala)”. HR. Ahmad dari Ubay bin Ka’ab radhiyallahu’anhu, dan dinilai sahih oleh al-Hakim, adz-Dzahaby, adh-Dhiya’ al-Maqdisy juga al-Albany.

Sarana untuk pamer amal salih di zaman kita ini semakin banyak. Di antara yang paling merebak adalah selfie. Nampang ketika ngaji, sedekah, kurban, umrah, shalat, haji dan lain-lain. Lalu diupload seluas mungkin di medsos. Niat awalnya mungkin untuk memotivasi orang lain. Tapi kemudian setan datang untuk melencengkan maksud baik tersebut. Waspadalah!

Bila kebanyakan orang pamer dengan amal salihnya, ada spesies praktek pamer lainnya yang cukup aneh. Yakni;

Pamer maksiat

Ya, pamer dengan perbuatan dosa. Orang yang masih punya rasa malu dan normal keimanannya, tentu akan merasa jengah ketika ketahuan berbuat maksiat. Namun di zaman ini, ada jenis manusia yang justru bangga dengan maksiatnya. Contohnya sudah berpacaran, foto-foto bareng, masih pula diupload di medsos.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan bahaya pamer maksiat,

” كُلُّ أُمَّتِي مُعَافَاةٌ، إِلَّا الْمُجَاهِرِينَ “
“Seluruh ummatku berpeluang mendapat ampunan, kecuali orang yang terang-terangan berbuat maksiat”. HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.

____

Ust. Abdullah Zaen, MA.

Читать полностью…

Muslim.or.id

Perbanyaklah Istighfar...

Читать полностью…

Muslim.or.id

Berdakwah saat kebodohan merajalela, lebih mulia daripada berjihad...

=====
Oleh karena itu, Allah ta'ala berfirman:
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّن دَعَا إِلَى اللَّهِ
"Tidak ada orang yg lebih baik ucapannya daripada orang yg berdakwah kepada Allah". [QS. Fush-shilat:33].

Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam- juga telah bersabda:
"Orang yg paling baik dari kalian, adalah orang yg mengajarkan Alquran dan mengajarkannya (kpd orang lain)". [HR. Bukhori Muslim]

Tentunya keutamaan ini tidak terbatas pada amalan mengajarkan *huruf-huruf* Alquran, tapi juga mencakup amalan mengajarkan *makna-makna* yg terkandung dlm Alquran.

Bahkan, Ibnul Qoyyim -rohimahulloh- mengatakan:
"Menyampaikan sunnah Nabi -shallallahu alaihi wasallam- kepada umat; lebih afdhal daripada menyampaikan busur panah ke leher-leher musuh (dlm perang).

Karena (menyampaikan busur panah ke leher musuh) itu bisa dilakukan oleh banyak orang, adapun menyampaikan sunnah, maka tidak ada yg bisa melakukannya kecuali oleh pewaris para nabi dan para penerus mereka dari umatnya.

Semoga Allah -dg kemurahanNya- menjadikan kita termasuk dlm golongan mereka. [Jala'ul Afham, 491].

Dan jangan meremehkan ilmu agama yg ada pada diri Anda, sebarkanlah walaupun sedikit, Allah-lah yg akan menambah dan memberkahinya, Nabi -shallallahu alaihi wasallam- telah bersabda:

"Sampaikanlah dariku walaupun hanya *satu ayat*". [HR. Al-Bukhari]. Tentunya ilmu Anda sudah lebih banyak dari satu ayat Alquran.

Semoga bermanfaat..

Oleh: Ustadz Ad Dariny

Читать полностью…

Muslim.or.id

APAKAH MENIKAH ITU WAJIB?
(Jomblo wajib baca)

Allah Ta’ala berfirman:

وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui” (QS. An Nur: 32).

Dalam ayat ini terdapat perintah untuk menikah. Namun para ulama berbeda pendapat mengenai apakah menikah itu wajib ataukah sunnah menjadi 3 pendapat:

Pendapat pertama
Madzhab zhahiri berpendapat bahwa hukum menikah adalah wajib, dan orang yang tidak menikah itu berdosa. Mereka berdalil dengan ayat di atas, yang menggunakan kalimat perintah وَأَنْكِحُوا (dan nikahkanlah..) dan perintah itu menunjukkan hukum wajib.

Mereka juga mengatakan bahwa menikah adalah jalan untuk menjaga diri dari yang haram. Dan kaidah mengatakan:

ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب

“kewajiban yang tidak sempurna kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu tersebut hukumnya wajib”

Pendapat kedua
Madzhab Syafi’i berpendapat bahwa hukum menikah adalah mubah, dan orang yang tidak menikah itu tidak berdosa. Imam Asy Syafi’i mengatakan bahwa menikah itu adalah sarana menyalurkan syahwat dan meraih kelezatan syahwat (yang halal), maka hukumnya mubah saja sebagaimana makan dan minum.

Pendapat ketiga
Pendapat jumhur ulama, yaitu madzhab Maliki, Hanafi dan Hambali berpendapat bahwa hukum menikah itu mustahab (sunnah) dan tidak sampai wajib.

Mereka berdalil dengan beberapa poin berikut:

Andaikan menikah itu wajib maka tentu ternukil riwayat dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam yang menyatakan hal itu karena menikah adalah kebutuhan yang dibutuhkan semua orang. Sedangkan kita temui diantara para sahabat Nabi ada yang tidak menikah. Demikian juga kita temui orang-orang sejak zaman Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam hingga zaman kita sekarang ini ada yang sebagian yang tidak menikah sama sekali. Dan tidak ternukil satu pun pengingkaran beliau terhadap hal ini.
Jika menikah itu wajib, maka seorang wali boleh memaksakan anak gadisnya untuk menikah. Padahal memaksakan anak perempuan untuk menikah justru dilarang oleh syariat. Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam :
ولا تُنْكَح الثيب حتى تستأمر

“jangan engkau nikahkan seorang perawan hingga ia mau (ridha)”
maksudnya hingga gadis tersebut mau dan ridha untuk menikah

Al Jashash berkata:
ومما يدل على أنه على الندب اتفاق الجميع على أنه لا يجبر السيد على تزويج عبده وأمته وهو معطوف على الأيامى فدل على أنه مندوب في الجميع

“diantara yang menunjukkan sunnahnya menikah (tidak wajibnya), yaitu ulama sepakat bahwa seorang tuan tidak boleh memaksakan budak laki-laki atau budak wanitanya untuk menikah. Padahal budak dalam ayat di atas di-athaf-kan dengan al ayaama (orang yang sendirian). Ini menunjukkan bahwa hukum menikah adalah sunnah untuk semua (yang disebutkan dalam ayat)”

Maka yang rajih adalah pendapat jumhur ulama, bahwa menikah hukumnya adalah sunnah dan tidak sampai wajib, wallahu a’lam.

Selengkapnya: http://muslim.or.id/25059-apakah-menikah-itu-wajib.html

___

Dukung pendidikan Islam yang berdasarkan Al Qur'an dan As Sunnah sesuai dengan pemahaman salafus shalih dengan mendukung pembangunan SDIT YaaBunayya Yogyakarta http://bit.ly/YaaBunayya

Читать полностью…

Muslim.or.id

PROFESI PENGEMIS

Begitu banyak saat ini yang menjadikan mengemis sebagai profesi. Padahal ia masih muda dan bisa memikul beras, tapi karena dasar pemalas, jadinya mengemis dijadikan jalan mudah. Karena menengadahkan tangan, maka secarik kertas rupiah didapat. Padahal profesi pengemis adalah profesi yang tercela.

Bekerja Keraslah
Islam sendiri memerintahkan pada kita untuk bekerja keras dan meminta-minta alias pengemis adalah suatu pekerjaan yang hina.

Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لأَنْ يَحْتَطِبَ أَحَدُكُمْ حُزْمَةً عَلَى ظَهْرِهِ خَيْرٌ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ أَحَدًا ، فَيُعْطِيَهُ أَوْ يَمْنَعَهُ

“Lebih baik seseorang bekerja dengan mengumpulkan seikat kayu bakar di punggungnya dibanding dengan seseorang yang meminta-minta (mengemis) lantas ada yang memberi atau enggan memberi sesuatu padanya.” (HR. Bukhari no. 2074)

Bekerja keras dengan menggunakan tangan, itu adalah salah satu pekerjaan terbaik bahkan inilah cara kerja para nabi ‘alaihimush sholaatu wa salaam. Dari Al Miqdam, dari Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ ، وَإِنَّ نَبِىَّ اللَّهِ دَاوُدَ – عَلَيْهِ السَّلاَمُ – كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ

“Tidak ada seseorang memakan suatu makanan yang lebih baik dari makanan hasil kerja keras tangannya sendiri. Dan Nabi Daud ‘alaihis salam makan dari hasil kerja keras tangannya.” (HR. Bukhari no. 2072)

Ancaman Bagi Pengemis
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, ia berkata bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ حَتَّى يَأْتِىَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِى وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ

“Jika seseorang meminta-minta (mengemis) pada manusia, ia akan datang pada hari kiamat tanpa memiliki sekerat daging di wajahnya.” (HR. Bukhari no. 1474 dan Muslim no. 1040)

Dari Hubsyi bin Junadah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ سَأَلَ مِنْ غَيْرِ فَقْرٍ فَكَأَنَّمَا يَأْكُلُ الْجَمْرَ

“Barangsiapa meminta-minta padahal dirinya tidaklah fakir, maka ia seakan-akan memakan bara api.” (HR. Ahmad 4/165. Syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata bahwa hadits ini shahih dilihat dari jalur lain)

Dari Samuroh bin Jundub, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْمَسْأَلَةُ كَدٌّ يَكُدُّ بِهَا الرَّجُلُ وَجْهَهُ إِلَّا أَنْ يَسْأَلَ الرَّجُلُ سُلْطَانًا أَوْ فِي أَمْرٍ لَا بُدَّ مِنْهُ

“Meminta-minta adalah seperti seseorang mencakar wajahnya sendiri kecuali jika ia meminta-minta pada penguasa atau pada perkara yang benar-benar ia butuh.” (HR. An Nasai no. 2600, At Tirmidzi no. 681, dan Ahmad 5/19. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Selengkapnya: http://muslim.or.id/11340-profesi-pengemis.html

______

Dukung pendidikan Islam yang berdasarkan Al Qur'an dan As Sunnah sesuai dengan pemahaman salafus shalih dengan mendukung pembangunan SDIT YaaBunayya Yogyakarta http://bit.ly/YaaBunayya

Читать полностью…

Muslim.or.id

JABAT TANGAN DENGAN WANITA DALAM PANDANGAN 4 MADZHAB

Madzhab Hanafi

Penulis kitab Al-Hidayah berkata: “Tidak diperbolehkan bagi seorang laki-laki untuk menyentuh wajah atau telapak tangan seorang wanita walaupun ia merasa aman dari syahwat”

Penulis kitab Ad-Dur Mukhtar mengatakan: “Tidak diperbolehkan menyentuh wajah atau telapak tangan wanita walaupun ia merasa aman dari syahwat”

Madzhab Maliki

Imam Ibnul Arabi, yang merupakan ulama madzhab Maliki, berkata mengenai firman Allah yang artinya “Ketika datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia kepadamu, bahwa mereka tidak akan menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun” (Al-Mumtahanah: 12) (Ayat ini turun berkenaan dengan wanita-wanita muslimah yang ingin berbaiat kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam. pent). Kemudian beliau menerangkan hadits dari Urwah bahwasanya ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha berkata: “Rasulullah Shallallahu‘Alaihi wasallam diuji dengan ayat ini “Jika datang kepadamu perempuan-perempuan beriman”. Ma’mur berkata bahwasanya Ibnu Thawus mengabarkan dari bapaknya: “Tidak boleh seorang laki-laki menyentuh tangan perempuan kecuali perempuan yang ia miliki”.

‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha juga mengatakan di dalam Kitab Shahih Bukhari-Muslim: “Tangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam tidaklah menyentuh tangan perempuan ketika membaiat (mengadakan janji setia)”. Dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam pun bersabda “(Ketika membaiat) Aku tidak berjabat tangan dengan wanita, namun aku membaiatnya dengan ucapanku kepada seratus orang wanita sebagaimana baiatku kepada satu orang wanita”. Diriwayatkan pula bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam berjabat tangan dengan wanita menggunakan bajunya.

Pada riwayat yang lain, disebutkan Umar Radhiyallahu ‘Anhu berjabat tangan dengan bajunya, dan ia memerintahkan para wanita untuk berdiri di atas batu besar, kemudian Umar Radhiyallahu ‘Anhu membaiat mereka. Hadits ini riwayatnya dhaif, namun bisa menjadi penguat dari hadits-hadits shahih di atas.

Imam Al-Baaji berkata dalam kitabnya Al-Muntaqa, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam bersabda “Sesungguhnya aku tidak berjabat tangan dengan wanita”. Yakni tidak berjabat tangan langsung dengan tangannya. Dari hal tersebut, diketahui bahwasanya cara berbaiat dengan laki-laki adalah dengan berjabat tangan dengannya, namun hal ini terlarang jika membaiat wanita dengan berjabat tangan secara langsung.

Madzhab As-Syafi’i

Imam Nawawi berkata dalam kitabnya Al-Majmu’: “Sahabat kami berkata bahwa diharamkan untuk memandang dan menyentuh wanita, jika wanita tersebut telah dewasa. Karena sesungguhnya seseorang dihalalkan untuk memandang wanita yang bukan mahramnya jika ia berniat untuk menikahinya atau dalam keadaan jual beli atau ketika ingin mengambil atau memberi sesuatu ataupun semisal dengannya. Namun tidak boleh untuk menyentuh wanita walaupun dalam keadaan demikian.

Imam Nawawi pun berkata dalam Syarah Shahih Muslim: “Hal ini menunjukkan bahwa cara membaiat wanita adalah dengan perkataan, dan hal ini juga menunjukkan, mendengar ucapan atau suara wanita yang bukan mahram adalah diperbolehkan jika ada kebutuhan, karena suara bukanlah aurat. Dan tidak boleh menyentuh secara langsung wanita yang bukan mahram jika tidak termasuk hal yang darurat, semisal seorang dokter yang menyentuh pasiennya untuk memeriksa penyakit”.

Madzhab Hambali

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan dalam Majmu Fatawa, “Haram hukumnya memandang wanita dan amrod (anak berusia baligh tampan yang tidak tumbuh jenggotnya) diiringi dengan syahwat. Barang siapa yang membolehkannya, maka ia telah menyelisihi Ijma (kesepakatan) kaum muslimin. Hal ini juga merupakan pendapatnya Imam Ahmad dan Imam Asy-Syafi’i. Segala hal yang dapat menimbulkan syahwat, maka hukumnya adalah haram tanpa keraguan di dalamnya. Baik itu syahwat yang timbul karena kenikmatan memandang atau karena hubungan badan. Dan menyentuh dihukumi sebagaimana memandang sesuatu yang haram.”

Читать полностью…

Muslim.or.id

Awas, Jangan Kau Dekati Fitnah!

Saudaraku, sibukkan dirimu dengan ilmu, amal dan dakwah. Jangan terjerumus dalam kubangan fitnah politik atau fitnah tahdzir sesama ahli sunnah. Kembalilah kepada jalan ulama

Sebagian orang terpedaya dengan dirinya sehingga dia merasa bahwa dirinya mampu mengatasi fitnah dan manusia sangat menanti geraknya dan lain sebagainya!! Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda:

سَتَكُونُ فِتَنٌ الْقَاعِدُ فِيهَا خَيْرٌ مِنَ الْقَائِمِ ، وَالْقَائِمُ فِيهَا خَيْرٌ مِنَ الْمَاشِى ، وَالْمَاشِى فِيهَا خَيْرٌ مِنَ السَّاعِى ، مَنْ تَشَرَّفَ لَهَا تَسْتَشْرِفْهُ ، فَمَنْ وَجَدَ فِيهَا مَلْجَأً أَوْ مَعَاذًا فَلْيَعُذْ بِه

“Akan terjadi fitnah, orang yang duduk lebih baik daripada yang berdiri, orang yang berdiri lebih baik daripada yang berjalan, orang yang berjalan lebih baik daripada yang berlari, barangsiapa yang mencari fitnah maka dia akan terkena pahitnya dan barangsiapa yang menjumpai tempat berlindung maka hendaknya dia berlindung” (HR. Bukhari – Muslim).

Para ulama salaf-pun telah menerapkan hal dengan sikap-sikap yang sangat luar biasa. Sahabat Amir bin Rabi’ah tatkala terjadi fitnah Utsman beliau mengatakan kepada keluarganya: “Ikatlah aku dengan besi karena aku telah gila”. Tatkala Utsman telah terbunuh dia mengatakan: “Lepaskanlah aku, segala puji bagi Allah yang menyembuhkanku dari gila dan menyelamatkanku dari pembunuhan Utsman”.

Abdullah bin Hubairah berkata: “Barangsiapa mendapati fitnah maka hendaknya dia mematahkan kakinya, kalau dia masih berjalan maka hendaknya mematahkan kaki satunya lagi”.

Al-Aswad bin Sura’i tatkala terjadi fitnah di Bahsroh, beliau menaiki kapal di laut lalu tidak diketahui kabarnya setelah itu!!

Sayyar bin Abdir Rahman berkata: “Para sahabat ahli Badar selalu di rumah mereka setelah terbunuhnya Utsman, mereka tidak keluar kecuali ke kuburan mereka”.

Saudaraku, sibukkan dirimu dengan ilmu, amal dan dakwah. Jangan terjerumus dalam kubangan fitnah politik atau fitnah tahdzir sesama ahli sunnah. Kembalilah kepad jalan ulama.

***

Penulis: Ust. Abu Ubaidah Yusuf As Sidawi



Sumber: http://muslim.or.id/28831-awas-jangan-kau-dekati-fitnah.html

Sumber: http://muslim.or.id/28831-awas-jangan-kau-dekati-fitnah.html

Читать полностью…

Muslim.or.id

@pustakamuslimjogja

Читать полностью…

Muslim.or.id

*C-I-N-T-A*

"Cinta bukanlah karena keindahan dan yang tampak di mata, tetapi karena bersatunya hati dan jiwa."
(Ibnul Qayyim al Jauziyah)

Ada begitu banyak cinta di dunia ini. Cinta yang mampu membuat orang buta menjadi penghafal Al Qur'an. Cinta yang mampu membuat pembenci menjadi pembela di garda terdepan. Cinta yang hadirnya menentramkan dan jauhnya dirindukan.

Tapi, seperti apakah cinta yang sesungguhnya?
Apakah hanya sebuah ikatan suci dua insan Rabbani?
Apakah hanya sebuah judul film yg tak pernah nyata adanya?
Atau, sebuah kesadaran manusia akan hakikat dirinya yg diwujudkan dalam amalan kesehariannya?

Ingin tahu seperti apa cinta yang sesungguhnya?

Yuk, hadiri :

*KAJIAN AKBAR #VI*

*_“Sudah Benarkah Rasa Cintaku?”_*

🎙Ustadz Afifi Abdul Wadud.
🗓Sabtu, 12 November 2016
🕰 mulai pukul 08:00 - 11:00 WIB
🕌 di Nurul Ashri Deresan

Mari ajak teman-teman, bapak-ibu, dan saudara-saudara supaya mengadiri kajiannya & saling bergenggam tangan dibawah naungan cintaNya.

Semoga Allah Ta'ala memudahkan kita dalam ketaatan kepadanya dan dalam semua kebaikan. aamiin.

*NB*: _Disediakan 100 buku GRATIS bagi 100 peserta pertama_

Читать полностью…

Muslim.or.id

MENGENAL ABU HURAIRAH RADHIALLAHU'ANHU

Seluk Beluk Nama Abu Hurairah

Abdurahman bin Sakhr merupakan nama asli dari sahabat yang akrab kita dengar dengan Abu Hurairah. Beliau di panggil Abu Hurairah karena di waktu kecil ia di perintahkan untuk mengembala beberapa ekor kambing milik keluarganya, di sela sela ia mengembala kambing Abu Hurairah selalu bermain dengan kucing kecilnya di saat siang hari dan jika malam sudah tiba, kucing tersebut di letakkan di atas pohon lalu Abu Hurairah pulang kerumahnya. Kebiasaan ini berjalan terus sampai teman sebayanya memanggilnya dengan Abu Hurairah yang berarti si pemilik kucing kecil.

Tempat Asal Abu Hurairah

Abu Hurairah seorang sahabat yang lahir di daerah Ad Daus Yaman, daerah yang mulanya selalu menentang risalah kenabian Muhammad Shallahu Alaihi wa Sallam, sampai datanglah seorang sahabat bernama Thufail bin Amru Ad Dausi Radhiallahu anhu yang pernah bertemu Nabi Muhammad Shallahu Alaihi wa Sallam dan mengikrarkan islamnya sebelum hijrahnya Nabi Shallahu Alaihi wa Sallam ke Madinah.

Tufail bin ‘Amru Ad Dausi yang mendakwahkan Islam kepada kaumnya Ad Daus, namun tidak ada dari kota Ad Daus yang menerima Islam kecuali satu orang yaitu Abu Hurairah Radhiallahu anhu.

Pada awal tahun ke tujuh hijriah diumurnya yang ke dua puluh enam, tekad Abu Hurairah Radhiallahu anhu untuk hijrah dari negrinya menuju Rasulullah Shallahu 'Alaihi wa Sallam telah bulat, dengan perbekalan yang seadanya tak membuat Abu Hurairah Radhiallahu anhu mundur, bahkan ia pernah bersyair saat tiba di Madinah,

يا ليلة من طولها و عنائها

على أنها من دارة الكفر نجت

Wahai malam yang panjang serta melelahkan, namun saat itulah aku terselamatkan dari negri kafir.

Tetapi tibanya beliau di malam itu tidak dapat di sambut dengan Rasulullah dan para sahabat besar karena mereka semua sedang berada di medan perang Khaibar.

Sampailah waktu Subuh, kemudian para sahabat berkumpul untuk melaksanakan shalat subuh yang di pimpin oleh Siba bin Urfutoh Radhiallahu anhu yang telah di tunjuk oleh Rasulullah menjadi imam kala Rasulullah Shallahu Alaihi wa Sallam berperang saat itu.

Setelah shalat subuh selesai tak lama terdengar suara suara yang menandakan tibanya tentara kaum Muslimin berserta panglimanya yaitu Rasulullah Shallahu Alaihi wa Sallam , sebagaimana biasanya Rasulullah langsung menuju masjid shalat dua rakaat dan menemui beberapa sahabat, kemudian di lihatlah oleh Rasulullah Shallahu Alaihi wa Sallam seseorang yang mempunyai kulit agak gelap, lebar pundaknya serta memiliki celah diantara dua gigi depannya dan langsung membaiat Rasulullah. Kemudian, Rasulullah Shallahu Alaihi wa Sallam mengatakan,

ممن أنت ؟ قلت : من دوس، قال: ما كنت أرى في دوس احدا فيه خير

“Dari mana engkau?”, Abu Hurairah menjawab, “Aku berasal dari Ad Daus”, Rasulullah mengatakan, “Sungguh aku dulu tidak menyangka ada kebaikan di Daus”[1. HR. Ibnu Saad,dan Abi dawud At-Thayalisi].

Kehidupan Awal Di Madinah

Abu Hurairah yang merupakan tamu baru di kota Madinah, juga dikenal pada saat itu seorang sahabat yang sangat miskin, keputusan ia berhijrah dari yaman ke tanah Madinah membuatnya kehilangan harta harta yang ia miliki di yaman. Namun, kaum muslimin saat itu telah menyediakan tempat untuk tamu Allah yang tidak mempunyai harta dan keluarga. Mereka akan di tempatkan di masjid, seraya belajar Islam kepada Rasulullah Shallahu'Alaihi wa Sallam .

Ahlu suffah merupakan sebutan untuk mereka para penghuni masjid Nabawi saat itu, dan sahabat Abu Hurairah merupakan orang yang paling fakih di antara ahlu Suffah yang lain, karena jarangnya ia absen dalam mendengarkan Rasullah saat menyampaikan pelajaran.

Selengkapnya: http://muslim.or.id/28881-mengenal-abu-hurairah-radhiallahuanhu.html

___

Like fanspage https://www.facebook.com/muslim.or.id

Читать полностью…

Muslim.or.id

TUJUAN BAIK TIDAK MENGHALALKAN SEGALA CARA

"Yang penting niat dan tujuannya baik", itulah ungkapan yang sering didengar dari para pelaku perbuatan yang menyelisihi syariat, ketika tidak lagi memiliki alasan lain. Ungkapan ini dijadikan tameng untuk menangkis teguran dan kritikan yang diarahkan kepadanya.

Bahkan ada yang menjadikan ungkapan ini sebagai landasan untuk melegalkan dan menghalalkan segala cara demi mewujudkan niat baiknya, baik dalam urusan dunia maupun agama. Misalnya, demi mewujudkan niat beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla , namun segala cara ditempuh termasuk cara yang mengandung bid’ah atau maksiat.

Sebagian yang lain ingin menegakkan agama dan membela kehormatan kaum Muslimin tetapi mereka menempuh cara-cara yang sangat buruk dengan melancarkan aksi teror, membunuh, mencuri serta bom bunuh diri. Ada juga yang ingin berdakwah, tetapi dengan musik dan sinetron ‘Islami’.

Dalam urusan dunia, ada yang ingin menggenggam jabatan dan kedudukan, Namur dengan melegalkan suap, bohong dan tindak kedzaliman. Kekayaan dan harta melimpah termasuk diantara yang menyilaukan banyak orang sehingga segala cara untuk meraihnya ditempuh, tanpa peduli halal dan haram.

Itulah sebagian fakta zaman sekarang ini, kehidupan materialis yang sangat terwarnai fitnah syubuhât dan syahawât. Yang menjadi pertanyaan, bagaimanakah status ungkapan ‘apapun dilakukan, yang penting niat dan tujuannya baik’ dalam pandangan Islam? Apakah tujuan yang baik boleh menghalalkan segala cara?

Makna Sarana dan Jenisnya
Sebelum menjawab pertanyaan di atas, perlu dijelaskan terlebih dahulu sebuah kaedah masyhur dan agung yang berkaitan dengan tujuan (al-maqâshid) dan sarana (al-wasîlah) yang berbunyi :

الْوَسَائِلُ لَهَا أَحْكَامُ الْمَقَاصِدِ

“Sarana memiliki hukum sama dengan tujuan(nya)”

Sarana adalah sesuatu atau metode yang digunakan untuk meraih atau mewujudkan maksud dan tujuan. Maksud dari kaidah di atas adalah hukum sarana sama dengan hukum tujuannya. Jika tujuan yang dicapai hukumnya wajib, maka sarananya juga demikian hukumnya wajib. Bila tujuannya haram, maka sarana untuk mencapainya pun hukunya juga haram. Dan apabila tujuannya bersifat mubah, sunat atau makruh, maka hukum sarananya begitu juga. Oleh karenanya, jika suatu kewajiban tidak mungkin terlaksana kecuali melalui suatu sarana tertentu, maka sarana (cara) tersebut wajib dilakukan. Dari sini terpahami betapa pentingnya sebuah sarana.

Namun perlu di ketahui bahwa sarana itu terbagi dua :

Sarana yang baik. Sarana inilah yang hukumnya sama dengan hukum tujuan atau maksud.
Sarana yang tidak baik. Sarana ini tidak boleh dilakukan, meski tujuan dan niatnya baik. Sebab dalam agama Islam, maksud yang baik tidak bisa membolehkan atau menghalalkan sarana yang haram (terlarang), seperti mencuri untuk membelanjai keluarga. Mencuri hukumnya tetap haram, meski tujuannya bagus yaitu mencukupi kebutuhan belanja keluarga. Jadi, sarana yang haram tetap terlarang, sekalipun tujuannya baik.
Ini menunjukkan bahwa dalam syari’at islam, maksud yang baik harus digapai dengan sarana (cara) yang baik pula atau dibenarkan syariat. Sebab tujuan dan maksud tertentu tidak menghalalkan segala cara dan sarana, kecuali dalam kondisi yang sangat dhorurat, dan itu pun harus diukur sesuai dengan kadar kedaruratannya, tidak bebas. Hal ini berdasarkan kaedah :

الضَّرُوْرَةُ تُبِيْحُ الْمَحْظُوْرَاتِ

“(Keadaan) yang dharurat menyebabkan sesuatu yang terlarang menjadi boleh”

Dan kaidah lain yaitu :

الضَّرُوْرَةُ يُقَدَّرُ بِقَدَرِهَا

“(Keadaan) dharurat diukur dengan kadarnya”

Tujuan Tidak Menghalalkan Segala Cara
Dengan demikian jelaslah bahwa kaidah “tujuan membolehkan segala cara” adalah sebuah kaedah yang keliru dan batil. Akan tetapi, kaedah yang benar adalah:

الْغَايَةُ لاَ تُبَرِّرُ الْوَسِيْلَةَ إِلاَّ بِدَلِيْلٍ

“Tujuan tidak membolehkan wasilah (cara) kecuali dengan dalil”

Читать полностью…

Muslim.or.id

INILAH RESEP MANJUR MENANGKAL PENYAKIT HASAD (DENGKI)

Sobat! Anda merasa khawatir dijangkiti penyakit hasad? Atau bahkan anda merasa bahwa diri anda benar-benar telah dijangkiti penyakit kronis ini?

Bisa jadi, ketika anda membaca status ini anda merasa tersinggung dan berkata: "aaah, sori ya, saya tuh orangnya baik, jadi pantang hasad kepada siapapun". Ya, saat ini anda berkata demikian, namun benarkan faktanya demikian? Coba diingat-ingat lagi, sikap anda tatkala mengetahui atau melihat saudara anda mendapat nikmat baru. Anda acuh tak acuh atau anda hanyut dalam pembicaran tentang nikmat tersebut, minimal anda kagu dengan nikmat yang dia dapat dan tidak anda miliki tersebut? Ya, sadarilah bahwa sikap anda ini adalah awal dari jalan pintas masuknya hasad atau iri pada hati anda.

Sekarang anda memuji, atau kagum, dan membicarakannya, namun tatkala anda telah menyendiri, anda mulai berpikir, bagaimana caranya anda bisa memiliki kenikmatan serupa, dan bisa jadi di hati anda terbetik ucapan: "mengapa dia kok bisa mendapatkannya sedangkan anda tidak atau belum bisa memilikinya?" Itulah benih benih hasad mulai tumbuh dan bersemi di hati anda.

Sobat! Jangan kawatir, ada resep manjur penawar dan sekaligus penangkal penyakit hasad. Resep ini murah, mudah dan tentu berkah. Setiap kali anda melihat saudara anda memiliki satu kelebihan atau nikmat, segera angkat kedua tangan anda dan pusatkan hati anda untuk berdoa memohon kepada Allah Ta’ala agar berkenan melimpahkan kepada anda kenikmatan serupa atau bahkan lebih darinya.

Ingat! Allah Ta’ala tiada pernah kehabisan stok kenikmatan serupa bahkan yang lebih baik dari yang dimiliki saudara anda, dan Allah Ta’ala juga kuasa memberikannya kepada anda.

SImak dan camkanlah kisah berikut:

فَتَقَبَّلَهَا رَبُّهَا بِقَبُولٍ حَسَنٍ وَأَنبَتَهَا نَبَاتًا حَسَنًا وَكَفَّلَهَا زَكَرِيَّا كُلَّمَا دَخَلَ عَلَيْهَا زَكَرِيَّا الْمِحْرَابَ وَجَدَ عِندَهَا رِزْقاً قَالَ يَا مَرْيَمُ أَنَّى لَكِ هَـذَا قَالَتْ هُوَ مِنْ عِندِ اللّهِ إنَّ اللّهَ يَرْزُقُ مَن يَشَاء بِغَيْرِ حِسَابٍ {37} هُنَالِكَ دَعَا زَكَرِيَّا رَبَّهُ قَالَ رَبِّ هَبْ لِي مِن لَّدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاء {38} فَنَادَتْهُ الْمَلآئِكَةُ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي فِي الْمِحْرَابِ أَنَّ اللّهَ يُبَشِّرُكَ بِيَحْيَـى مُصَدِّقًا بِكَلِمَةٍ مِّنَ اللّهِ وَسَيِّدًا وَحَصُورًا وَنَبِيًّا مِّنَ الصَّالِحِينَ

"Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakaria pemeliharanya. Setiap Zakaria masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakaria berkata: "Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?" Maryam menjawab: "Makanan itu dari sisi Allah". Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab. Di sanalah Zakaria mendoa kepada Tuhannya seraya berkata: "Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa". Kemudian Malaikat (Jibril) memanggil Zakaria, sedang ia tengah berdiri melakukan salat di mihrab (katanya): "Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang putramu) Yahya, yang membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah, menjadi ikutan, menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang Nabi termasuk keturunan orang-orang saleh"" (QS. Ali Imran 37-39).

Cermatilah, bagaimana nabi Zakaria ‘alaihissalam setelah mendapat jawaban bahwa itu adalah karunia Allah, nabi Zakaria alaihissalam, segera berdoa, bukan hanyut dalam kekaguman atau ikut sibuk mencicipi atau mendengarkan cerita kronologi datangnya makanan tersebut.

Selengkapnya: http://muslim.or.id/28874-inilah-resep-manjur-menangkal-penyakit-hasad.html

___

Join @muslimahorid

Читать полностью…

Muslim.or.id

ANTARA "ANDAI KEMARIN..." DAN "ANDAI BESOK..."

Sobat! Dua ucapan yang sekilas sama saja, namun ketahuilah bahwa keduanya memiliki perbedaan yang sangat besar. Ucapan “andai kemarin” menggambarkan adanya penyesalan dan keinginan untuk merubah masa lalu. Tentu saja keinginan merubah masa lalu adalah sikap pandir dan sia sia.

Wajar saja bila Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلَا تَعْجَزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلَا تَقُلْ لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ – حديث صحيح رواه مسلم

“Orang mukmin yang tangguh lebih baik dan lebih Allah cintai dibanding mukmin yang lemah dan pada keduanya terdapat kebaikan. Upayakanlah segala yang bermanfaat bagimu, dengan tetap meminta pertolongan dari Allah dan jangan pernah merasa lemah / tidak berdaya.bila engkau ditimpa sesuatu maka jangan pernah berkata: andai aku berbuat demikian niscaya kejadiannya akan demikian dan demikian. Namun ucapkanlah: ini adalah takdir Allah dan apapun yang Allah kehendaki pastilah terjadi/ terwujud, karena sejatinya ucapan ” andai” hanyalah membuka pintu godaan setan” (HR Muslim).

Walau demikian, perlu anda ketahui bahwa larangan ini berlaku bila ucapan “andai” diucapkan dalam konteks menyesali kodrat ilahi, bukan dalam rangka mengambil pelajaran/ibrah agar tidak mengulang kembali kesalahan atau untuk meningkatkan amalan.

Adapun bila diucapkan dalam rangka mengambil ibrah atau antisipasi maka itu ucapan terpuji. Karena itu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

لولا حداثة عهد قومك بالكفر لنقضت الكعبة، ولجعلتها على أساس إبراهيم، فإن قريشاً حين بنت البيت استقصرت، ولجعلت لها خلفاً

“Andailah bukan karena kaummu baru saja meninggalkan kekufurannya niscaya aku memugar bangunan Ka’bah, dan aku kembalikan sesuai pondasi yang dibuat oleh nabi Ibrahim, karena sejatinya pada saat quraisy memugar Ka’bah, mereka kekurangan biaya, dan niscaya aku buatkan pula pintu keluarnya. (HR. Muslim)

Pada kisah lain Nabi bersabda:

لو استقبلت من أمري ما استدبرت لما سقت الهدى ولجعلتها عمرة

“Andai aku masih di awal perjalananku dan belum terlanjur, niscaya aku tidak membawa hewan sembelihan (Al Hadyu) dan aku jadikan ihramku ini sebagai ihram umrah terlebih dahulu ( sehingga menjadi haji tamattu’)“.

Ucapan “andai ” untuk hari esok adalah indikator orang cerdas nan bijak. “Andai besok” berarti rencana, persiapan atau antisipasi, dan semua itu mencerminkan sikap bijak dan sudah barang tentu tidak terlarang.

Karena itu ungkapan semacan ini banyak kita temukan dalam hadits dan ucapan para sahabat. Diantaranya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

لئن بقيت إلى قابل لأصومن التاسع

“Andai aku berumur panjang hingga tahun depan niscaya saya puasa pula pada hari ke sembilan (dari bulan muharam)“. (HR. Muslim).

***

Penulis: DR. Muhammad Arifin Baderi, Lc. MA.

Sumber: http://muslim.or.id/21089-antara-andai-kemarin-dan-andai-besok.html

_____

Dukung pendidikan Islam yang berdasarkan Al Qur'an dan As Sunnah sesuai dengan pemahaman salafus shalih dengan mendukung pembangunan SDIT YaaBunayya Yogyakarta http://bit.ly/YaaBunayya

Читать полностью…

Muslim.or.id

PENGGUNAAN JIMAT ATAU RAJAH TETAP SYIRIK, WALAU BERKEYAKINAN SEKEDAR SEBAB [2]

Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menjelaskan bahwa jika seseorang berkeyakinan bahwa hanya Allah lah satu-satunya Sang Penolak dan Penyingkir mara bahaya, akan tetapi ia meyakini bahwa jimat tersebut merupakan sebuah sebab yang dengannya tertolak mara bahaya, maka hakekatnya ia telah menjadikan sesuatu yang bukan sebab -baik secara Syar’i maupun Qadari- sebagai sebuah sebab. Ini hukumnya haram dan dusta atas nama Syar’i dan Qadar/Kauni

Benarlah apa yang dikatakan Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah di atas, karena sesungguhnya dalam syari’at Islam, Allah melarang seorang hamba memakai jimat dengan setegas-tegasnya, maka sesuatu yang dilarang dalam syari’at pastilah bukan merupakan suatu sebab yang bermanfaat. Di samping itu, jimat tidak terbukti secara ilmiah sebagai sebuah sebab yang benar, apalagi mengenakan jimat merupakan perbuatan yang mengantarkan kepada kesyirikan akbar.

[Perhatian]
Pemakai jimat yang terjatuh kedalam syirik kecil tidaklah mengeluarkan pelakunya dari Islam dan tidaklah menyebabkannya kekal selamanya di Neraka, jika ia masuk kedalamnya. Hal ini beda dengan pemakai jimat yang terjatuh kedalam syirik besar, perbuatannya tersebut akan mengeluarkan pelakunya dari Islam. Di sisi lain, pemakai jimat yang terjatuh kedalam syirik akbar, jika mati dan tidak bertaubat, maka ia kekal selamanya di Neraka, sedangkan syirik kecil tidak1.

[Jenis Dalil-Dalil Tentang Kesyirikan Memakai Jimat]
Perlu diketahui, bahwa penetapan ajaran tauhid dan pemberantasan kesyirikan adalah sesuatu yang sangat mewarnai Al Quran maupun As-Sunnah, karena hal itu adalah dasar dan inti ajaran agama Islam. Di samping juga, karena banyak keutamaan yang terdapat pada ajaran tauhid ini, misalnya seluruh rasul ‘alaihimush shalatu was salamu diutus untuk mengajarkan tauhid dan menolak kesyirikan. Tauhid adalah tujuan diciptakan manusia di muka bumi ini. Ajaran tauhid ini pun tercermin dalam persaksian seorang muslim, yaitu syahadat la ilaha illallah yang merupakan bagian dari rukun Islam yang pertama, dan masih banyak keutamaan lainnya.

Oleh karena itu, pemberantasan kesyirikan jimat -misalnya- di dalam Alquran maupun As-Sunnah, nampak begitu variatif dalil-dalilnya. Keanekaragaman jenis dalil yang mengingkari kesyirikan pemakaian jimat didalam Alquran maupun As-Sunnah dapat dikelompokkan dalam empat tinjauan, yaitu:

* Ditinjau dari keumuman cakupannya, maka terbagi menjadi dua, yaitu umum dan khusus.
* Ditinjau dari isinya, maka terbagi menjadi dua, yaitu kabar dan Insyaa2 (misal perintah dan larangan).
* Ditinjau dari orang yang melakukan pengingkaran, maka terbagi menjadi dua, yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri dan utusan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
* Ditinjau dari sisi model pengingkarannya, maka terbagi menjadi dua, yaitu pengingkaran dengan ucapan dan pengingkaran dengan perbuatan.

[Keanekaragaman Jenis Dalil Larangan Menunjukkan Kuatnya Larangan Tersebut]
Perlu diketahui bahwa kevariatifan jenis dalil-dalil yang melarang kesyirikan pemakaian jimat, menunjukkan ketegasan dan kekuatan larangan tersebut dalam Islam. Karena, dengan bervariasinya jenis dalil-dalil, akan tergambar keburukan dan bahaya kesyirikan pemakaian jimat dari berbagai sisi. Dengan demikian, seorang muslim yang baik akan benar-benar yakin bahwa jimat itu dilarang dengan larangan yang kuat dan tegas, haram dan bahkan sampai tingkatan dosa syirik. Seorang muslim yang baik tentunya sangat membenci kesyirikan dan berupaya keras menjauhinya.

Selengkapnya:
Sumber: http://muslim.or.id/28930-penggunaan-jimat-atau-rajah-tetap-syirik-walau-berkeyakinan-sekedar-sebab-2.html

____

Dukung pendidikan Islam yang berdasarkan Al Qur'an dan As Sunnah sesuai dengan pemahaman salafus shalih dengan mendukung pembangunan SDIT YaaBunayya Yogyakarta http://bit.ly/YaaBunayya

Читать полностью…

Muslim.or.id

🔊 *Daurah Tengah Semester (Edisi 2) Qawa’id Fiqhiyyah*

Dengan mengharap ridha Allah Ta’ala

Hadirilah kajian islam ilmiah, Ma’had Al ‘Ilmi Yogyakarta, intensif 2 hari dengan tema:

📝 *Memahami Kaidah-Kaidah Ilmu Fikih*

🕰 *Waktu:*
Sabtu – Ahad, Pukul 08.00 s.d. 14.30 WIB
12 – 13 November 2016 (12 – 13 Shafar 1438 H)

🕌 *Tempat:*
Sabtu : Masjid Pogung Dalangan (MPD)
Ahad : Masjid Al Ashri Pogungrejo

🎙 *Pemateri:*
Ustadz Aris Munandar, M.PI

📚 *Kitab rujukan:*
Syarah Manzhumah Al-Qawa’id Al-Fiqhiyyah, Karya Syaikh Sa’di rahimahullah

*Gratis*
Terbuka untuk umum
Muslim dan muslimah

*Wajib untuk Santri ma’had Al ‘Ilmi*

📲 *Pemesanan kitab hubungi:*
0877 3875 3130 (telepon, sms, wa, line)

🌐 *Website:* www.mahadilmi.id

📧 *E-mail:* mahadilmi.ikhwan@gmail.com (Putra)
mahadilmi_akhwat@yahoo.com (Putri)

⌨ *Facebook:*
Ma’had Al ‘Ilmi Yogyakarta

📲 *Telepon/SMS:*
0858 8180 8369 (Putra)
0852 9299 5015 (Putri)

Читать полностью…

Muslim.or.id

MUSIBAH ADALAH KARENA DOSA KITA

Berbagai musibah terjadi di negeri yang kita cintai ini, dari mulai gempa, angin kencang, longsor, banjir, dan berbagai macam wabah penyakit serta berbagai bentuk krisis, baik krisis ekonomi, keamanan, maupun akhlak. Semua itu, satu persatu, silih berganti datang menjelang, belum selesai tertangani masalah yang satu, muncul masalah yang lain.

Ada apa gerangan? Simaklah sebuah kabar yang tidak mungkin salah dan pasti benarnya, yang berasal dari Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman :

وَما أَصابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِما كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُوا عَنْ كَثِيرٍ

“Dan segala musibah yang menimpa kalian adalah disebabkan oleh perbuatan tangan kalian. Dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan kalian)” (QS. Asy-Syuuraa: 30).

Ibnu Katsiir rahimahullah menjelaskan,

وقوله وما أصابكم من مصيبة فبما كسبت أيديكم أي مهما أصابكم أيها الناس من المصائب فإنما هو عن سيئات تقدمت لكم ويعفو عن كثير أي من السيئات ، فلا يجازيكم عليها بل يعفو عنها، ولو يؤاخذ الله الناس بما كسبوا ما ترك على ظهرها من دابة

“Dan firman-Nya (yang artinya) dan segala musibah yang menimpa kalian adalah disebabkan oleh perbuatan tangan kalian maksudnya wahai manusia! musibah apapun yang menimpa kalian, semata-mata karena keburukan (dosa) yang kalian lakukan. “Dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan kalian)” maksudnya adalah memaafkan dosa-dosa kalian, maka Dia tidak membalasnya dengan siksaan, bahkan memaafkannya. Dan kalau sekiranya Allah menyiksa manusia disebabkan perbuatannya, niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu mahluk yang melatapun (Faathir: 45) (Tafsir Ibnu Katsiir: 4/404).

Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menafsirkan ayat di atas,

يخبر تعالى، أنه ما أصاب العباد من مصيبة في أبدانهم وأموالهم وأولادهم وفيما يحبون ويكون عزيزا عليهم، إلا بسبب ما قدمته أيديهم من السيئات، وأن ما يعفو اللّه عنه أكثر، فإن اللّه لا يظلم العباد، ولكن أنفسهم يظلمون وَلَوْ يُؤَاخِذُ اللَّهُ النَّاسَ بِمَا كَسَبُوا مَا تَرَكَ عَلَى ظَهْرِهَا مِنْ دَابَّةٍ وليس إهمالا منه تعالى تأخير العقوبات ولا عجزا.

“Allah Ta’ala memberitahukan bahwa tidak ada satupun musibah yang menimpa hamba-hamba-Nya, baik musibah yang menimpa tubuh, harta, anak, dan menimpa sesuatu yang mereka cintai serta (musibah tersebut) berat mereka rasakan, kecuali (semua musibah itu terjadi) karena perbuatan dosa yang telah mereka lakukan dan bahwa dosa-dosa (mereka) yang Allah ampuni lebih banyak.

Karena Allah tidak menganiaya hamba-hamba-Nya, namun merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. Dan kalau sekiranya Allah menyiksa manusia disebabkan perbuatannya, niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu mahluk yang melatapun, dan menunda siksa itu bukan karena Dia teledor dan lemah” (Tafsir As-Sa’di: 899).

Al-Baghawi rahimahullah menukilkan perkataan seorang tabi’in pakar tafsir Ikrimah rahimahullah,

ما من نكبة أصابت عبدا فما فوقها إلا بذنب لم يكن الله ليغفر له إلا بها، أو درجة لم يكن الله ليبلغها إلا بها .

“Tidak ada satupun musibah yang menimpa seorang hamba, demikian pula musibah yang lebih besar (dan luas) darinya, kecuali karena sebab dosa yang Allah mengampuninya hanya dengan (cara menimpakan) musibah tersebut (kepadanya) atau Allah hendak mengangkat derajatnya (kepada suatu derajat kemuliaan) hanya dengan (cara menimpakan) musibah tersebut (kepadanya)” (Tafsir Al-Baghawi: 4/85)

___

Ust. Sa'id Abu Ukasyah

Sumber: http://muslim.or.id/26696-musibah-adalah-karena-dosa-kita-1.html

Dukung pendidikan Islam yang berdasarkan Al Qur'an dan As Sunnah sesuai dengan pemahaman salafus shalih dengan mendukung pembangunan SDIT YaaBunayya Yogyakarta http://bit.ly/YaaBunayya

Читать полностью…

Muslim.or.id

NIKMAT AMAN ADALAH NIKMAT TERBESAR

Berikut sedikit renungan bagi kita bahwa nikmat kita sekarang sangat banyak, nikmat sehat dan yang paling penting nikmat rasa aman dan kondusif.

Nikmat yang paling nikmat adalah adanya rasa aman, oleh karena itu Allah menyebutkan bahwa ujian yang disebutkan pertama kali adalah ujian rasa takut (yang sedikit), sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,

وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit [1] ketakutan, [2] kelaparan, [3]kekurangan harta, [4] jiwa, dan buah-buahan”. (QS. al-Baqarah: 155).

Rasa aman lebih baik dari nikmat sehat dan waktu luang. Ar-Razi rahimahullah berkata,

سئل بعض العلماء: الأمن أفضل أم الصحة؟ فقال: الأمن أفضل، والدليل عليه أن شاة لو انكسرت رجلها فإنها تصح بعد زمان ولو أنها ربطت في موضع وربط بالقرب منها ذئب فإنها تمسك عن العلف ولا تتناوله إلى أن تموت، وذلك يدل على أن الضرر الحاصل من الخوف أشد من الضرر الحاصل من ألم الجَسَد”

“Sebagian ulama ditanya, apakah rasa aman lebih baik dari kesehatan? Maka jawabannya rasa aman labih baik. Dalilnya adalah seandainya kambing kakiknya patah maka akan sembuh beberapa waktu lagi… kemudian seandainya kambing diikat pada usatu tempat dekat dengan serigala, maka ia tidak akan makan sampai mati. Hal ini menunjukkah bahwa bahaya yang akibat rasa takut lebih besar daripada rasa sakit di badan” (Tafsir al-Kabir, 19/107).

Hendaknya kaum muslimin selalu menjaga rasa aman ini dan menjaga agar suasana selalu kondusif. Kita tidak ingin ada darah yang tertumpah, anak-anak menjadi yatim dan para wanita menjadi janda. Perlu kesabaran dan bimbingan para ulama ketika terjadi fitnah atau ujian yang menimpa kaum muslimin.

Kita harus banyak bersyukur karena semua nikmat ini ada pada diri kita, karena ada tiga pokok kenikmatan yaitu sehat, aman dan ada makanan.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ مُعَافًى فِي جَسَدِهِ آمِنًا فِي سِرْبِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا

“Barangsiapa di antara kamu masuk pada waktu pagi dalam keadaan [1] sehat badannya,[2] aman pada keluarganya, dia [3]memiliki makanan pokoknya pada hari itu, maka seolah-olah seluruh dunia dikumpulkan untuknya” (HR. Ibnu Majah, no: 4141, Shahih Al-Jami’ush Shaghir no. 5918).

Semoga Allah menjaga kaum muslimin dan menjaga keamanan dan kestabilan negara kita.

***

Di Yogyakarta Tercinta

Penulis: dr. Raehanul Bahraen

Selengkapnya: http://muslim.or.id/28897-nikmat-aman-adalah-nikmat-terbesar.html

____

Dukung pendidikan Islam yang berdasarkan Al Qur'an dan As Sunnah sesuai dengan pemahaman salafus shalih dengan mendukung pembangunan SDIT YaaBunayya Yogyakarta http://bit.ly/YaaBunayya

Читать полностью…

Muslim.or.id

Penggunaan Jimat atau Rajah Tetap Syirik, Walau Berkeyakinan Sekedar Sebab

Pemakaian jimat sudah menjadi hal yang tidak aneh lagi di tengah-tengah masyarakat kita. Sebagian orang menyangka bahwa memakai jimat itu bukan merupakan perkara terlarang asalkan berkeyakinan bahwa jimat itu sekedar sebagai sebab, hanya sebatas ikhtiar dan usaha saja, adapun penentu berpengaruhnya jimat tersebut adalah Allah ﷻ semata. Nah, sobat, apakah benar sangkaan tersebut? Mari, terlebih dahulu kita pahami apa itu jimat.

Definisi Jimat

[Dalam Bahasa Indonesia]

Jika kita membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan Jimat /ji·mat/ n azimat. Jimat adalah sinonim dari azimat.

Adapun azimat adalah Azimat/azi·mat/ n barang (tulisan) yang dianggap mempunyai kesaktian dan dapat melindungi pemiliknya, digunakan sebagai penangkal penyakit dan sebagainya.

Adapun untuk kata rajah didefinisikan Rajah/ra·jah/ n suratan (gambaran, tanda, dan sebagainya) yang dipakai sebagai azimat (untuk penolak penyakit dan sebagainya).

Dan susuk didefinisikan sebagai Jarum emas, intan, dan sebagainya yang dimasukkan ke dalam kulit, bibir, dahi, dan sebagainya disertai mantra agar tampak menjadi cantik, menarik, manis, dan sebagainya.

Dengan demikian, rajah dan susuk adalah bagian dari jimat alias azimat. Karena memang pada praktiknya, di kalangan masyarakat kita, jimat itu luas cakupannya, bisa berupa gambar, tanda, tulisan ataupun benda-benda, seperti tombak, keris, sabuk, tulang, tanduk, rambut, tongkat, dan selainnya yang ditujukan untuk mengusir atau menangkal mara bahaya maupun untuk mendapatkan manfaat.

Adapun contoh jimat, misalnya jimat pelet, azimat pengasihan, jimat tolak bala`, rajah kebal senjata tajam, azimat penglarisan, azimat pesugihan, jimat anti gendam, rajah kesaktian, bulu perindu, susuk pengasih, susuk rumah, susuk kecantikan, susuk kecerdasan, dan sebagainya.

[Dalam Ilmu Tauhid]

Istilah yang dikenal dalam disiplin ilmu Tauhid, jimat diungkapkan dengan beberapa istilah, seperti tiwalah,wada’ah, dan tamimah. Sebenarnya tiga benda ini semuanya adalah jimat, hanya saja berbeda-beda bentuk dan penggunaannya, yaitu tiwalah adalah jimat pelet yang dikenakan oleh suami/istri untuk merekatkan cinta keduanya, wada’ah adalah jimat yang diambil dari laut, menyerupai kerang untuk menangkal penyakit ‘ain, yaitu penyakit karena pengaruh jahat disebabkan kedengkian, sedangkan tamimah adalah jimat yang terbuat dari manik-manik berlubang dirangkai yang dikalungkan di leher anak untuk penangkal serangan penyakit ‘ain.

[Kesimpulan Definisi Jimat]

Bahwa apapun bentuk benda yang dipakai untuk jimat dan bagaimanapun cara penggunaannya, baik dengan cara dipakai, dikalungkan, digantungkan, ditempel, dipasang, diikat, disabukkan maupun dengan cara lainnya, serta di manapun diletakkan, seperti di tubuh, rumah, kendaraan, atau selainnya, jika tujuannya untuk mengusir atau menangkal mara bahaya maupun untuk mendapatkan manfaat, padahal benda tersebut tidak terbukti sebagai sebuah sebab, baik secara syar’i (tidak ada dalilnya) atau secara qadari (tidak terbukti secara ilmiah atau eksperimen yang jelas), maka semua itu adalah jimat1.

Selengkapnya: http://muslim.or.id/28919-penggunaan-jimat-atau-rajah-tetap-syirik-walau-berkeyakinan-sekedar-sebab-1.html

___

Ust. Sa'id Abu Ukasyah

Join juga @muslimahorid

Читать полностью…

Muslim.or.id

STATUS AIR YANG BERUBAH SIFATNYA

Hukum asal air baik yang turun dari langit atau keluar dari bumi atau semisalnya adalah suci dan mensucikan[1. Lihat Al Wajiz fi Fiqhis Sunnah, 23]. Allah Ta'ala berfirman:

وَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً طَهُورًا

“Dan Kami turunkan dari langit air yang suci” (QS. Al Furqan: 48).

Allah Ta'ala juga berfirman:

وَيُنَزِّلُ عَلَيْكُمْ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً لِيُطَهِّرَكُمْ بِهِ

“Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit agar kalian bisa bersuci dengannya” (QS. Al Anfal: 11).

Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda tentang laut:

هو الطهور ماؤه, الحل ميتتة

“Laut itu suci airnya dan halal bangkai (binatang yang ada di dalam)-nya” (HR. Ibnu Majah 309, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah).

Maka jelas dari dalil-dalil ini bahwa hukum asal air adalah suci dan mensucikan. Maka dalam hal ini dua hal yang patut diperhatikan,

Air tidak keluar dari kedua sifat tersebut (suci dan mensucikan) kecuali ada dalilnya
Air tidak keluar dari kedua sifat tersebut (suci dan mensucikan) kecuali telah keluar dari kemutlakannya, atau dengan kata lain jika air tersebut sudah tidak disebut sebagai “air” secara mutlak, namun disebut dengan “air ...”. Misalnya: “air kopi”, “air teh”, “air gula”, dll.

# Status air yang berubah #

Air keluar dari sifat mutlaknya jika berubah atau tercampur dengan zat lain. Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa'di[2. Dalam Irsyad Ulil Bashair, 8-9] merinci hukumnya adalah sebagai berikut,

Pertama: jika air tercampur dengan zat lain yang merupakan najis hingga air tersebut berubah warna, atau bau atau rasanya, maka air tersebut menjadi najis. Ulama ijma akan hal ini.

Kedua: jika air tersebut berubah karena telah menempati suatu tempat dalam waktu lama, atau karena saluran yang dilaluinya, atau ada ada suatu zat yang sulit menghindarkan ia dari air, seperti tanah, pasir, debu yang ada di saluran-saluran air, maka air tetap suci.

Ketiga: jika air tercampur dengan zat yang tidak bisa larut dalam air seperti lemak dan minyak, sebagian ulama menyatakan hukumnya makruh, namun pendapat yang tepat ia tetap suci tanpa karahah (makruh). Karena hukum asal air adalah suci dan tidak ada dalil yang memindahkan statusnya dari suci.

Keempat: jika air tercampur dengan zat lain yang suci. Jika zat lain tersebut jumlahnya sedikit, maka ia tetap suci dan mensucikan. Jika zat lain tersebut jumlahnya banyak, ulama bersepakat ia suci namun mereka berselisih pendapat apakah air tersebut mensucikan (bisa digunakan untuk tharahah).

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa'di merajihkan bahwa air tersebut tetap dapat mensucikan. Beliau mengatakan: “Para ulama berselisih pendapat mengenai air yang tercampur dengan zat yang suci yang digunakan untuk menghilangkan hadats dan semisalnya, apakah ia tetap suci dan mensucikan? Adapun kami ber-istishab (berpegang pada hukum asal) dalam hal ini, sebagaimana pendapat yang shahih dalam hal ini. Berdasarkan dalil (istishab) yang banyak yang tidak bisa dipaparkan di sini. Jika dikatakan bahwa air tersebut statusnya antara suci dan najis sehingga ia suci namun tidak mensucikan, beralasan dengan pendapat ini adalah alasan yang sangat lemah. Karena menetapkan jenis air baru yang tidak suci dan tidak pula najis adalah perkara yang ta'ummu bihil balwa (kebutuhannya luas) dan sangat mendesak untuk didatangkan penjelasan. Jika hal tersebut dibenarkan, maka tentu syariat akan menjelaskannya dengan penjelasan yang lurus untuk memutus perselisihan. Maka jelaslah bahwa pendapat yang tepat adalah bahwa air hanya dibagi dua: suci dan najis”[3. Irsyad Ulil Bashair, 9].

Selengkapnya: http://muslim.or.id/28901-status-air-yang-berubah-sifatnya.html

Join juga @muslimahorid

Читать полностью…

Muslim.or.id

Ibnu Muflih dalam Al-Furu’ mengatakan: “Diperbolehkan berjabat tangan antara wanita dengan wanita, laki-laki dengan laki-laki, laki-laki tua dengan wanita terhormat yang umurnya tidak muda lagi, karena jika masih muda diharamkan untuk menyentuhnya”. Hal ini disebutkan dalam kitab Al-Fusul dan Ar-Ri’ayah.

Beliau juga bercerita dalam kitab Kasyful Qina’ : “Abu Abdillah (Imam Ahmad) pernah ditanya mengenai seorang laki-laki yang berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahramnya, maka beliau menjawab, “Tidak boleh!”. Karena ingin mendapat penjelasan lebih, maka aku bertanya: “Bagaimana jika berjabat tangannya dengan menggunakan kain?”. Abu Abdillah pun mengatakan : “Tidak boleh!”. Laki-laki yang lain ikut bertanya: “walaupun ia mempunyai hubungan kerabat? Abu Abdillah (Imam Ahmad) juga mengatakan, “Tidak boleh!” Kemudian Aku bertanya lagi, “Bagaimana jika ia adalah anaknya sendiri?”. Maka Abu Abdillah menjawab: “jika yang ia jabat tangani adalah anaknya, maka hal ini tidaklah mengapa”.

Dari nukilan-nukilan di atas, menunjukkan bahwa berjabat tangan langsung dengan wanita asing yang bukan mahram adalah salah satu diantara kemaksiatan yang telah tersebar di kalangan manusia. Dan hal ini termasuk kemungkaran jika diukur dari sisi syariat, karena hal tersebut merupakan perbuatan yang buruk atau tanda rusaknya agama seseorang.

Dan sungguh terdapat ancaman yang keras kepada orang-orang yang menyentuh wanita yang bukan mahramnya, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits. Dari Ma’qil bin Yasar, bahwasanya Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya salah seorang diantara kalian jika ditusuk dengan jarum dari besi , itu lebih baik baginya daripada menyentuh seorang wanita yang bukan mahramnya”, (HR. Thabrani dan juga Baihaqi).

‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha berkata “Demi Allah, segala hal yang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam tetapkan bagi wanita, maka hal itu adalah perintah dari Allah Ta’ala. Dan tangan Rasulullah tidaklah menyentuh tangan wanita. Dan perlu diketahui, bahwa menyentuh dan berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram akan menimbulkan kerusakan yang sangat banyak. Diantaranya akan menimbulkan syahwat (nafsu) atau keinginan negatif dan hilangnya rasa malu. Karena barang siapa wanita yang bermudah-mudahan dalam menjulurkan tangannya kepada laki-laki yang bukan mahram, maka ia tidak akan segan untuk melakukan yang lebih hina dari itu”.

Selengkapnya: http://muslim.or.id/11475-jabat-tangan-dengan-wanita-dalam-pandangan-4-madzhab.html

____

Jangan lupa like fanspage facebook.com/muslim.or.id

Читать полностью…

Muslim.or.id

LARANGAN MENYENTUH WANITA YANG BUKAN MAHRAM

Mahram bagi perempuan adalah semua laki-laki yang diharamkan dalam Islam untuk menikahinya selamanya, karena hubungan nasab, misalnya ayah dan saudara laki-lakinya, sebab yang mubah (boleh) tentang keharamannya (pernikahan), misalnya suami, bapak mertua dan putra dari suami, atau karena hubungan persusuan, misalnya ayah dan saudara laki-laki sepersusuan18.

Adapun perempuan yang termasuk mahram bagi laki-laki, di antaranya: ibunya, neneknya, saudara perempuannya, anak dan cucu perempuannya, ibu mertuanya, anak perempuan dari istri yang telah digaulinya, dan lain-lain.

Islam melarang dan mengharamkan bagi laki-laki untuk menyentuh perempuan yang bukan mahramnya, termasuk berjabat tangan untuk berkenalan, bermaaf-maafan, berterima kasih atau alasan-alasan lainnya, karena ini akan mengantarkan kepada dampak negatif dan keburukan besar, seperti yang kami uraikan di atas.

Banyak hadits yang shahih dari Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam yang menjelaskan larangan dan keharaman hal ini, di antaranya:

1. Dari Aisyah radhiallahu’anha (istri Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam), beliau menceritakan tentang baiat kaum wanita (mukminah) kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, beliau berkata: Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam sama sekali tidak pernah menyentuh seorang wanitapun dengan tangan beliau, tapi beliau mengambil baiat wanita (dengan ucapan saja dan tanpa berjabat tangan), setelah membaiat wanita, beliau Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda kepadanya: “Pergilah, sungguh aku telah membaiatmu”.

Imam abu Zakaria an-Nawawi (Imam besar dari madzhab asy-Syafi’i) menyebutkan beberapa faidah dari hadits ini, di antaranya:
Membaiat wanita (hanya) dengan ucapan tanpa berjabat tangan, adapun laki-laki maka dengan berjabat tangan dan ucapan.
Tidak boleh menyentuh kulit wanita yang bukan mahram tanpa (ada alasan) darurat, seperti berobat dan lain-lain.

2. Dari Umaimah bintu Ruqaiqah radhiallahu’anha dia berkata: Aku pernah mendatangi Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersama para wanita (muslimah) untuk membaiat beliau Shallallahu’alaihi Wasallam, lalu beliau Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Sesuai dengan kemampuan dan kesanggupan kalian, sesungguhnya aku tidak berjabat tangan dengan kaum perempuan (yang bukan mahram)”. Lafazh ini terdapat dalam “Sunan Ibnu majah.

Hadits ini menguatkan penjelasan yang disebutkan oleh Imam an-Nawawi di atas.

3. Dari Ma’qil bin Yasar radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Sungguh jika kepala seorang laki-laki ditusuk dengan jarum dari besi lebih baik baginya daripada dia menyentuh seorang perempuan yang tidak halal baginya (bukan istri atau mahramnya).

Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani berkata: “Dalam hadits ini terdapat ancaman yang sangat keras bagi seorang (laki-laki) yang menyentuh perempuan yang tidak halal baginya. Ini (juga) menunjukkan haramnya berjabat tengan dengan perempuan (selain istri atau mahram), karena ini termasuk menyentuh, tanpa diragukan lagi. Sungguh keburukan ini di jaman sekarang telah menimpa banyak dari kaum muslimin, yang di antara mereka ada orang-orang yang berilmu (paham agama Islam). Seandainya mereka mengingkari keburukan ini (meskipun) dalam hati mereka, maka paling tidak keburukan ini akan sedikit berkurang. Akan tetapi (parahnya) mereka (justru) menganggap halal keburukan tersebut, dengan berbagai macam cara dan pentakwilan. Sungguh telah sampai kepadaku (berita) bahwa seorang tokoh yang sangat diagungkan di (Universitas) al-Azhar (di Mesir) pernah disaksikan beberapa orang sedang berjabat tangan dengan beberapa orang perempuan (yang bukan mahramnya). Kita mengadukan kepada Allah tentang asingnya ajaran Islam”.

___

Ust. Abdullah Taslim MA.

Selengkapnya: http://muslim.or.id/27058-larangan-menyentuh-wanita-yang-bukan-mahram.html

Jangan lupa like fanspage https://facebook.com/muslim.or.id

Читать полностью…

Muslim.or.id

SHALAT SUNNAH RAWATIB

Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts wal Ifta di tanya, “apa yang dimaksud dengan shalat sunnah rawatib? Apabila saya melaksanakan shalat 4 rakaat sebelum dzuhur dan 4 rakaat sebelum ashar, apakah diharuskan untuk salam setiap 2 rakaat ataukah bagaimana? Jazakumullahu khairan“.

Mereka menjawab:

Shalat sunnah rawatib ada 12 rakaat:

4 rakaat sebelum dzuhur dengan 2 salam,
2 rakaat setelahnya dengan sekali salam,
2 rakaat setelah maghrib dengan 1 salam,
2 rakaat setelah isya dengan 1 salam,
2 rakaat sebelum shubuh dengan 1 salam.
Dan Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam selalu menjaga ke-12 rakaat tersebut ketika beliau sedang tidak bepergian. Beliau bersabda,

من صلى ثنتي عشرة ركعة تطوعا في اليوم والليلة ، بني له بهن بيت في الجنة

“barangsiapa yang shalat sunnah 12 rakaat dalam sehari semalam, Allah akan bangunkan untuknya rumah di surga” (HR. Muslim no. 728).

Terdapat salah satu hadits yang menafsirkan 12 rakaat ini dengan shalat sunnah rawatib. Maka barangsiapa yang menjaganya, ia akan selalu dalam kebaikan yang besar. Di dalam hadits tersebut dijanjikan sebuah rumah di surga bagi orang yang melaksanakan shalat rawatib 12 rakaat tersebut. Yaitu 4 rakaat sebelum dzuhur dengan 2 salam, 2 rakaat setelahnya dengan sekali salam, 2 rakaat setelah maghrib dengan 1 salam, 2 rakaat setelah isya dengan 1 salam, 2 rakaat sebelum shubuh dengan 1 salam. Shalat-shalat ini disebut shalat rawatib.

Jika seseorang shalat 4 rakaat setelah shalat dzuhur maka di dalamnya terdapat keutamaan. Sebagaimana terdapat di dalam hadits,

من حافظ على أربع قبل الظهر وأربع بعدها حرمه الله على النار

“barangsiapa yang shalat 4 rakaat sebelum dan sesudah dzuhur, maka Allah mengaharamkan neraka untuknya” (HR. Tirmidzi no. 428, Abu Daud no. 1269, An Nasa-i no. 1816).

Akan tetapi, 4 rakaat setelah dzuhur bukanlah shalat sunnah yang rawatib, karena yang menjadi rawatib hanya 2 rakaat saja. Jika kemudian menambah dan melaksanakan 2 rakaat untuk menambah rakaat dalam rangka meneladani tuntunan Nabi Shalallahu’alaihi wa Sallam, maka hal ini baik. Sebagaimana sabda Rasulallah Shalallahu’alaihi wa Sallam dalam hadits Ummul Mu’minin Ummu Habibah binti Abi Sufyan –radiyallahu’anha-, bahwa beliau mendengar Rasulallah Shalallahu’alaihi wa Sallam bersabda,

من حافظ على أربع قبل الظهر وأربع بعدها حرمه الله على النار

“barangsiapa yang shalat 4 rakaat sebelum dan sesudah dzuhur, maka Allah mengaharamkan neraka untuknya”

Dan dianjurkan pula untuk shalat 4 rakaat sebelum ashar, namun bukan termasuk ke dalam shalat rawatib. Akan tetapi, dianjurkan untuk mengerjakannya dengan 2 kali salam sesuai dengan sabda Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam,

رحم الله امرأ صلى قبل العصر أربعا

“Allah akan merahmati urusan seseorang bila ia shalat 4 rakaat sebelum shalat ashar”. Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, tirmidzi, dan jamaah dengan sanad shahih dari Ibnu Umar Radiyallahu’anhuma.

Selengkapnya: http://muslim.or.id/27304-shalat-sunnah-rawatib.html

___

Jangan lupa like fanspage https://www.facebook.com/mutiaranasihatislam

Читать полностью…

Muslim.or.id

PAKET SUPER PROMO 10 BUKU PUSTAKA MUSLIM
Edisi November #1

Yuk langsung dipesan..
1. Paket 10 buku Pustaka Muslim
2. Free Ongkir Jawa
3. Tambahan diskon 10%
4. Gratis sampel souvenir nikah
5. Bonus kaos MUSLIM.OR.ID untuk pembelian 3 paket

HARGA NORMAL: 273.000 (Belum termasuk Ongkir)
HARGA PROMO: 245.700 (Gratis Ongkir)

ISI PAKET:
1. Ayah Ditemani Sunyi Aku Merindukanmu
2. Jawaban Atas 3 Pertanyaan Kubur
3. Bermodalkan Ilmu Sebelum Berdagang
4. Pengikut Ajaran Nabi Bukan Teroris
5. Mengenal Bid'ah Lebih Dekat
6. Panduan Qurban
7. Panduan Zakat
8. Dzikir Pagi Petang Lux
9. Vaksinasi Mubah dan Bermanfaat
10. Kesetiaan pada Non Muslim

KONTAK PEMESANAN:
WA/SMS/Telp: 085290888668
PIN BBM: 5D10F8FE
IG: [at]pustakamuslim
WEB: pustaka.muslim.or.id

Follow yuk @pustakamuslimjogja

Читать полностью…

Muslim.or.id

HATI-HATI DENGAN RUWAIBIDHAH

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ الرَّجُلُ التَّافِهُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ

“Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan. Ketika itu pendusta dibenarkan sedangkan orang yang jujur malah didustakan, pengkhianat dipercaya sedangkan orang yang amanah justru dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu Ruwaibidhah berbicara.” Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud Ruwaibidhah?”. Beliau menjawab, “Orang bodoh yang turut campur dalam urusan masyarakat luas.” (HR. Ibnu Majah, disahihkan al-Albani dalam as-Shahihah [1887] as-Syamilah).

Hadits yang agung ini menerangkan kepada kita:

1. Peringatan akan bahaya berbicara tanpa landasan ilmu. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Janganlah kamu mengikuti sesuatu yang kamu tidak punya ilmu tentangnya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, itu semua akan dimintai pertanggung-jawabannya.” (QS. al-Israa’ : 36).

Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Hai umat manusia, makanlah sebagian yang ada di bumi ini yang halal dan baik, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syaitan, sesungguhnya dia adalah musuh yang nyata bagi kalian. Sesungguhnya dia hanya akan menyuuh kalian kepada perbuatan dosa dan kekejian, dan agar kalian berkata-kata atas nama Allah dalam sesuatu yang tidak kalian ketahui ilmunya.” (QS. al-Baqarah : 168-169). Maka barangsiapa yang gemar berbicara mengatasnamakan agama tanpa ilmu, sesungguhnya dia adalah antek-antek Syaitan, bukan Hizbullah dan bukan pula pembela keadilan atau penegak Syari’at Islam!

2. Hadits ini menunjukkan pentingnya kejujuran dan mengandung peringatan dari bahaya kedustaan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wajib atas kalian untuk bersikap jujur, karena kejujuran akan menuntun kepada kebaikan, dan kebaikan itu akan menuntun ke surga. Apabila seseorang terus menerus bersikap jujur dan berjuang keras untuk senantiasa jujur maka di sisi Allah dia akan dicatat sebagai orang yang shiddiq. Dan jauhilah kedustaan, karena kedustaan itu akan menyeret kepada kefajiran, dan kefajiran akan menjerumuskan ke dalam neraka. Apabila seseorang terus menerus berdusta dan mempertahankan kedustaannya maka di sisi Allah dia akan dicatat sebagai seorang pendusta.” (HR. Muslim dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu).

3. Hadits ini juga menunjukkan pentingnya menjaga amanah dan memperingatkan dari bahaya mengkhianati amanah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila amanah telah disia-siakan maka tunggulah datangnya hari kiamat.” Lalu ada yang bertanya, “Bagaimana amanah itu disia-siakan?”. Maka beliau menjawab, “Apabila suatu urusan diserahkan kepada bukan ahlinya maka tunggulah kiamatnya.” (HR. Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Tidak lengkap iman pada diri orang yang tidak memiliki sifat amanah.” (HR. al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, dihasankan al-Albani dalam Takhrij Misykat al-Mashabih [35] as-Syamilah).

4. Hadits ini menunjukkan bahwa jalan keluar ketika menghadapi situasi kacau semacam itu adalah dengan kembali kepada ilmu dan ulama. Yang dimaksud ilmu adalah al-Qur’an dan as-Sunnah dengan pemahaman salafus shalih. Dan yang dimaksud ulama adalah ahli ilmu yang mengikuti perjalanan Nabi dan para sahabat dalam hal ilmu, amal, dakwah, maupun jihad.

____

Ust. Abu Mushlih Ari Wahyudi

Sumber: http://muslim.or.id/2025-hati-hati-dengan-ruwaibidhah.html

Читать полностью…

Muslim.or.id

Pengertiannya, bahwa tujuan (niat) baik tidak bisa begitu saja membenarkan (menghalalkan) sarana yang terlarang, kecuali bila ada dalil yang membolehkan sarana tersebut. Oleh karenanya, tidak diperbolehkan bagi seorang pun berdalih dengan niat atau tujuan baik untuk membolehkan sarana yang haram. Akan tetapi, ia harus memperhatikan maksud yang baik, sarana yang syar’i dan dampak yang baik sekaligus, dan bila terdapat dalil yang shahîh yang membolehkan melakukan sarana yang terlarang untuk mengaplikasikan, menyelamatkan dan memelihara tujuan yang baik, maka hukum tersebut hanya khusus untuk sarana itu saja, seperti berbohong untuk mendamaikan atau memperbaiki hubungan persaudaraan sesama Muslim, berbohong untuk menyelamatkan jiwa yang tidak berdosa dari bahaya, bohong (menipu) orang kafir dalam perang dan suami berbohong kepada istri demi terjalinnya keharmonisan dan kasih- sayang antara mereka berdua. Ini semua telah dijelaskan oleh hadits hadits yang shahîh. Nabi bersabda:

لَيْسَ الْكَذَّابُ الَّذِي يُصْلِحُ بَيْنَ النَّاسِ ويَقُولُ خَيْرًا ويَنْمِي خَيْرًا

“Bukanlah pembohong orang yang mendamaikan antara manusia, ia berkata baik dan menaburkan kebaikan “.

Tentang hadits ini, Ibnu Syihâb rahimahullah, termasuk perawi hadits ini mengatakan:

وَلَمْ أَسْمَعْ يُرَخَّصُ فِي شَيْءٍ مِمَّا يَقُولُ النَّاسُ كَذِبٌ إِلاَّ فِي ثَلاَثٍ الْحَرْبُ وَالإِصْلاَحُ بَيْنَ النَّاسِ وَحَدِيثُ الرَّجُلِ امْرَأَتَهُ وَحَدِيثُ الْمَرْأَةِ زَوْجَهَا.

“Saya tidak mendengar ada keringanan dalam suatu kebohongan yang dikatakan oleh manusia kecuali pada tiga perkara: dalam perang, mendamaikan antara manusia, pembicaraan suami kepada istrinya dan pembicaraan istri kepada suaminya”[1] .

Dalam hadits lain, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الْحَرْبُ خُدْعَةٌ

“Peperangan adalah (berisi) tipu-daya” [2]

Hukum asal kebohongan itu adalah haram, akan tetapi hukumnya beralih menjadi boleh dalam kondisi di atas demi mewujudkan tujuan yang baik. Sebagian ulama menjelaskan bahwa maksudnya bukan kebohongan murni, tetapi sekedar berbentuk ta’rîdh (ucapan yang tidak berterus-terang).

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Para ulama telah sepakat bolehnya mengelabui orang kafir dalam peperangan dengan cara apa saja yang mungkin dilakukan, kecuali bila terdapat padanya pembatalan perjanjian dan perdamaian, ini tidak di perbolehkan. Dalam hadits yang shahîh terdapat kandungan pengertian bolehnya melakukan kebohongan dalam tiga perkara, salah satunya: dalam perang. Ath Thabari rahimahullah berkata: “Kebohongan yang hanya diperbolehkan dalam perang adalah al-ma’ârîdh (tidak berterus-terang) bukan kebohongan murni, (kalau ini) hukumnya tidak boleh’, Imam Nawawi rahimahullah mengomentari : “Demikian pernyataan beliau. Walaupun yang kuat adalah bolehnya melakukan kebohongan murni, akan tetapi tentu melakukan ta’rîdh (tidak berterus-terang dalam berucap) adalah lebih afdhol (utama) Wallâhu a’lam” [3] .

SELENGKAPNYA: http://muslim.or.id/21188-tujuan-tidak-menghalalkan-segala-cara.html

___

Ust. Muhammad Nur Ihsan, MA.

Читать полностью…

Muslim.or.id

ANDA SEORANG POLITIKUS? BERCERMINLAH!

Siapakah yang berhak memberi penilaian & solusi dalam masalah Nawazil Siyasah (kejadian politik kontemporer) dan berhak menjadi politikus Syar’i (penentu strategi politik yang Syar’i)? Simaklah hadits berikut ini :

عن أبِي هُرَيْرَةَ – رضي الله عنه – قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ وَيَنْطِقُ يهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ : وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ : الرَّجُلُ التَّافِهُ يتكلم فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ) رواه ابن ماجة وهو حديث صحيح

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu ia berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang banyak penipuan di dalamnya. Ketika itu pendusta dibenarkan sedangkan orang yang jujur malah didustakan, pengkhianat dipercaya sedangkan orang yang amanah justru dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu Ruwaibidhah ikut-ikutan berkomentar. Ada yang bertanya, “Siapakah yang dimaksud Ruwaibidhah?”. Beliau menjawab, “Orang bodoh yang berkomentar/ikut campur dalam urusan masyarakat luas.” (HR. Ibnu Majah, disahihkan al-Albani dalam as-Shahihah [1887] as-Syamilah).

Ibnu Rajab رحمه الله pernah mencontohkan sosok figur ulama ahli ijtihad yang berhak berfatwa dalam Nawazil, yaitu sosok Imam Ahmad رحمه الله. Ibnu Rojab رحمه الله menjelaskan mengapa Imam Ahmad رحمه الله pantas menjadi salah satu contohnya? Beliau menjelaskan bahwa Imam Ahmad adalah sosok yang sampai pada ketinggian ilmu tentang Al-Qur`an dan As-Sunnah serta atsar.

Adapun tentang Al-Qur'an : Imam Ahmad tahu nasikh dan mansukh, tahu kumpulan tafsir Shahabat dan Tabi’in. Dan tentang As-Sunnah : beliau hafal Hadits-Hadits, tahu mana yang shahih dan mana yang dho'if, tahu Perowi Hadits yang terpercaya,tahu pula jalan periwayatan Hadits dan cacatnya,bahkan bukan hanya tahu Hadits yang marfu’ namun juga yang mauquf dan paham fiqhul Hadits.

Adapun Atsar : beliau tahu pendapat para Imam kaum Muslimin. Dan seterusnya dari penjelasan Ibnu Rojab tentang Imam Ahmad, sampai pada ucapan beliau :

ومعلوم أنَّ مَن فَهِمَ عِلْم هذه العلوم كلّها وبرَع فيها، فأسهلُ شيء عنده معرفةُ الحوادث والجواب عنها

“dan suatu perkara sudah diketahui bahwa orang yang menguasai ilmu-ilmu ini semuanya dan berhasil menjadi pakar dalam ilmu-ilmu tersebut mengungguli yang lainnya,maka adalah sesuatu yang termudah baginya menelaah kejadian -kejadian kontemporer (kekinian) dan solusinya”). Selesai perkataan Ibnu Rajab rahimahullah.

Berarti Ibnu Rajab memandang bahwa orang yang menguasai berbagai disiplin Ilmu Syar’i itulah yang berhak dan mampu berfatwa dalam masalah nawazil.

Oleh karena itu disebutkan dalam salah satu biografi Imam Ahmad, bahwa : Imam Ahmad dahulu berfatwa tentang solusi kejadian-kejadian kontemporer,namun beliau melarang murid-muridnya berbicara dalam masalah itu,karena dipandang mereka belum sampai kepada tingkatan boleh berijtihad dalam masalah itu.

Pandangan Ibnu Rajab dan sikap Imam Ahmad tersebut juga sama dengan pernyataan Ibnul Qoyyim رحمه الله,yang mengatakan :

العالم بكتاب الله وسنة رسوله وأقوال الصحابة فهو المجتهد في النوازل

“Orang yang berilmu tentang Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya dan Ucapan Para Sahabat maka dialah orang yang berhak berijtihad menyampaikan pandangan dan fatwa dalam masalah Nawazil/kejadian-kejadian kontemporer” .

Dan masih banyak ucapan para Imam Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang semakna,seperti ucapan Imam Syafi’i, Asy-Syathibi, Syaikh Al-Albani dan yang lainnya.

نسأل الله -عز وجل- أن يوفقنا وإياكم لما يحبه و يرضاه و أن يجعلنا وإياكم هداة مهتدين إنه ولي ذلك والقادر عليه.

***

Diolah dari Madarikun Nadhor, Syaikh Abdul Malik Ar Ramadhani.


___

Ust. Sa'id Abu Ukasyah

Читать полностью…

Muslim.or.id

Nyata dalam Kredit KPR

Kenyataan yang terjadi dalam kredit KPR adalah pihak bank meminjamkan uang kepada nasabah dan ingin dikembalikan lebih. Jadi realitanya, bukanlah transaksi jual beli rumah karena pihak bank sama sekali belum memiliki rumah tersebut. Yang terjadi dalam transaksi KPR adalah meminjamkan uang dan di dalamnya ada tambahan dan ini nyata-nyata riba. Itu sudah jelas. Kita sepakat bahwa hukum riba adalah haram.

Penyetor Riba Terkena Laknat

Bukan hanya pemakan riba (rentenir) saja yang terkena celaan. Penyetor riba yaitu nasabah yang meminjam pun tak lepas dari celaan. Ada hadits dalam Shahih Muslim, dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba (rentenir), penyetor riba (nasabah yang meminjam), penulis transaksi riba (sekretaris) dan dua saksi yang menyaksikan transaksi riba.” Kata beliau, “Semuanya sama dalam dosa.” (HR. Muslim no. 1598).

Mengapa sampai penyetor riba pun terkena laknat? Karena mereka telah menolong dalam kebatilan. Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Dalam hadits di atas bisa disimpulkan mengenai haramnya saling menolong dalam kebatilan.” (Syarh Shahih Muslim, 11: 23).

Sehingga jika demikian sudah sepantasnya penyetor riba bertaubat dan bertekad kuat untuk segera melunasi utangnya.

Info BUKU: http://pustaka.muslim.or.id/2014/06/bermodalkan-ilmu-sebelum-berdagang/

@pustakamuslimjogja

Читать полностью…
Подписаться на канал